BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Sunday, April 20, 2008

Rubber Factories In West Kalimantan on Brink of Collapse

Antara/Borneo Tribune, Pontianak


RUBBER processing plants in West Kalimantan are now on the brink of collapse because of difficculties in meeting purchase contracts signed three months ago as the result of limited raw materials from the farmers. "Now competion, mostly unfair, has become widespread in obtaining the raw materials," chairman of the West Kalimantan Indonesian Rubber Producers Association (Gapkindo) Leo Abam said in Pontianak on Monday.

West Kalimantan has now 15 rubber processing factories with a capacity of 400,000 tons, but the province`s rubber production reached not more than 180 thousand tons, leaving a significant shortage.

He said that this condition was among others caused by increase in the number of rubber processing plants, while rubber production has yet to be raised.

Another reason was the fact that rainfall in the province in the last couple of months had been quite high, so that rubber production had dropped to 20 percent.

"The rubber raw materials smuggled to Malaysia through the various border posts, although incidentally, also contributed to the lack of supply in West Kalimantan," Leo Abam said.

He added that the inadequate initial processing by the farmers also caused an increase in cost the factories have to burden for improving the quality of the rubber basic materials from 60 percent to a 100 percent dried rubber.

"The extra cost reached Rp2,700 per kilogram," Leo Abam said. However the factories are still able to cover the extra cost as the price of the 100 percent dried rubber reached Rp23 thousand per kilogram.

In this context, he asked the regional administration not to encourage the establishment of more rubber processing factories. "It would be better to expand the existing rubber crops, because the prospect in the next five years will be promising," Leo Abam said.

The expansion includes financial support to the rubber growers because they are still facing lack of capital. One hectares of rubber trees needs Rp 3 million for the purchase of seedlings to care before harvest about three to four years after planting.

Baca Selengkapnya..

Sawit Mendominasi Izin Perkebunan di Kalbar


Antara/Borneo Tribune, Pontianak

DINAS Perkebunan Kalimantan Barat mengharapkan pemerintah kabupaten/kota tidak berlebihan memberikan izin untuk perkebunan kelapa sawit karena menimbulkan ketidakseimbangan komoditi unggulan.

"Jangan hanya terkonsentrasi untuk kelapa sawit. Harusnya ada keseimbangan dengan tanaman lain yang juga memiliki potensi seperti karet," kata Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Idwar Hanis di Pontianak, Sabtu.
Ia mengakui, kelapa sawit saat ini menjadi tanaman primadona. Namun, lanjutnya, jangan sampai tren untuk sawit menutup peluang investasi tanaman perkebunan lainnya. Menurut Idwar, karet termasuk potensi tanaman unggulan di Kalbar. "Masyarakat terutama di pedalaman telah terbiasa dalam mengelola karet," katanya.
Selain itu, karet melibatkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Jumlah areal tanaman karet di Kalbar sekitar 466.445 hektare dengan jumlah petani 243.745 kepala keluarga. Sementara sawit berkisar 80 ribu kepala keluarga. Skala kepemilikan lahan untuk perkebunan karet oleh petani antara 1 - 2 hektare.
"Petani sebenarnya memiliki peluang untuk menambah areal usahanya. Ini harus diantisipasi pemerintah kabupaten/kota kalau ada investasi skala besar di karet," kata Idwar.
Hingga akhir 2007, pemerintah kabupaten/kota di Kalbar telah menerbitkan info lahan seluas 4,6 juta hektare lahan untuk perkebunan sawit. Angka ini naik cukup tinggi dibanding awal 2007 Setelah mendapat info lahan, pemohon harus mengurus izin lokasi, mempersiapkan analisa mengenai dampak lingkungan apakah layak atau tidak sebelum memperoleh izin usaha perkebunan. Meski info lahan yang diterbitkan amat luas, namun realisasi penanaman sawit di Kalbar sekitar 10 persen atau 400 ribu hektare.
"Info lahan seluas 4,6 juta hektare itu masih dalam koridor aman untuk target 1,5 juta hektare sawit di Kalbar," katanya. Ia menambahkan, terkait pemberian izin perkebunan sawit, Pemprov Kalbar mengingatkan kabupaten/kota untuk tidak mengarahkan ke lahan-lahan baru. "Gunakan lahan-lahan yang sudah pernah diberikan sebelumnya namun tidak dimanfaatkan," kata Idwar. FOTO by Mering

Baca Selengkapnya..

Kalbar Tolak Program Bantuan Langsung Tunai

Antara/Borneo Tribune, Pontianak


KALIMANTAN Barat meminta Pemerintah Pusat tidak lagi menggulirkan program bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2009 untuk penduduk miskin di luar Pulau Jawa guna mencapai target penurunan kemiskinan 8,2 persen.
"Kalau bisa, jangan lagi BLT disalurkan karena menimbulkan banyak persoalan," kata Gubernur Kalbar, Cornelis saat membuka Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang ) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RPKD) Provinsi Kalbar di Pontianak, Kamis.

Berdasarkan pengalaman penyaluran BLT tahun-tahun sebelumnya, banyak berujung kepada aksi demonstrasi warga ke bupati, walikota hingga Kantor Pos setempat. Selain itu, penyalurannya banyak yang tidak tepat sasaran.

"Banyak yang mengambil BLT itu punya telepon selular dan sepeda motor yang bagus. Mereka ini pula yang paling garang berdemonstrasi kalau tidak mendapat jatah BLT," katanya.

Menurut Cornelis, lebih baik bantuan untuk penduduk miskin diberikan dalam bentuk "pancing", bukan "ikan". "Jangan beri uang kontan, setuju?" kata Cornelis setengah bertanya di hadapan bupati/walikota se-Kalbar dan ratusan pejabat yang memenuhi Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar. Pertanyaan itu langsung dijawab "setuju" oleh semua yang hadir.

Ia menambahkan, kalau pun tetap dilaksanakan, harus dilakukan pendataan ulang penduduk miskin dengan melibatkan kepala desa, lurah di daerah masing-masing, dan menggandeng petugas Badan Pusat Statistik (BPS).

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalbar, Ida Kartini menyatakan, bantuan untuk masyarakat akan lebih tepat kalau diberikan dalam bentuk usaha produktif.

"Setiap penerima harus kreatif sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima pasar," kata Ida Kartini. Dampak ikutan yang dirasakan akan semakin besar kalau masyarakat yang terlibat juga semakin banyak.

Meneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, usai pengarahan Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) di Jakarta, Rabu (9/4), mengungkapkan bantuan tunai langsung (BLT/cash transfer) mungkin akan diluncurkan kembali pada 2009 di luar Pulau Jawa, jika pemerintah ingin mencapai target penurunan kemiskinan 8,2 persen.

"Kenapa dilakukan BLT? Ini harus dipahami terutama pada daerah yang angka kemiskinannya tinggi tapi penduduknya sedikit. Ini di luar Jawa," kata Paskah.

Menurutnya, jumlah penduduk miskin di pulau Jawa terlalu besar sehingga mereka akan diarahkan dengan bantuan langsung yang dikaitkan dengan penciptaan lapangan kerja yaitu "transfer cash for work" (bantuan tunai untuk kerja).

Baca Selengkapnya..

West Kalimantan Police Arrest Illegal Logging Suspect In Ketapang

Antara/Borneo Tribune, Ketapang


WEST Kalimantan Police arrested an illegal logging suspect identified as `Am` on Saturday (April5 ).
"`Am` was arrested while driving with a colleague from Jungkat heading for Pontianak at 10.30 pm Western Indonesian Time (WIB) on Saturday," West Kalimantan Police Chief Brig Gen Zainal Abidin Ishak said at a press conference here on Monday.

Police would continue to hunt two other suspects, identified as `As` and `Au`, for their alleged involvement in illegal logging activity in West Kalimantan province, he said. `
Am` was believed to be the person in the illegal logging syndicate tasked with bribing local authorities such as police, military, marine security and forestry service officers.
Six Ketapang District police officers suspected of having colluded with the illegal loggers were currently also under investigation.
West Kalimantan Police have so far named 26 people as suspects in illegal logging cases, consisting of 14 boat crew members, six officers of the Ketapang transportation service, eight illegal log owners (two of them still at large), and one mediator between illegal logging financiers and loggers.
The police had earlier seized around 12,000 cubic meters of illegal logs worth about Rp208 billion which were about to be smuggled to Malaysia from Muara Sungai Pawan, Ketapang District, West Kalimantan.

Baca Selengkapnya..

Friday, April 11, 2008

FRIENDSHIP WEEK



APAKAH Anda tahu hubungan antara 2 biji mata Anda? Mereka berkedip bersama, bergerak bersama, menangis bersama, melihat bersama dan tidur bersama meskipun mereka tidak pernah melihat antara satu sama lain... sebuah hubungan seharusnya seperti itu... hidup bagai neraka tanpa kawan... hari ini adalah hari "MINGGU KAWAN SEDUNIA"...

siapa kawan Anda? kirim message ini tuk semua kawan Anda termasuk saya jika saya salah seorang kawan Anda... lihat berapa banyak Anda dapat balik dari mereka... jika Anda mendapat lebih daripada 3, itu berarti Anda adalah seorang kawan yang penyayang...SELAMAT HARI KAWAN SEDUNIA (FRIENDSHIP WEEK)!!

Baca Selengkapnya..

Sunday, April 6, 2008

Kejahatan Kemanusiaan


Oleh Tanto Yakobus


ADA yang menarik dalam diskusi dengan ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, yang berlangsung di kantor Redaksi Borneo Tribune, Sabtu (5/4) akhir pekan kemarin.

Dalam diskusi mengenai ekonomi global Indonesia itu, yang menarik bagi saya bukannya ulasan Faisal soal ekonomi makro Indonesia yang masih tidak menentu, tapi soal kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah pusat (Jakarta) terhadap kekayaan daerah di seluruh Indonesia.
Menurut Faisal, Indonesia ini memang negara yang tidak adil. Segala kekayaan yang berupa sumber daya alam mulai dari kayu hingga isi perut bumi yang berupa bahan tambang dan minyak bumi, semua dikerok untuk membangun Jawa.
“Semua kekayaan atau potensi itu diangkut untuk menumpuk pembangunan di Jawa (Jakarta) dan hasilnya pun orang di Jawa yang menikmatinya. Karena memang disana manusianya menumpuk,” ulas Faisal.
Dalam kasus seperti ini, pemerintah sudah melakukan dua kali kejahatan kemanusiaan, sudahlah kekayaan daerah dikerok dan diangkut ke Jakarta, yang menikmatinya juga orang-orang yang ada di sana. Sementara daerah hanya kebagian 10 persen dari bentuk pengembalian pajak.
Itulah yang menyebabkan ketimpangan pembangunan pusat dan daerah. “Kan Kasihan daerah yang memiliki banyak sumber daya alam, sementara dia miskin dalam pembangunan, termasuk manusianya juga miskin—ibarat tikus mati kelaparan di lumbung padi, itulah kira-kira,” kata mantan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) di era Amien Rais itu.
Kejahatan lainnya, kata Faisal, selain pemerintah yang melakukan pengerokan kekayaaan daerah termasuk punggutan berupa pajak yang harus disetor ke Jakarta, juga para pengusaha. Puluhan bahkan ratusan perusahaan besar yang beroperasi di daerah, mereka melakukan eksploitasi sumber daya alam apakah bentuk HPH, tambang, perkebunan mulai dari skala kecil hingga besar. Mereka semua berkantor pusat di Jakarta.
Kondisi seperti ini secara otomatis mereka juga turut mengangkut kekayaan daerah dan menumpuknya di Jakarta pula. Maka tak heranlah, infrastruktur di daerah sulitnya bukan main, jembatan hanya bisa dihitung sebelas jari. Sedangkan di Jakarta jembatan layang silang menyilang.
“Mereka berkerja di daerah, tapi membayar pajak di Jakarta. Celakanya mereka pula yang menikmati subsidi bahan bakar minyak oleh pemerintah itu. Coba berapa banyak pimpinan atau karyawan perusahaan yang menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Lalu bandingkan dengan mayarakat, berapa yang menggunakan kendaraan tadi? Lalu siapa sebenarnya yang menikmati subsidi itu,” kata Faisal lagi.
Diskusi yang berlangsung selama tiga jam itu mengalir tanpa batas. Walau Faisal seorang ekonom, tapi dia tidak alergi mendiskusikan persoalan politik. Menurutnya, dari berbagai survei yang dilakukan berbagai lembaga independen, untuk pemilu presiden 2009, belum ada tokoh yang sanggup menandingi popularitas SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Megawati, Jusuf Kalla masih jauh di bawah.
Jawaban masyarakat atas survei tersebut, dalam bidang politik dan demokrasi, masyarakat yang merasakan sudah berjalan dengan baik. Demikian juga dengan masalah keamanan, masyarakat merasa Indonesia sudah jauh lebih baik dan aman hidup di Indonesia.
Pun demikian soal penengakan hukum dan pemberantasan korupsi, semua sudah berjalan walau belum sepenuhnya dilakukan. SBY tidak ada masalah dengan keamanan, demokrasi dan pemberantasan korupsi. Cuma yang menjadi kelemahan SBY hanyalah masalah ekonomi. “Bila SBY ingin terpilih lagi, tidak ada jalan lain, dia harus membenahi masalah ekonomi ini,” tegas Faisal.
Faisal Basri juga melihat fenomena lain yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebetulnya yang merasakan kesulitan ekonomi sekarang ini adalah masyarakat di perkotaan terutama di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Sebab di sana terjadi penumpukkan manusia dan disana pulalah terjadi penumpukan kemiskinan.
Dengan harga barang yang naik, daya beli masyarakat jadi rendah. Sebetulnya itu tidak terjadi di daerah terutama di daerah pedalaman yang memiliki mata pencaharian seperti petani karet, kakao, lada dan sebagainya.
Ambil contoh karet saja kata Faisal, di Medan saya bertemu dengan petani karet, harganya mencapai Rp10 ribu perkilogramnya, sedangkan beras kualitas terbaik harganya masih dibawah harga karet tersebut, berkisar antara Rp7-8 ribu perkilogramnya.
Apalagi harga kakao, lada dan komoditas lainnya. Fenomena ini menunjukkan yang merasakan kesulitan ekonomi hanya mereka yang tinggal di perkotaan yang tidak punya pekerjaan alias pengangguran. Sedangkan bagi petani, kondisi sekarang ini justru menguntungkan mereka, ulas Faisal.□

Baca Selengkapnya..

Thursday, April 3, 2008

Tenun Ikat Dayak Sudah Langka


KITA mengenal begitu banyak ragam tenun di Indonesia, namun ada kain tenun yang sudah mulai langka di temukan di nusantara ini. Adalah kain tenun ikat dari Suku Dayak di Kalimantan (Borneo), kain tenun ikat tersebut, termasuk tenun yang paling indah
di dunia. Saking indahnya, kain tenun ikat Dayak banyak digemari masyarakat manca negara. Namun sayang belum ada yang mengelola pasar potensial tersebut, akibatnya, kini beradaannya semakin langka.

Di Kalimantan Barat (West Borneo) saja misalnya, kain tenun ikat Dayak hanya ditemukan di Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu lagi. Padahal dulunya kain tenun ikat Dayak ini hampir dikenal masyarakat di seluruh Kalbar.
Untuk mengobati rasa penasaran, Anda boleh berkunjung ke arena Nusantara Expo 2008 yang dipusatkan di Pontianak Convention Centre (PCC). Pameran yang berlangsung dari tanggal 2 hingga 6 April 2008 tersebut menampilkan berbagai hasil kerajinan dari usaha kecil menangah (UKM) di Nusantara ini.
Endang SSN, dari PT Prima Cipta Mandiri, selalu EO pameran mengatakan pameran nasional produksi dalam negeri dan gelar produksi UKM Provinsi Kalbar ini bukan saja berkeinginan untuk memperluas pasar bagi produksi unggulan daerah, tapi juga ingin menunjukkan kepada masyarakat luas, ternyata banyak hasil produk kita yang mulai langka, termasuk kain tenun ikat Dayak. Dan itu perlu dilestarikan, katanya.
Pada masa lalu, usai berladang, kala santai, menenun menjadi salah satu kegiatan yang dapat membunuh rasa bosan serta menghasilkan uang. Sehingga, banyak kaum wanita Dayak yang melakukannya. Mereka juga belajar secara autodidak.
Sama dengan alat tenun pada umumnya. Suku Dayak menggunakan gedok sebagai sarana mereka untuk menenun. Satu bulan merupakan waktu yang biasanya mereka butuhkan untuk menyelesaikan selembar kain tenun. Namun, jika dilakukan secara insentif, cukup hanya dua minggu.
Seperti kain tenun lainnya, tenun ikat Dayak butuh waktu pengerjaan yang cukup lama. Mulai pemintalan benang pewarnaan, memasukkannya satu per satu ke alat yang dinamakan gedo, sampai dengan pencipta motif.
Namun, proses panjang tesebut membuahkan hasil yang memuaskan pula. Tenun ikat suku Dayak mampu menembus pasar Eropa. Harga yang terbilang cukup murah, sekitar Rp.750.000 semakin memanjakan penggemarnya. Tapi sangat disayangkan, keberadaannya kini kian langka. Agar tetap ada, tugas wanita muda Dayaklah untuk mempertahankan tenun ikat Dayak tersebut agar tetap ada.□

Baca Selengkapnya..