BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Friday, August 21, 2009

Puasa dan Toleransi


Oleh TY

Sabtu (22/8) besok, umat Islam memasuki hari pertama puasa Ramadan. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, mereka menyambut bulan suci itu dengan beragam cara; yang paling sederhana mengirim sms (pesan singkat) permintaan maaf ke sejumlah koleganya. Dan bagi pemerintah maupun organisasi keagamaan membentang spanduk dan poster yang berisi ucapan selamat atas datangnya bulan yang sarat berkah itu di tempat-tempat strategis.

Saat Ramadan ini, adalah kesempatan mengemban kewajiban menunaikan ibadah puasa. Ibadah ini sendiri melahirkan ragam tradisi di hampir semua komunitas masyarakat, diantaranya tradisi berbuka bersama, salat tarawih disambung tadarus, hingga tradisi sahur bareng-bareng. Kaum mudanya punya tradisi ngabuburit; kongkow sore-sore menungggu buka.
Demikian juga dengan kaum perempuan yang tak lazim menggunakan jilbab, mereka mengisi Ramadan dengan busana yang membalut seluruh tubuh. Sedangkan prianya memakai baju koko sehingga tampak lebih islami dan religius dari hari-hari biasanya.
Puasa Ramadan memang wajib bagi kaum muslim, namun tradisi yang mengikutinya, turut pula dilakukan oleh orang atau komunitas tertentu di lingkunganya yang non muslim, terutama untuk berbuka puasa bersama. Mulai dari lingkungan tempat tinggal, kantor hingga komunitas yang lebih luas lagi.
Begitu pun dengan kami di Harian Borneo Tribune, Ramadan bukan hal aneh bagi kami. Kami menjadikan Ramadan itu sebagai tradisi untuk membuktikan kebersamaan dalam keberagaman seperti yang tertulis di moto koran yang kami gawangi ini; Idealisme, Keberagaman dan Kebersamaan.
Kami selalu melakukannya bersama-sama, ya mungkin juga ada yang ikut-ikutan puasa. Tapi bagi kami itulah semangat toleransi yang ingin kami tunjukan baik di lingkungan kantor maupun masyarakat sekitar termasuk pembaca sekalian. Karena apa yang kami lakukan itu justru menjadi kebiasaan untuk saling menghormati dan mengembangkan sikap toleran antar sesama.
Dan sesunggunya puasa itu tidak hanya di kenal di kalangan Islam saja, tapi umat lainnya juga mengenal puasa, seperti Kristen (Katolik), Budha dan Hindu juga mengenal puasa. Artinya, ibadah puasa tak murni dari Islam, dan itu diakui dalam Al-Quaran. Sebab, sejak Nabi Nuh, Nabi Musa, hingga Yesus Kristus (Nabi Isa) sudah mempraktekkan ibadah puasa di zamannya, walau waktu dan tata caranya mungkin berbeda dengan yang dilaksanakan umat Islam sekarang ini.
Dalam Alkitab, terutama Perjanjian Baru disebutkan, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik..” (Matius, 6:16).
Itu artinya, dalam menjalankan ibadah pausa, jangan karena keterpaksaan, atau tekanan dari pihak lain, tapi betul murni dari hati dan keyakinan. Dan bagi umat Islam yang sukses menjalankan ibadah puasa adalah mereka yang kian toleran dan respek terhadap umat agama lain. Orang yang berpuasa tak akan terbakar amarahnya dan menghancurkan pihak lain. Hemat kita, Ramadan adalah titik terpenting bagi upaya peningkatan toleransi dan kerukunan antar-umat beragama.
Akhirnya, kita ingin mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan kepada umat Islam yang menjalannya, mohon maaf lahir dan batin.

Baca Selengkapnya..

Introspeksi Diri


Oleh TY

Senin (17/8) kemarin, genap 64 tahun usia negeri tercinta yang bernama Republik Indonesia. Semua anak bangsa menyambutnya dengan hangat. Mulai dari acara seremonial, seperti upacara bendera, hingga berbagai permainan rakyat digelar. Itu semua sebagai ungkapan syukur perayaan hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Acara biasanya berbentuk berbagai macam perlombaan yang diikuti oleh semua jenjang usia mulai anak-anak sampai orang tua. Di mana-mana ada permainan rakyat, mulai dari kampung, kompleks hingga gang-gang, tampah meriah. Semua merasakan suasana gegap gempita.

Lepas dari semua gegap gempita itu, lalu apakah makna sesungguhnya tanggal 17 Agustus ini bagi kita?
Dia tidak hanya sekedar upacara bendera, tanggal merah yang berarti libur nasional. Tapi tanggal 17 Agustus kita diajak kembali mengenang moment-moment bersejarah yang perlah dilakukan para pendahulu bangsa ini.
Mereka dengan kucuran keringat dan tetesan darah membebaskan bangsa dari belenggu penjajah. Dan pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI, sehingga sekarang usianya sudah 64 tahun.
64 tahun perjalanan bangsa ini, apakah kita semua hanya dimaknai sebagai kegiatan seremonial dan formalitas sesaat saja? Pernahkah kita berpikir tentang perjuangan para pahlawan perang kemerdekaan di masa lalu? Sehingga seharusnya makna 17 Agustus itu bisa lebih mendalam?
Kemerdekaan Indonesia adalah buah pengorbanan para pahlawan. Para pahlawan yang berjuang tanpa meminta balas jasa. Mereka mengorbankan apa saja bahkan nyawa mereka sendiri karena melihat penderitaan bangsa ini akibat kekejaman penjajah, terutama Belanda dan Jepang saat itu.
Perjuangan para pahlawan yang rela berkorban demi lepasnya bangsa Indonesia dari penderitaan penjajah seharusnya bisa kita teladani dan ditindaklanjuti. Saat ini memang bukan masa perang kemerdekaan, tapi perang terhadap kemiskinan dan kebodohan juga harus diperjuangkan. Kalau bukan kita yang memperjuangkan perang tersebut lalu siapa lagi? Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah yang penuh keterbatasan, tapi mari kita mulai dari diri sendiri.
HUT RI ke 64 ini, saatnya kita introspeksi diri terhadap semua hal yang telah dilakukan. Bagi pemerintah, apakah saat ini rakyat sudah merasakan keadilan dan kesejahteraan atau malah sebaliknya semakin sengsara? Bagi rakyat, apa yang telah dikorbankan bagi negeri ini, atau jangan-jangan negeri ini yang telah dikorbankan untuk kepentingan pribadi?
Introspeksi diri penting, karena kita tidak pernah mau berubah ke arah yang lebih baik. Lalu, apalagi makna 17 Agustus bagi Anda?

Baca Selengkapnya..

Kaya, Sukses dan Mimpi


Oleh TY

Dalam hidup ini, ada tiga hal yang tidak pernah pasti. Ketiga hal tersebut adalah kekayaan, kesuksesan dan mimpi.
Kekayaan. Setiap orang pasti mendambakan kekayaan. Tak sedikit orang yang menjadikan tujuan hidupnya untuk mengejar kekayaan harta dunia itu.
Untuk mengejar kekayaan tersebut, banyak cara yang mereka dilakukan. Mulai dari jalan yang benar hingga jalan yang tidak benar. Mulai dari cara-cara logika hingga yang tidak masuk akal sama sekali.

Orang mau berbuat apa saja untuk mencapai kekayaan itu. Kekayaan sudah menjadi dewa. Orang tak sadar telah diperbudak kekayaan itu sendiri.
Ada yang berusaha dari kecil-kecilan, ada yang meminjam uang dari bank dengan mengadaikan sesuatau. Namun tak sedikit pula yang mencari kekayaan itu dengan jalan pintas. Mulai dari ilmu pesugihan untuk menebak nomor buntut hingga perjudian.
Ada juga yang mencari kekayaan dengan cara merampok.
Tapi berapa pun kekayaan yang kita kumpulkan, suatu saat bila tidak pandai mengendalikannya, dia pasti akan hilang juga. Jadi kekayaan itu semu adanya.
Kalau sesesorang sudah menjadi kaya, maka dia akan terobsesi menjadi orang sukses lagi. Sukses juga tidak pernah pasti dalam hidup kita.
Kapan seseorang itu dikatakan sukses? Tidak ada ukuran yang pasti. Dia selalu saja merasa kekurangan. Ada saja yang kurang dalam hidupnya. Sebab itu sudah menjadi sifat lahiriah manusia. Dalam hidupnya, ia tidak akan pernah merasa puas.
Kedua hal tersebut bersumber dari mimpi. Walau kadang mimpi itu menjadi kenyataan. Tapi sekali lagi, kekayaan, kesuksesan dan mimpi itu tidak pernah pasti dalam hidup kita ini. Sebab setiap orang senantiasa bebas memimpikan kekayaan dan kesuksesan dalam hidupnya.
Kadang orang memimpikan suatu saat memiliki sebuah villa di tempat yang indah, sehingga ada tempat libur bagi keluarganya. Ada juga orang yang memimpikan hidup enak dan tak perlu capek-capek membanting tulang mencari uang. Bila ingin sesuati tinggal minta atau cukup tekan tombol, maka sesuatu yang diinginkan itu segera datang.
Tanpa kita sadari, tiga hal itu kadang membuat kita malas, karena kita terlalu terobsesi dengan kekayaan, kesuksesan dan mimpi itu sendiri. Kadang kita tak sadar, kita telah diperbudak mimpi yang indah-indah itu, namun jauh dari kenyataan hidup. Memang kadang mimpi meraih kekayaan dan kesuksesan itu bisa menjadi motivasi, tapi jarang orang yang menyadarinya.
Nah, dari ketiga hal tersebut, ada kekayaan yang kekal, yakni kekayaan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan. Dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki, perlahan tapi pasti kita bisa meraih segala mimpi itu.
Tapi takarannya jelas, kita mesti sadar bahwa kekayaan, kesuksesan dan mimpi itu tidak pernah pasti dalam hidup kita.

Baca Selengkapnya..

Bom Air

Oleh TY

Pepatah yang mengatakan; kemarau setahun tidak berbekas dengan hujan sehari, ternyata tidak berlaku dengan hujan yang menyirami sebagian Kota Pontianak, Senin (10/8) sore kemarin.
Padahal hujan cukup deras membasahi sebagian besar wilayah kota. Dan itu ternyata tidak ada apa-apanya, bila dibandingkan dengan serbuan asap yang kian pekat menjelang malam hari kemarin.
Bahkan hingga tadi malam, kepekatan asap tetap tidak berubah. Kondisinya sama seperti hari-hari sebelumnya.

Ketebalan asap dan tidak sehatnya udara Kota Pontianak sampai-sampai Dinas Pendidikan Kota Pontianak akhir pekan kemarin sempat meliburkan anak sekolah.
Sementara tindakan meliburkan anak sekolah itu sangat baik demi alasan kesehatan. Apalagi di pagi hari, jarak pandang semakin dekat, bahkan hanya mencapai 50 hingga 100 meter saja.
Belum lagi asap tebal itu bercampur partikel-partikel dan zat-zat berbahaya lainya yang setiap saat bisa terhisap lewat pernapasan kita.
Maka tak heran, berbagai penyakit pun mengerogoti masyarakat. Lihat saja rumah-rumah sakit baik dr Soedarso maupun Antonius, semua ruangan hingga lorong penuh sesak dengan pasien.
Mulai dari pasien demam berdarah, diare hingga penyakit yang cukup menakutnya, yakni flu babi (H1N1) yang kini mulai dirawat di rumah sakit Soedarso.
Nah, penularan penyakit sangat rentan terjadi dengan masyarakat, karena sebagian besar diakibatkan daya tahan tubuh yang lemah. Lemah karena pernapasan tidak sehat. Akhirnya, badan lelah dan lemas sehingga kondisi ini rentan dengan penyakit menular. Terutama yang bisa dibawa terbang oleh asap berbahaya tersebut.
Sebetulnya, hujan yang turun sekitar 10 hingga 15 menit kemarin cukup menyejukkan dan membersihkan udara yang sudah kotor ini, tapi asap tetap saja pekat.
Walau demikian, kita tetap mohon kepada Tuhan, supaya Pontianak bisa diguyur hujan dengan intensitas tinggi demi mengurangi kabut asap yang semakin pekat akibat pembakaran hutan dan lahan di Kalbar ini.
Bahkan belakangan ini, intensitas pembakaran lahan semakin tinggi. Akibatnya, asap juga semakin tebal. Kondisi ini membuat Gubernur Kalbar, Cornelis, menyatakan kabut asap yang semakin pekat tersebut sudah masuk kategori bencana daerah.
Sebagai kepala daerah, Ia baru saja menandatangani permohonan bantuan bom air dan hujan buatan ke Departemen Kehutanan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta.
Tentu upaya tersebut kita tunggu, sebab bila melihat bencana asap kali ini sangat luar biasa. Di Kota Pontianak dan sekitarnya asap mulai menyelimuti sejak sore hari hingga pagi pukul 08.00 WIB, dengan jarak pandang kurang dari 50-100 meter saja. Apakah bom air itu jawabannya? Entahlah!

Baca Selengkapnya..

Monday, August 10, 2009

Temu Kangen Alumni Seminari St Gabriel Sekadau

Foto sarapan pagi bersama para pastor dan bruder di Biara Induk Pasionis Sekadau, sebelum acara reuni di seminari menengah st Gabriel Sekadau.

Oleh TY

Sabtu (1/8) malam pekan lalu, aku dapat telepon dari kompratriotku di Asrama Seminari Menengah Diosesan Santo Gabriel Sekadau dulu. Dari seberang dia menanyakan posisiku dimana? “Di kantor, datanglah,” jawabku.
Seperempat jam kemudian, muncul Elias Ngiuk di kantorku. Aku pun basa basi dan mempersilakannya duduk. Kami lalu ngobrol seputar pekerjaan masing-masing. Kebetulan sama-sama kerja di media; aku di harian Borneo Tribune, dan Ngiuk pemimpin redaksi Majalah Kalimantan Review (KR).

Lama berbincang, Ngiuk mengeluarkan undangan dari tasnya, seraya menjelaskan maksud kedatangannya. “Ini ada reuni asrama seminari Sekadau untuk semua angkatan, kita berdua diundang sebagai narasumber,” kata Ngiuk sambil menyodorkan undangan berikut jadwal kegaitan kepadaku.
Aku pun menerima undangan itu sambil mengatakan, “aku hadir Yuk”.
Ngiuk pun mengatakan tidak akan melewatkan acara yang sudah dinanti-nantinya itu.
Apalagi ini reuni untuk semua angkatan. Ya dapat dibayangkan bagaimana suasana temu kangen para alumni, dari angkatan pertama Tahun 1979 hingga angkatan 2008. Ya, mungkin banyak hikmah yang bisa dipetik dari reuni tersebut, terutama motivasi bagi adik-adik yang tengah menuntut ilmu di asrama tempat mendidik calon biarawan itu.
Bagi aku sendiri, walau tidak menjawab panggilan dengan menjadi imam, tapi aku merasakan manfaat yang luar biasa tinggal di asrama tersebut. Disiplin, kepribadian dan kemandirian telah menuntun langkahku dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Aku tidak bisa melupakan peran Rektor Seminari, Pastor Nicodemus—ketika itu, dengan caranya sendiri membimbing dan mendidik kami. Demikian juga dengan teman-teman sudah seperti keluarga sendiri dan sangat harmonis. Padahal kami semua berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan latar belakang yang berbeda. Tapi kami bisa hidup rukun sebagai saudara. Tidak ada rebutan nasi, tidak ada pertengkaran, walau kadang-kadang makan hanya sayur kankung, tapi kami sangat menikmatinya.
Demikian juga dengan para alumni (terutama para pastor), kami selalu merindukan mereka ketika berkunjung ke Seminari. Terlebih alumni yang bertugas di Malang dan Jakarta—yang merupakan komunitas Pasionis di Indonesia. Kami ingin mendapat info lebih tentang Malang—yang mejadi pusat pendidikan Seminari Tinggi.
Untuk reuni pertama yang berlansung tiga hari ini, aku berharap semua yang hadir bisa mengenang saat-saat sulit menjawab panggilannya masing-masing. Ada masa-masa indah, namun tidak sedikit pula masa yang betul-betul butuh perjuangan untuk melewatinya. Bahkan saking sulitnya, banyak yang terlempar keluar. Karena itu menyangkut rahasia ilahi—yakni panggilan khusus kepada pribadi-pribadi yang bertahun-tahun mempersiapkan diri baik dengan belajar tekun maupun berdoa yang waktunya sama dengan saudara kita Muslim, lima waktu, cuma jamnya yang beda.
Yang membahagiakan, ketika kenaikan kelas. Dari kelas 1 hingga kelas 3 (semua jurusan), rangking 10 besar diborong anak-anak Seminari. Anak Seminari juga punya andil besar memperkenalkan SMA Karya Sekadau kepada kalangan luar dengan berbagai prestasi, baik di bidang akademik, seni maupun olahraga.
Nah, diusianya yang ke-30 tahun ini, apakah asrama Seminari masih sanggup menorehkan tinta emas seperti yang pernah dilakukan para alumninya baik terhadap Seminari Menengah Diosesan Santo Gabriel maupun bagi SMA Karya Sekadau? Itu semua hanya bisa dijawab dengan prestasi para penghuni sekarang maupun yang akan datang. Selamat berkangenria di reuni asrama Seminari.

Baca Selengkapnya..