BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, December 31, 2008

Selamat Datang Tahun 2009


Oleh Tanto Yakobus

Tak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2008. Hari ini adalah hari terakhir kita berada di tahun tikus dan besok kita sudah memulai hidup di tahun kerbau, tahun 2009.

Tahun tikus kita lewati dengan berbagai macam kejadian; ada duka namun ada juga sukanya. Duka, kita dihadapkan dengan berbagai macam bencana alam, wabah penyakit dan puncaknya krisis financial global yang dampaknya dirasakan langsung para petani karet dan sawit.
Sedangkan sukanya, kita bisa melewati tahun 2008 dengan selamat, tak ada lagi teror bom. Kita bisa dengan tenang merayakan hari-hari besar keagamaan. Dan sedikit hiburan, pemerintah akhirnya menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Penurunan harga BBM adalah sejarah, karena hanya terjadi di era Presiden SBY ini. Sebelumnya tidak pernah terjadi.
Dan memasuki tahun kerbau di 2009, banyak harapan yang kita gantung di sana. Mulai dari kemurahan rezeki, hingga kehidupan yang layak. Dan yang paling diharapkan semua orang tahun 2009 ini kita semua dapat melewatinya dengan berbagai prestasi, baik di dunia pendidikan, pemerintahan dan tak terkecuali bidang dunia usaha.
Kita ingin tahun 2009 adalah tahun prestasi bagi kita semua, sebab kita ketahui di tahun 2009, banyak hal-hal yang bisa saja terjadi. Maklum tahun yang sudah di depan mata itu adalah tahun kerja politik. Dua agenda besar bakal terjadi, yakni pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Kita berharap semoga dua agenda besar negeri ini bisa berjalan dengan mulus. Tanpa ada keributan, gontok-gontokan diantara masyarakat dan yang tak kalah pentingnya, bagaimana supaya keharmonisan itu tetap terjaga di tengah-tengah masyarakat yang majemuk ini. Selamat datang tahun 2009.

Baca Selengkapnya..

Monday, December 22, 2008

Serangan Darat dan Udara


Oleh Tanto Yakobus

Istilah serangan darat dan udara lazim kita dengar di kalangan militer. Mereka biasa menggunakan istilah tersebut dalam medan pertempuran. Serangan darat terutama oleh infantri, kaveleri, artileri yang didukung alat-alat berat macam tank dan sebagainya.

Sedangkan serangan udara, jelas mengandalkan pesawat-pesawat tempur nan canggih yang dilengkapi anti radar dan anti bom. Dua arah serangan ini sangat ampuh dalam melumpuhkan dan mengalahkan lawan (musuh) di medan perang.
Menjelang pemilu 9 April 2009, dua istilah tersebut juga dipakai kalangan partai politik. Mereka sengaja menggunakan istilah militer tersebut dalam mencapai sasaran dan target yang diinginkan.
Apakah istilah tersebut dipakai, karena rata-rata petinggi partai politik di negeri ini purnawirawan? Atau memang sengaja menggunakan istilah tersebut karena medan pertempurannya sama rumitnya dengan medan pertempuran sesungguhnya di dunia militer?
Fungsionaris partai dan para caleg harus keluar masuk kampung, bahkan rela berjalan kaki puluhan kilometer menemui kontituennya. Mereka tidak mengenal siang dan malam untuk terus melakukan sosialisasi kepada kontituennya.
Karena beratnya ’medan politik’ yang harus ditempuh baik secara fisik (keluar masuk kampung) maupun opini (kampanye positif dan negatif), memaksa para petinggi partai menempuh cara-cara yang lazim digunakan kalangan militer.
Bentuk serangan darat ala partai itu adalah sosialisasi lewat bendera partai, spanduk, baliho, poster, stiker dan famflet-famflet yang bertebaran di mana-mana. Terutama di daerah yang strategis, tempat keramaian dan perempatan lampu merah. Dan hampir setiap kampung sekarang sudah berhiaskan baliho dan spanduk partai maupun caleg.
Baliho dan spanduk tersebut selain memuat lambang dan nomor urut partai, juga terpajang foto caleg yang dilengkapi dengan tulisan tertentu bernada himbauan maupun ajakan dari partai maupun caleg. Umumnya tulisan itu singkat dan lucu-lucu. Entahlah apakah masyarakat paham dengan tulisan tersebut.
Sedangkan serangan udara, bisa dalam bentuk iklan di televisi, radio, SMS, telegram maupun surat kabar dan majalah. Serangan udara ini agak mahal biayanya, maka tak heran hanya partai-partai tertentu saja yang sanggup melakukan serangan udara itu.
Kasarnya, hanya partai mapan dan berduitlah yang sanggup melakukannya. Mereka rela merokohkan koceh miliaran rupiah membuat iklan promosi di media elektronik maupun cetak. Sedangkan bagi partai baru dan keuangan pas-pasan, mereka hanya berharap sosialisasi para calegnya saja. Selebihnya, pasrah sembari menunggu hasil akhir pemilu 9 April 2009 mendatang.
Serangan udara, senjata paling ampuh dan cepat mempengaruhi masyarakat pemirsa. Bila menyaksikan iklan partai tertentu di televisi, seketika opini terbentuk di benah masing-masing. Ada yang langsung merespon dan ada pula yang pura-pura menikmati iklan tersebut.
Beruntunglah partai yang mampu memaksimalkan serangan udara ini, sebab pengaruhnya langsung dirasakan publik. Beberapa lembaga survei membuktikan, poluraritas tokoh maupun partai signifikan dibentuk lewat iklan yang dibuatnya, termasuk seberapa sering iklan tersebut ditayangkan di media elektronik maupun cetak. Nah, siapa yang pandai memaksimalkan serangan darat maupun udara ini, dialah yang menjadi pemenang pada pemilu 2009 mendatang.

Baca Selengkapnya..

Sunday, December 21, 2008

Damai Natal


Oleh Tanto Yakobus

Tanggal 25 Desember, umat Kristiani di seantero dunia merayakan Hari Raya Natal. Natal biasanya dimaknai dengan kebaruan dalam simbol kelahiran bayi Yesus di kandang hewan di Kota Betlehem. Dan bagi kita sekarang ini, Natal adalah kelahiran kembali diri kita dengan segala hal yang baik dan hidup yang lebih damai.

Bagi sebagian besar keluarga Kristiani, merayakan Natal bukan sekedar menjalankan ritual keagamaan, tetapi juga berpesta dan bersukaria, saling bertukar hadiah dan acara berkumpul keluarga.
Namun dalam pesan Natal 2008 yang disampaikan bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) yakni "Hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang" kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.
Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia.
Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya, demikian pesan Natal tersebut.
Dalam pesan Natal itu juga disebutkan, peristiwa Natal itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.
Kita sebagai umat Kristiani hendaknya memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian.
Setiap umat Kristiani juga bisa memilih teladan dari peristwa Natal, akankan meneladani Herodes atau Tiga Orang Majus yang mencari kebenaran? atau pula kesabaran dan kesederhanaan Maria dan Josef?
Natal adalah terang yang dapat mengalahkan kegelapan. Natal juga lambang untuk membangun hidup yang baru.

Baca Selengkapnya..

Friday, December 19, 2008

Masihkan Sawit Primadona?


Replanting perkebunan sawit milik PTPN 13 di Ngabang. FOTO AA Mering/Borneo Tribune
===========
Oleh Tanto Yakobus

Sepuluh tahun terakhir, komoditas kepala sawit menjadi primadona di Indonesia. Sebagai daerah tropis, tanaman sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia. Melihat potensi itu, pemerintah terutama jaman orde baru membalak hutan besar-besaran untuk dijadikan perkebunan sawit. Hasilnya, munculah perkebunan kelapa sawit skala besar di Sumatera yang dimotori oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).

Perusahaan milik negara itu membuka hampir separoh luas Sumatera Utara dan merembet ke Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Selanjutnya ekspansi ke pulau Kalimantan.
Kini hampir semua Kalimantan ada perkebunan sawit baik oleh BUMN, BUMD, PMA maupun swasta murni. Dan di Kalimantan Barat sendiri, hampir seluruh kabupaten dimasuki perkebunan kelapa sawit.
Sebetulnya di kalangan masyarakat kita, perkebunan sawit bukanlah dewa penyelamat, tapi justru sesuatu yang menakutkan. Lihat saja penolakan terhadap kehadiran perkebunan kelapa sawit terjadi dimana-mana.
Penolakan itu, karena masyarakat trauma dengan kejadian masa lampau. Masyarakat kecewa setelah menyerahkan lahan sekian hektare, tapi tidak mendapatkan apa-apa. Masyarakat justru berhutang dengan perusahaan untuk mendapatkan kembali tanah dua hektar. Bahkan bila dibandingkan dengan warga yang selama ini mengandalkan penghidupan dari perkebunan karet, kondisi mereka yang terlanjur menyerahkan lahan kepada perusahaan sawit jauh lebih memprihatinkan.
Didampingi sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kini masyarakat lokal melakukan ’perlawanan’ dengan menolak kehadiran perkebunan sawit di daerah mereka.
Sementara pihak perusahaan sendiri yang sudah terlanjur eksis, kini justru sangat terpukul dengan krisis keuangan global di Amerika Serikat. Krisis tersebut membuat komoditas sawit jatuh. Akibatnya, petani malas panen karena harganya tidak sesuai.
Kondisi itu bukan hanya merugikan pihak petani saja, tapi juga buruh banyak di PHK, perusahaan mengurangi biaya produksi dengan menekan berbagai biaya demi penghematan.
Dengan kondisi ini, apakah kita masih melihat perkebunan kelapa sawit sebagai primadona pendapatan daerah maupun negara?
Kondisi itu membuat Gubernur Kalbar, Cornelis, mengingatkan pengusaha sawit agar bersaing secara sehat dan menjalankan usaha sesuai dengan hati nurani. Gubernur tidak ingin persaingan antar perusahaan sawit justru masyarakat yang dikorbankan. Hal itu ditegaskan Cornelis ketika melantik pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) daerah Kalbar periode 2008-2011, kemarin. Kita juga berharap kehadiran GAPKI bisa memperbaiki sistem penyerahan lahan maupun kesejahteraan petani sawit itu sendiri. Semoga.

Baca Selengkapnya..

Thursday, December 18, 2008

Tergencet Kepentingan


FOTO Jessica Waysang/Borneo Tribune
==============
Oleh Tanto Yakobus

Sudah dua pekan lebih kita menikmati harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium turun. Dan pada 14 Desember 2008 lalu, Presiden SBY kembali mengabarkan penurunan harga BBM untuk kedua kalinya. Artinya, dalam dua pekan dua kali penurunan BBM. Dari Rp6.000 perliter turun menjadi Rp5.500 dan kini Rp5000. Penurunan premium ini diikuti solar yang semula Rp5.500 menjadi Rp4.800 perlitarnya.

Sebagai orang awam, tentu kita sangat antusias menyambut penurunan harga BBM ini, karena kita selalu menilai kenaikan harga semua jenis barang pemicunya kenaikan harga BBM. Jadi dengan turunnya harga BBM tersebut, kita berharap diikuti penurunan harga berbagai jenis barang kebutuhan pokok masyarakat, termasuk jasa angkutan transportasi darat maupun laut.
Tapi kenyataannya, hingga hari ini tidak ada perubahan harga berbagai bahan kebutuhan pokok tersebut, bahkan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru ini, harganya justru merangkak naik.
Ini sungguh bertentangan dengan harapan kita tadi. Padahal dengan penurunan BBM premium dan solar tersebut, setidaknya bisa memicu pergerakan sektor ril masyarakat.
Sebab logikanya, dampak dari penurunan harga BBM tersebut kegitan sektor ekonomi masyarakat sudah mulai jalan, meskipun tidak semuanya dipengaruhi penurunan harga BBM, bahkan ada beberapa sektor lain justru masih berat, terutama harga alat dan suku cadang mesin industri yang berimbas pada jasa transportasi darat maupun laut.
Yang teriak sekarang justru pengusaha angkutan yang mengeluhkan mahalnya spare part, sehingga mereka tidak bisa merespon keingingan masyarakat untuk menurunkan tarif angkutan umum yang sudah terlanjur naik menyusul kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.
Namun bagi pemerintah, penurunan harga BBM ini dengan harapkan bisa membantu masyarakat dalam mengatasi beban hidupnya yang semakin berat. Sehingga pemerintah berharap penurunan harga BBM di dalam negeri positif dengan harga internasional. Bila ada perbedaan itu menjadi masukan bagi pemerintah.
Tapi apabila harga BBM di dalam negeri lebih rendah dari harga pasar internasional, maka pemerintah akan membayar subsidi sesuai UU No. 41 Tahun 2008 Tentang APBN 2009. Subsidi ini akan tetap dilakukan untuk solar, premium dan minyak tanah, demikian kata Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati.
Terlepas dari itu semua, kita berharap para pelaku pasar, terutama yang bergerak di sektor ril agar merespon kebijkan pemerintah itu dengan action di lapangan. Kita ingin semua barang murah. Jangan sampai pemerintah sudah menurunkan harga BBM, tapi pelaku pasar atau pengusaha masih belum menurunkan harga sembako dan yang lain-lain. Ujung-ujungnya pemerintah lagi disalahkan. Padahal yang menetukan harga pasar itu adalah pelaku usaha dengan mempertimbangan biaya produksi dan transportasi.
Bila kondisi itu tidak berubah, maka percuma saja pemerintah menurunkan harga BBM, toh yang mengkonsumsi BBM adalah orang-rang kaya yang punya kendaraan. Sedangkan kita rakyat jelata tetap saja menderita. Itulah kita dalam memandang BBM, naik salah turun salah. Naik turunnya harga BBM kita tetap saja tergencet oleh berbagai kepentingan itu.

Baca Selengkapnya..

Wednesday, December 17, 2008

Akreditasi Ijazah CPNS


Oleh Tanto Yakobus

Rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) Desember 2008 ini merupakan peluang emas bagi puluhan ribuan angkatan kerja atau para pencari kerja yang baru keluar dari pendidikan. Mulai dari pendidikan menengah hingga perguruan tinggi, setiap tahunnya meluluskan ribuan alumninya.

Namun sayang, pada rekrutmen kali ini ada syarat yang menganjal langkah mereka untuk ikut tes CPNS, terutama bagi perguruan tinggi swasta. Agar bisa ikut tes CPNS, mereka harus mengantongi akreditasi dari perguruan tinggi negeri di wilayah tersebut.
Akibat syarat akreditasi ini, banyak keluhan hampir di semua level yang membuka lowongan CPNS. Keluhan terutama dari para pelamar yang rata-rata mengantongi ijazah Diploma dua (D-2)--pendidikan guru sekolah dasar (PGSD)—yang hampir ada di setiap kabupaten di Kalbar ini.
Kita bisa memaklumni daerah yang membuka program PGSD tersebut. Itu sebagai antisipasi suatu saat terjadi kekurangan guru sekolah dasar. Sebab memasuki tahun 2009 hingga 2013 puluhan ribu guru sekolah dasar di Kalbar memasuki masa pensiun.
Sebab rata-rata guru yang diangkat tahun 1970-an hingga 1980-an—bagi sekolah Inpres pada masa itu, kini sudah masuk usia pensiun. Agar tidak terjadi stagnasi guru pada sekolah dasar tersebut, hampir semua kabupaten mempersiapkan guru dengan membuka program PGSD.
Namun sayang, ketika ada pembukaan PNS, mereka yang mengantongi ijasah PGSD dan Diploma lainnya ditolak panitia panerimaan CPNS. Kasus ini menimpa semua kabupaten di Kalbar. Tapi mereka masih punya kesempatan mendaftar, asalkan bisa mengantongi akreditasi dari perguruan tinggi negeri. Dan satu-satunya perguruan tinggi yang bisa mengeluarkan akreditasi itu hanyalah Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak.
Belajar dari kasus ini, kita bisa memahami bahwa bagi calon pelamar melihat peluang sudah di depan mata, namun lewat begitu saja. Alangkah kesalnya mereka. Padahal mereka sangat berharap bisa menjadi PNS—yang dicita-citakannya sejak kecil.
Di satu sisi kita harus memahami mengapa perlu akreditasi. Sebab belakangan ini orang dengan mudah memperoleh ijazah baik D-2 maupun S-1 lewat lembaga-lembaga pendidikan tertentu. Orang dengan mudah mendapat gelar tanpa harus susah payah kuliah. Orang dengan mudah mendapatkan ijazah tanpa susah payah mengikuti ujian. Walau sekarang ada penegasan pemerintah tidak mengakui gelar tertentu, namun bagi sebagian orang, ada celah untuk mendapatkan gelar dan ijazah tersebut.
Ijazah dan gelar ini memang asli, karena selain menggunakan gelar bahasa Indonesia juga dikeluarkan oleh lembaga resmi pula. Entah bagaimana caranya, yang jelas cukup banyak orang menggunakan jalur ini. Jaman serba instan ini, orang lebih senang menemnpuh cara ’kilat’ untuk mendapatkan ijazah dimaksud. Bahkan ada dari kalangan Dewan menggunakan jalur ’kilat’ untuk mendapat gelar dan ijazah asli tapi dengan cara palsu tersebut.
Itulah salah satu mengapa pentingnya akreditasi bagi pemegang ijazah-ijazah tertentu. Kita tidak mau lagi kecolongan. Setelah seseorang dinyatakan lulus, baru ribut mempersoalkan ijazah yang digunakanya.
Dan syarat akreditasi itu terutama ditujukan kepada perguruan tinggi swasta (PTS), walau sekarang sudah ada akreditasi program studi pada perguruan tinggi yang dilakukan badan akreditasi nasional (BAN) terhadap perguruan-perguruan tinggi swasta tersebut. Namun akreditasi tetap penting dilakukan, terutama dalam rekrutmen CPNS. Kita ingin CPNS yang lulus itu betul-betul memenuhi standar, agar kelak di dunia kerja dia bisa kerja sesuai keahliannya. Bukan sebaliknya justru membebani keuangan negara, karena masyarakat setiap bulan harus mengaji mereka dengan pajak yang dibayarkan itu. Itulah salahsatu esensi akreditasi.

Baca Selengkapnya..

Kunjungan Budaya MADN ke Sarawak dan Sabah


KENANGAN
Ketua MADN Kalbar, BL Atan Palil, ketika mendampingi Ketua Umum MADN, Agustin Teras Narang membawa rombongan DAD dan MADN melakukan kunjungan budaya ke Sarawak dan Sabah, Malaysia Timur. FOTO Dokumentasi MADN
==============

Oleh Hentakun

Membangun kebudayaan strategis adalah membangun hubungan harmonisasi antara negara di dunia. Diharapkan melalui kebudayaan jembatan antara bangsa dapat terbangun dengan baik. Untuk itu, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dan Dewan Adat Daerah (DAD) provinsi dan sejumlah kabupaten melakukan kunjungan budaya ke Sarawak, Sabah, Kuching dan Kinibalu, (4-7/12).

Rombongan dipimpin langsung Ketua MADN, Agustin Teras Narang yang juga Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng). Mereka disambut Menteri Pelancongan, Kebudayaan dan Alam sekitar Sabah Yb. Datuk Masidi Manjun didampingi Ybg. Datuk Wilfred Madius Tangau, Pengurus Lembaga Kebudayaan Sabah. Sedangkan di Sarawak diterima Presiden SDNU Mr. Mengga Mikui.
Ketua MADN Kalbar, BL Atan Palil didampingi Bendahara MADN Marselina Breman Soeryamasseka, pengurus Sekberkesda Kalbar, Yosef Odillo Oendoen dan Jhon Roberto Panurian di rumah betang Jalan Sutoyo menyampaikan, kunjungan kebudayaan ini merupakan kunjungan yang pertama kali sejak adanya organisasi masyarakat adat Dayak. “Tujuan kunjungan ini untuk menambah keakraban hubungan masyarakat Dayak Kalbar, Indonesia dan Sarawak, Malaysia,” jelasnya.
Khusus pertemuan MADN dan Sarawak Dayak National Union (SDNU) di Kuching membahas dan merampungkan kerjasama antara MADN dengan SDNU dalam bidang ekonomi antara lain menjajaki masalah Carbn Trading dan pembangkit listrik tenaga Mikro Hidro.
Di bidang peningkatan mutu manusia berupa pengiriman mahasiswa strata 2 (S-2) ke Kuching Sarawak, dan meminta kepada SDNU Sarawak membentuk service centre untuk membantu kesulitan TKI yang mendapatkan perlakuan kurang adil dari majikannya di Sarawak. Di bidang seni budaya, kedua masyarakat dari dua kawasan serumpun berupaya mengangkat mutu seni budaya dengan melakukan kolabrasi kesenian dan kebudayaan dengan berbagai kunjungan muhibah kebudayaan dalam rangka membantu pemerintah menciptakan kerjasama yang harmonis antara masyarakat kedua kawasan.
Pada kesempatan pertemuan itu, menurut Jhon, ditampilkan pula berbagai tarian daerah dari kedua negara yang bersuku sama, dalam bentuk tari-tarian seperti Tari Balian Dadah dan Ngajat yang dibawakan seniman Dayak Kalbar, serta lagu Jubata dan puisi yang asli Kalbar dibawakan oleh Dayak Malaysia.
Atan menambahkan, program ini lebih jauh akan dibentuk sebuah tim kerja bila MoU-nya sudah ditandatangani, sebagai upaya membantu pemerintah dalam bidang pembangunan khususnya di Pulau Borneo ini. Dengan harapan bisa terciptanya keharmonisan antar etnis Dayak di beberapa negara yang selalu mengalami panas dinginnya hubungan gara-gara persoalan perbatasan.□

Baca Selengkapnya..

Kalbar Tampil di Pagelaran Seni se-Borneo

Oleh Tanto Yakobus

Tim kesenian Kalimantan Barat yang bergabung dalam Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) Kalimantan Barat akan tampil dalam Pagelaran Seni se-Borneo di Kuching dan Sabah, Malaysia Timur pada 4 dan 7 Desember 2008.

“Rabu (3/12) besok rombongan kesenian Kalbar akan berangkat ke Kuching untuk mentas membawakan kesenian khas daerah Kalbar terutama dari etnis Dayak dalam rangka Pagelaran Seni se-Borneo,” jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekberkesda Kalbar, Tarsisius Ifan Sabandap, Selasa (2/12).
Menurut pria yang akrab disapa Ifan itu, anggota rombongan kesenian Kalbar tidak hanya dari Sekberkesda, tapi juga dari Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalbar, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN). Dan rombongan kesenian Kalbar ini akan berada di Kuching hingga tanggal 8 Desember mendatang.
Selain mentaskan seni se-Borneo, kehadiran pengurus DAD dan MADN juga guna menjalin kerjasama dengan masyarakat Dayak baik di Malaysia maupun di Brunai Darussalam. “Kita ingin lebih mempererat ikatan kekeluargaan maupun kerjasama dalam arti yang lebih luas,” katanya.
Pada kesempatan yang baik ini kata Ifan, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada Ketua Umum MADN, Agustin Teras Narang—yang juga Gubernur Kalimantan Tengah yang telah memfasilitasi keberangkatan rombongan kesenian Kalbar ke Malaysia.□

Baca Selengkapnya..

Tuesday, December 16, 2008

Spanduk dan Baliho Caleg Hiasi Kota Sekadau


Oleh Hermanus Hartono

Menghadapi pemilu 9 April 2009, masing-masing parpol lewat para caleg yang bakal bertarung untuk memperebutkan 25 kursi di DPRD Sekadau. Mereka mulai gencar melakukan sosialisasi dan mengkampanyekan dirinya dengan memasang spanduk dan baliho di berbagai ruas jalan dan tempat-tempat strategis.

Sosialisasi partai sekaligus kampanye bakal calon anggota legislatif menyusul dimulainya masa sosialisasi dan kampanye semakin menyemarakkan hawa iklim demokrasi yang terlihat mulai spektakuler di Bumi Lawang Kuari ini.
Pemasangan spanduk dan baliho tidak hanya di dalam kota, tetapi juga di daerah pedalaman. Tentunya pemasangan alat peraga kampanye tersebut di tempat-tempat khusus yang telah direkomendasikan untuk tempat pemasangan alat peraga kampanye oleh pihak berkompeten.
Tampak di setiap persimpangan jalan dan tempat-temnpat strategis di dalam kota mulai di penuhi oleh atribut partai, belum lagi setiap sekretariat partai yang berkedudukan di kota kabupaten.
“Semakin hari semakin bertambah saja atribut partai dan baliho caleg yang menghiasi kota Sekadaui,” tutur Sabas warga Sekadau.
Pemasangan dan penyebaran atribut partai dan baliho calon anggota legislatif yang sudah mulai bertebaran ini tidak menyalahi ketentuan, pasalnya KPU sebagai lembaga negara yang independent telah menetapkan masa kampanye dan sosialisasi parpol beberapa hari sejak penentapan parpol peserta pemilu beberapa waktu lalu.
Namun yang harus di perhatikan menurut Hendra, letak pemasangan, apakah sesuai dengan keputusan yang di tetapkan oleh kepala daerah mengenai lokasi dan tempat pelaksanaan kampanye. Penegasan tersebut supaya letak dan posisi atribut tersebut tidak menggangu aktifitas dan ketertiban umum.

Baca Selengkapnya..

Wednesday, December 10, 2008

Katakan Tidak Pada Korupsi


Oleh Tanto Yakobus

Tanggal 9 Desember kemarin adalah hari anti korupsi se-dunia. Hampir setiap negara memperingati hari anti korupsi itu dengan gaya dan ekspresinya masing-masing. Termasuk di Indonesia, peringatan hari anti korupsi itu dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Didampingi Wapres Jusuf Kalla, peringatan hari anti korupsi itu dipusatkan di silang Monas, Jakarta, dengan melibatkan ribuan elemen masyarakat termasuk pelajar dan mahasiswa. Tak ketinggalan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan para penegak hukum di negeri ini.
Selaras dengan iklan Partai Demokrat yang ditayangkan di sejumlah stasiun televisi, kita ingin katakan tidak pada korupsi. Sebab korupsilah yang menjadi biang kemiskinan yang mendera bangsa ini hingga usianya 63 tahun.
Agaknya korupsi yang terjadi di negeri ini bukan lagi penyakit, tapi sudah menjadi budaya. Kalau penyakit masih bisa disembuhkan, karena banyak obat yang diperjual-belikan baik di toko-toko obat atau apotik.
Termasuk penyakit yang kronis sekalipun, atau penyakit tumor ganas, masih bisa disembuhkan lewat operasi atau sinar laser. Walau keberhasilannya hanya 20 atau 10 persen saja, tapi masih ada upaya penyembuhannya.
Lain halnya bila korupsi itu sudah menjadi budaya. Sebab untuk membunuh budaya korupsi suatu bangsa, kita harus menghilangkan satu generasi dan menggantikanya dengan generasi baru.
Itu persoalan kita, manakala korupsi sudah membudaya, terutama di kalangan birokrat dan penegak hukum. Dari urusan sepele sampai yang rumit sekalipun, pasti ada unsur korupsinya. Yang sepele ya biasa, uang rokok. Tapi kalau yang rumit, ya apalagi kalau bukan uang sogok. Itulah bentuk korupsi yang lumrah kita temui.
Itu baru urusan administrasi. Belum lagi urusan anggaran atau biaya yang bersumber dari APBN atau APBD. Wah pengelolaanya sulit menghindari korupsi itu. Namanya pun tak tanggung-tanggung, sang koruptornya disebut juga sebagai kerah putih. Dengan kata lain, siapa lagi yang melakukan korupsi kalau bukan kalangan yang berdasi dan duduk di belakang meja itu.
Tak heran, dalam amanahnya pada peringatan hari anti korupsi se-dunia, Presiden SBY mengingatkan kita semua, bahwa di Republik ini ada beberapa sektor yang rawan terjadi korupsi, yakni sektor pendapatan negara, baik melalui pajak dan segala bentuk penerimaan lainnya, kemudian sektor perencanaan dan anggaran APBN/APBD, kolusi antara penguasa dan pengusaha, bisnis keluarga pejabat negara yang berada di wilayah anggaran APBN dan APBD. Selanjutnya di sektor pengadaan barang dan jasa, pajak dan bea cukai, pendaftaran pegawai negeri maupun swasta serta pengurusan izin. Itu semua ladang-ladang yang rentan terjadi korupsi di kalangan birokrat dan penguasa di negeri ini.
Karena korupsi itu sudah membudaya, maka sebanyak apapun lembaga yang dibentuk untuk mengobatinya bahkan membedahnya, selalu tak berhasil. Celakanya lagi aparat hukum kita yang ditugaskan menangani kasus korupsi justru jadi pelakunya.
Tak perlu disebutkan contohnya, masyarakat pun sudah tahu dan mengikuti ceritanya, bagaimana sepakterjang Jaksa Urip misalnya atau dan masih banyak kasus korupsi yang justru menjeratkan penyidiknya sendiri yang notabene penegak hukum di negeri ini.
Belakangan cahaya baru yang bernama KPK (Komisi Pemberantas Korupsi)—suatu lembaga independen bentukan pemerintah yang khusus menangani korupsi tersebut.
Kita berharap sepakterjang KPK yang agak beda dengan lembaga hukum lainnya itu tetap dipertahankan, sehingga masyarakat sedikit percaya dengan kasus-kasus yang ditangani KPK.
Tapi kita juga jangan terlena dengan garangnya KPK, sebetulnya lembaga hukum lainnya sama garangnya, tapi bila pemerintah intervensi, maka KPK juga akan menjadi macan ompong—gayang di wajah tapi tak punya gigi untuk mengigit pelaku korupsi.
Dalam membumihanguskan korupsi yang sudah membudaya itu, maka tak ada pilihan bagi kita selaku masyarakat, bersama pemerintah kita harus tegas katakan tidak pada korupsi!

Baca Selengkapnya..

Syukur, Masih Berguna

Oleh P. Florus

Ini kegiatan dialog antar tokoh-tokoh agama. Seorang Kyai mengawali bicara. “Saya tak habis pikir,” katanya, “kenapa iman umat saya semakin tipis saja. Memang masih rajin sholat. Khotbah saya mereka dengarkan dengan khususk. Mengangguk-angguk tanda mengerti. Tapi pulang ke rumah, suami dan isteri masih berantem. Anak-anak tak diperhatikan. Korupsi jalan terus. Yang suka ke pelacuran juga tak berhenti.”

“Saya pun merasa seperti Pak Kyai,” sambung seorang Pastor Katolik. “Umat saya yang pemabuk, suka melacur, suka bertengkar, memeras buruhnya, atau yang usaha bisnisnya merusak lingkungan, bahkan duduk paling depan bila beribadat di gereja. Menyanyi paling nyaring. Penampilan sok suci. Lebih dari itu, saya sungguh merasa malu, karena para koruptor di negara kita ini kebanyakan jebolan sekolah-sekolah katolik. Pintar bukan untuk menolong sesama, tapi sebaliknya.”
Setelah suasana hening sejenak, seorang Pendeta Protestan menyambung: “Jujur saya akui, bahwa segala usaha saya menumbuhkembangkan dan membuahkan iman belum ada hasilnya. Jumlah umat memang bertambah. Namun kwalitasnya payah. Gereja kami memang selalu penuh pada hari minggu. Meski pembinaan umat jalan terus, segala perbuatan dosa juga jalan terus. Keadilan, kedamaian dan kesejahteraan masih jauh dari yang kita mimpikan.” Ungkapan penuh semangat Pak Pendeta mendapatkan tepuk tangan meriah dari para hadirin.
Kini giliran seorang Pendeta Budha. Dengan tenang, sambil memejamkan mata penuh konsentrasi, ia berujar: “Kami tak henti-hentinya mengajarkan kerendahan hati dan kebaikan untuk mencapai moksha. Tetapi kesombongan dipamerkan di mana-mana. Orang-orang berlomba-lomba membangun atau membeli barang mewah. Tak peduli dengan sesama yang melarat. Titel akademis pun banyak yang dipasang demi kesombongan, bukan tanda intelektualitas. Kami mengajarkan kasih, namun perkelahian masih terus terjadi. Bahkan semakin sering adanya tawuran massal. Penodongan dan perampokan hampir setiap hari terjadi. Segala usaha saya sia-sia belaka.”
“Masyarakat kita memang sudah rusak”, sambung seorang tokoh yang mewakili Hindu. “Saya rasa kita ini kalah oleh propaganda alat-alat teknologi canggih. Banyak umat kami yang lebih suka ke karaoke, suka nonton film porno atau setengah porno, suka jalan-jalan ke mall, atau bermain internet di rumah, daripada ikut upacara keagamaan. Akibatnya, beginilah. Agama hanya ada di KTP. Tidak dihayati.”
Wakil dari Kungfutzu tampaknya hanya ingin mendengarkan. Namun setelah berkali-kali dimintai oleh Moderator untuk sharing, ia akhirnya angkat bicara juga. “Kebijaksanaan hidup,” katanya, “tetap kami ajarkan. Kami mengajarkan standar moral yang tinggi untuk umat. Tetapi, seperti kita saksikan di mana-mana, moral bangsa kita ini semakin merosot. Berpolitik untuk mengejar kekuasaan, dan kekuasaan untuk kumpulkan kekayaan. Yang jahat dibiarkan, yang baik tertindas. Kota semrawut, karena banyak orang tak mau taat aturan. Kecelakaan lalu lintas meningkat terus dari hari ke hari.”
Dialog masih berlanjut. Semakin seru. Semakin tajam para peserta mengungkapkan segala bentuk kejahatan umat manusia. Semakin dalam analisis tentang akar-akar penyebabnya. Ada yang meyakini, bahwa kapitalisme adalah biang jahatnya. Ada yang menyalahkan system pendidikan. Ada juga yang mengganggap Negara (pemerintah) yang harus bertanggungjawab.
Tiba-tiba seorang anak muda angkat bicara. “Mari kita bayangkan sebaliknya. Maksud saya, bayangkan semua umat kita, dari agama mana pun, sudah serba baik. Mereka taat beribadat. Selalu berbuat baik, tertib dan bijak. Tak ada lagi korupsi, perampokan, perkelahian, pelacuran, kebohongan. Lalu, apa gunanya ibu-bapak sebagai pemimpin agama? Bukankah pemimpin agama semakin diperlukan karena di dunia ini masih banyak kejahatan dan dosa? Maka, menurut saya, kita harus bersyukur. Karena dengan adanya umat yang tidak beres, para pemimpin agama masih berguna. Seperti tabib perlu bagi orang sakit. Guru berguna bagi orang bodoh. Apa yang harus kita lakukan agar iman umat semakin baik? Bagaimana kita membantu umat agar menjalankan ajaran agama dalam hidup sehari-hari? Itulah pertanyaan-pertanyaan penting bagi kita. Pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab dengan tindakan-tindakan nyata. Tak ada gunanya mengeluh dan menuding sana-sini.”
Dialog langsung ditutup, karena para peserta keluar sendiri-sendiri tanpa bicara.

Baca Selengkapnya..

Monday, December 8, 2008

Kurban di Hati


HEWAN KURBAN
Sekda Provinsi Kalbar, Syakirman, menyerahkan sapi sebagai kewan kurban secara simbolis kepada perwakilan KPMP di halaman depan masjid Kantor Gubernur, Jalan A Yani, Senin (8/12). FOTO Hentakun/Borneo Tribune

=========
Oleh Tanto Yakobus

Hari Raya Iduladha atau Hari Raya Kurban harus dimaknai sebagai etos bagi peningkatan kualitas lahir dan batin. Artinya, ada keikhlasan dalam memenuhi permintaan Allah untuk berkurban.

Memontum Hari Raya Iduladha ini, banyak hikmah yang dapat kita diambil bukan sekedar memperingatinya dengan perayaan dan semangat berkurban saja. Dan yang terpenting bagi umat Muslim mesti sadar dengan makna pengurbanan itu sendiri.
Umat Muslim yang memiliki kemampuan atau kelebihan harta sudah keharus untuk berkurban. Berkurban tidak mesti dengan hewan yang harganya mahal saja, tapi harus memenuhi unsur-unsur dalam berkurban itu sendiri, terutama hewan yang hendak dikurbankan itu terbebas dari segala penyakit.
Sedangkan bagi yang tidak mempu atau secara harta tidak mencukupi, dapat berkurban dengan cara menabung sedikit demi sedikit.
Hari kurban juga menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk melatih keihklasan mengingat menyumbangkan hewan kurban harus didasari dengan rasa ihklas. Terlebih lagi, keihklasan hanya bisa dicapai jika kita mampu memahaminya dengan benar.
Perlu diingat, setiap orang mestilah bersyukur dengan nikmat Allah yang selama ini telah diterima dan dinikmatinya. Bukan hanya dalam bentuk doa atau ibadah semata, tapi juga perlu belajar mempraktiknya dalam kehidupan nyata.
Bukankan itu yang dijalankan oleh para Nabi? terlebih Nabi Muhammad SAW yang menjadi junjungan umat Islam. Dia tidak hanya selalu berdoa memohon petunjuk kepada Allah SWT, tapi mensyukuri nikmat-Nya dalam praktik yang ia jalankan sehari-hari, termasuk pada Hari Raya Iduladha ini.
Semangat berkurban juga dikenal di kalangan Kritiani, utamanya Kristen Katolik. Dalam perjanjian lama mereka juga mengimani semangat berkurban Abraham atau Ibrahim yang rela mengurbankan anaknya Yakob atau Ismail sebagai kurban persembahan kepada Tuhan. Dan kurban kekinian—bagi umat Katolik adalah kurban yang diperbaharui pada perayaan ekaristi setiap hari minggu. Ekaristi adalah peristiwa kurban penyelamatan dalam diri Yeses Kristus yang menyerahkan nyawanya untuk penebusan dosa umat manusia.
Dalam konteks kurban ekaristi, kita ingin menghadirkan kembali peristiwa perjamuan malam terakhir, sebelum Yesus disiksa dan dibunuh di kayu salib oleh orang-orang Yahudi. Ekaristi mau menghadirkan kembali Yesus dalam rupa roti dan anggur sebagai kurban. Dengan mengikuti perayaan ekaristi setiap hari minggu, umat Katolik menghendaki kehadiran Yesus Kristus dan pengurbanannya dalam hati mereka.
Dalam konteks masyarakat plural dengan latar keberagaman ini, kita bisa menghayati semangat berkurban itu dalam hati kita masing-masing. Terlebih tuntunan agama sudah mengajarkan kurban sesungguhnya. Dan praktik sesungguhnya ada di hati kita masing-masing, baik dalam rumah tangga, lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan tempat kerja kita.
Bila semangat berkurban sudah tertanam dalam hati kita masing-masing, maka dalam kehidupan nyata akan tergambar dalam karya-karya yang kita hasilkan. Dan itu sungguh nyata bagi orang lain. Selamat Hari Raya Iduladha. Tuhan beserta kita.

Baca Selengkapnya..

Tuesday, December 2, 2008

Gunakan Hak Jawab


Andi Alfian Mallarangeng, ketua Departeman Sumber Daya Manusia Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, menganjurkan agar selalu menggunakan hak jawab kepada para calon legislatif DPRRI dari Partai Demokrat yang sedang mengikuti pembekalan di Hall C, Arena Pekan Raya Jakarta, selama dua hari, 29 dn 30 November 2008.

“Hak jawab itu dijamin Undang-undang,” ujar Andi dalam pembekalannya dengan topik ‘Dealing with the Press’ di hadapan 800 peserta yang datang dari seluruh Indonesia.
“Presiden pun menggunakan hak jawab,” ujar jurubicara Presiden ini.
Secara terpisah Andi menjelaskan bahwa, menggunakan hak jawab jauh lebih baik dibanding mengerahkan kader menyerbu kantor redaksi koran.
Ditambahkannya Partai Demokrat lebih baik menggunakan cara-cara yang santun dan sopan, tidak meniru cara-cara kekerasan seperti yang banyak dilakukan pihak-pihak lain.
Dijelaskannya, bahwa media akan memberikan tempat yang sama besar terhadap hak jawab oleh pihak-pihak yang dirugikan.
Kepada peserta, intinya Andi menjelaskan bagaimana para caleg melalui media bisa meningkatkan citra partai maupun pribadi mereka.
“Yang penting, jangan menunjukkan ketidakmampuan kita dengan alasan ‘off the record’ dan segala macam alasan lainnya itu!” ujar Andi. (joe/www.demokrat.or.id)

Baca Selengkapnya..

Monday, December 1, 2008

Netralitas KORPRI

Oleh Tanto Yakobus

Menjelang pemilihan umum (pemilu) 9 April 2009, pegawai negeri sipil yang bergabung dalam Korp Pegawai Repulik Indonesia (KORPRI) dituntut untuk bersikap netral. Netralias anggota KORPRI penting demi mutu pemilu itu sendiri.

Bahkan hari-hari belakangan ini ketika melintas di depan-depan kantor pemerintah, kita bisa melihat dengan jelas spanduk yang bertuliskan ”Dengen Semangat Netralitas, KOPRI Ikut Mensukseskan Pemilu 2009”.
Kiranya, apa yang menjadi tema dalam spanduk itu tidak hanya sekedar slogan semata. Tapi bagaimana supaya slogan dalam spanduk itu bisa diimplentasikan dan dipaktikkan di lapangan pada pemilu mendatang.
Pemilu yang sukses bukan hanya dilihat dari lancarnya pelaksanaannya di tanah air saja, tapi bagaimana dari pemilu tersebut bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas, pemimpin yang benar-benar pilihan rakyat, yang pada akhirnya bisa memberikan kesejahteraan rakyat, bukan sebaliknya.
Jadi PNS sebagai abdi negara dan abdi masyarakat berperan penting dalam mensukseskan pemilu tersebut. Sebab di negeri ini sudah menjadi rahasia umum, masyarakat kita masih manut dengan kalangan PNS.
Sebab masyarakat masih melihat PNS sebagai orang yang serba tahu, tempat bertanya, dan bahkan tempat berlindung. Maka tak heran, apa yang dikatakan seorang PNS pasti diikuti masyarakat.
Karena begitu penting dan strategisnya peran PNS di masyarakat, maka dalam kesempatan menghadapai pemilu 2009 mendatang, KORPRI sebagai tempat PNS bernaung, diingatkan untuk menunjukkan dan menjaga neteralitasnya.
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutanya pada peringatan hari ulang tahun KORPRI ke-37 tahun ini, secara khusus mengajak seluruh anggora KORPRI untuk tetap bersikap netral, sekaligus menjaga profesionalismenya.
Presiden melihat netralitas anggota KORPRI merupakan wujud komitmen nyata anggota KORPRI, dalam melaksanakan tugas pengabdiannya hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Pada prinsipnya semangat tersebut merupakan bagian dari semangat reformasi yang sudah bergulir kurang lebih 10 tahun ini.
Sebagai orang awam, tentu kita tidak bisa mambayangkan bila netralitas KORPRI tidak ada. Pastilah reformasi yang diperjuangkan para mahasiswa itu akan sia-sia. Kita masih terluka dengan sejarah masa lalu, khususnya di era Orde Baru, dimana kekuatan bangsa ini, terutama ABRI (TNI-Polri) dan PNS menjadi kekuatan sendiri dalam tubuh Golongan Karya (Golkar).
Karena hanya satu kekuatan dalam satu negara, kita pun kini masih merasakan sisa-sisa kegetiran sebagai dampaknya. Kiranya, dalam menghadapi pemilu 2009 mendatang, luka sejarah itu tidak mau kita buka kembali. Kita ingin tutup rapat-rapat luka yang hingga kini masih membekas itu.
Caranya, memang tak ada jalan lain, selain kita mengingatkan anggota KORPRI, TNI-Polri untuk tetap netral dalam pemilu mendatang. Anggota KORPRI mesti dikembalikan ke peran utama meraka sebagai birokrasi, sebagai komponen utama pengelola pemerintahan. Hal ini tidak terlepas dari paradigma baru KORPRI yang profesional, netral, dan sejahtera.□

Baca Selengkapnya..