BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Friday, January 16, 2009

Mengapa Harga Sembako Tak Turun?


Oleh Tanto Yakobus

Turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar sejak tanggal 15 Januari lalu, ternyata tidak berpengaruh terhadap harga kebutuhan pokok masyarakat.
Bahkan menjelang tahun baru Imlek ini, harga kebutuhan pokok cenderung naik. Padahal ini kali ketiga Pemerintah SBY-JK menurunkan harga BBM.

Penurunan pertama pada 1 Desember 2008 dimana harga BBM semula Rp6.000 per liter turun menjadi Rp5.500, dan tanggal 13 Desember diturunkan lagi menjadi Rp5.000. Terakhir pada tanggal 15 Janurai, baik premium maupun solar turun menjadi Rp4.500 per liter.
Namun penurunan premium dan solar tersebut tidak diikuti dengan penurunan harga sembako. Harusnya para pengusaha merespon penurunan BBM tersebut dengan menurunkan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat tersebut.
Sebelumnya masyarakat mengeluhkan melambungnya harga sembako karena pemerintah menaikkan harga BBM. Sudah menjadi bahasa ”pasar” bahwa bila BBM naik, maka sembako otomatis naik pula.
Sekarang kita patut bertanya pula kepada para pengusaha, pedagang maupun pengecer. Mengapa ketika harga BBM diturunkan tidak diikuti dengan penurunan harga sembako di pasaran?
Sebab logikanya, biaya produksi maupun transportasi sudah turun. Kok kenapa harga sembako masih mahal?
Tentu pertanyaan tersebut tidak mudah menjawabnya. Banyak faktor yang dikemukakan para pengusaha. Lagian mana ada pengusaha yang mau rugi? Namanya juga pengusaha, pasti mengejar keuntungan. Kita masyarakat hanya bisa mengeluh dan mengeluh. Dan giliran yang disalahkan pastilah pemerintah.
Sebetulnya pemerintah sudah sangat membantu. Bukan hanya BBM yang diturunkan, tapi juga taraf dasar listrik (TDL). Tujuannya, jelas membantu masyarakat golongan ekonomi lemah.
Tapi sayang, kebijakan pemerintah tersebut tidak diikuti para pengusaha, asosiasi maupun pelaku ekonomi lainnya. Seperti ongkos angkutan, walau pemerintah sudah minta diturunkan, namun pengusaha angkutan yang tergabung dalam Organda masih keberatan. Alasan spare part mahal.
Bila kebijakan pemerintah tidak diikuti para pengusaha, maka sama saja memberatkan masyarakat. Padahal butuh BBM dalam jumlah besar adalah para pengusaha tadi. Merekalah yang menikmati kebijakan itu.
Singkat kata, apa pun kebijakan pemerintah yang menikmati keuntungannya selalu para pengusaha, sedangkan masyarakat selalu menjadi korban ketidakadilan itu.
Kondisi ekonomi yang belum stabil akibat krisis global ini, harusnya para pengusaha punya hati nurani. Menyikapi kebijakan pemerintah dengan menurunkan harga sembako. Sebab yang menentukan harga sembako adalah pasar. Dan pasar itu dikuasai pengusaha dan kalangan industri.
Hemat kita, dengan turunnya harga BBM, akan mampu menekan kenaikan harga barang akibat mahalnya distribusi atau biaya angkut dari daerah asal bahan baku ke daerah pemasaran.
Tapi itu hanya teori di atas meja. Lihat saja harga di pasaran, tetap saja mahal. Terlebih menjelang Imlek ini.