BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Monday, December 10, 2007

Adrianus Asia Sidot Pimpin ISKA Korda Kalbar


Tanto Yakobus
Borneo Tribune, Pontianak

Musyawarah Daerah Ikatan Sarjana Katolik Koordinator Daerah (ISKA Korda) Provinsi Kalimtanan Barat yang berlangsung selama dua hari di biara Kapusin komplek Tirtaria Pontianak, berhasil memilih Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si sebagai ketua baru ISKA Korda Provinsi Kalbar periode 2008-2011, Minggu (9/12) kemarin.

Ada beberapa rangkaian acara yang dikemas dalam Musda yang diikuti ISKA Basis (sebutan untuk kabupaten/kota, red) se-Kalbar dan peserta peninjau itu, diantaranya, misa kudus, ramah tamah dan materi jurnalistik dan politik. Kedua acara terakhir dilaksanakan Minggu kemarin. Panitia ingin memberikan hal baru kepada peserta dengan pemahaman jurnalistik yang menyuguhkan materi jendela jurnalistik yang disampaikan saya dan Alexander Mering dari Borneo Tribune—surat kabar harian lokal di Pontianak.
Selanjutnya dirangkai dengan perkembangan politik nasional dan lokal yang disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR-RI, Drs. Agustinus Clarus, M.Si dan Wakil Bupati Landak, Drs. Adrianus Asia, M.Si, lalu diperkuat oleh mantan bupati Kabupaten Pontianak, Drs. Cornelius Kimha, M.Si.
Terkait materi yang disiapkan panitia, mendapat apresiasi yang baik dari Adrianus Asia Sidot yang sebentar lagi dilantik sebagai Bupati Kabupaten Landak—menggantikan Cornelis yang terpilih sebagai gubernur Kalbar.
Menurutnya, baik materi jurnalistik maupun perkembangan politik nasional dan lokal sama-sama menarik. Jurnalistik, karena peserta adalah kalangan interlektual, sedangkan produk jurnalistik adalah produk intelektual. Jadi antara ISKA dan jurnalistik sama-sama mengedepankan ilmu dan intelektualitas. Demikian juga dengan politik, dimana Kalbar baru saja merampungkan pesta demokrasi yang cukup sukses mengatarkan Drs. Cornelis, MH dan Drs. Christiandy Sanjaya, MM sebagai gubernur dan wakil gubernur Kalbar periode 2008-2013, pada 15 November lalu.
Suasana diskusi bergitu hidup, tak jarang disela-sela ulasan dan pertanyaan peserta, muncul ungkapan-ungkapan yang mengelitik sehingga peserta liannya pun tepuk tangan dan tertawa riuh. Saking asyiknya diskusi, tak terasa jam makan siang sampai telat hingga 1,5 jam, dari jam 12.00 WIB yang ditetapkan panitia.

“Orang Majus”
Usai terpilih sebagai ketua ISKA Korda Provinsi Kalbar, Adrianus yang didaulat memberikan kata sambutan sekaligus menutup acara, mengungkapkan rencana kerjanya, pertama akan melakukan konsolidasi organisasi.
“Kita akan menata kembali ISKA Basis, dimana selama ini ISKA Basis agak kurang aktif, maka kedepan agar lebih aktif dan proaktif terhadap kegiatan-kegiatan ISKA”.
“Dan perlu dipikirkan juga soal registrasi anggota, karena sebelumnya seluruh sarjana katolik otomatis anggota ISKA, maka kedepan kartu anggota biar jelas,” ungkap kandidat doktor dari Universitas Indonesia itu.
Lebih lanjut dikatakan Adrianus, ia akan berupaya bagaimana supaya ISKA punya sekretariat sendiri. Membuat web site sendiri dengan memanfaatkan keahlian teman-teman di media (Borneo Tribune, re), mendorong anggota untuk giat membuat buku-buku ilmiah dengan bekerjasama dengan media lokal.
“Selain itu kita juga akan membuat program advokasi, yakni membantu mereka yang lebih dan tak berdaya yang tersangkut masalah hukum. Dan itu perlu kita pikirkan bersama,” katanya.
Bagi pengurus baru, Adrianus meminta supaya meneladani tiga sarjana dari timur yang juga di sebut sebagai “Orang Majus”. Mereka tanpa pamrih dan diperintah, mendatangi kanak-kanak Yesus di Palungan.
Sebagai kaum terpelajar, Orang Majus itu bisa membaca bintang, bahwa telah lahir sang juru selamat dunia. Dengan petunjuk bintang itu mereka bisa menemukan bayi Yesus dan ibunya, Maria.
“Merakalah yang pertama kali mengetahui kelahiran Yesus dan menemuinya—lalu mempersembahkan emas, mur dan kemenyan, selanjutnya menyebarluarkan kabar gembira itu ke seluruh dunia. Ibarat jurnalis tadi, merekalah yang mempublikasikan kelahiran Yesus itu kepada semua orang ketika itu,” ulas Adrianus.
Demikian juga dengan kita di ISKA, kita harus meneladani Orang Majus itu yang pandai membaca dan menganalisis tanda dan memberi petunjuk baik kepada masyarakat maupun kepada pemimpin kita. “ISKA lah yang harus tampil memberikan masukan-masukan untuk perkembangan baik daerah maupun ilmu pengetahuan, sehingga ISKA tidak kalah dengan organisasi cendikia lainnya di Indonesia,” pinta Adrianus.
Sementara itu, pengurus inti ISKA Korda Provinsi Kalbar priode 2008-2011 adalah, Ketua, Drs. Adrianus Asis Sidot, M.Si, Wakil Ketua I, Drs. A Totok Priyadi, M.Pd, Wakil Ketua II, Eusabinus Bunau, S.Pd, M.Si, Sekretaris, Drs. Agustinus Clarus, M.Si, Wakil Sekrataris I, Drs. Clary Sada, M.Pd, Wakil Sekretaris II Dra. Sisilya Saman, M.Pd dan Bendahara Dra. Yanti Sudono.□

Baca Selengkapnya..

Monday, December 3, 2007

Siapa yang Berkepentingan dengan Perubahan Iklim?


Tanto Yakobus
Borneo Tribune, Pontianak

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan bulan Desember sebagai bulan menanam. Dan itu dimulai dari penanaman 79 juta pohon secara simbolis pada tanggal 29 November 2007 lalu di Bogor, Jawa Barat. Kegiatan serupa dilakukan di Kalimantan Barat. Setiap daerah berlomba-lomba melakukan aksi tanam pohon. Mulai dari ibukota provinsi, Pontianak hingga ke kabupaten/ kota. Pelakunya beragam pula. Ada pemerintah, TNI/ Polri, Ormas hingga kaum perempuan dan NGO.

Aksi menanam pohon ini adalah bagian dari gerakan menanam pohon nasional menyongsong Konferensi Perubahan Iklim (Conference of Parties of the United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) pada 3-14 Desember 2007. Tepatnya di Pulau Dewata Bali, negara-negara dari belahan Utara dan Selatan akan berkumpul dalam UNFCCC tersebut.
Di Kalbar sendiri ada ribuan pohon yang ditanam. Pohon-pohon tersebut di sebarkan di 13 kabupaten/ kota. Bibit yang disiapkan dari jenis pohon keras dan buah-buahan seperti mahoni, angsana, tanjung dan filicium. Ada juga jenis meranti, tengkawang, durian dan berbagai jenis buah lainnya.
Umat manusia bisa merasakan bahwa bumi kini makin tua dan panas akibat polusi yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Es kutub Selatan kian menyusut dan suhu bumi bertambah sekitar 5 derajat Celcius dalam seabad terakhir.
Pemanasan global berdampak langsung pada kehidupan manusia mulai dari perubahan iklim yang menyebabkan penurunan produktivitas pangan dan penyebaran penyakit.
Karena itu, sudah bukan cerita baru bahwa Pemerintah Indonesia akan menggunakan konvensi di Bali untuk memacu keikutsertaan negara-negara maju dalam menekan laju perubahan iklim tersebut.
Negara-negara penyumbang polusi di dunia, khususnya Amerika Serikat, adalah sasaran utama agar mau membayar lebih demi kelestarian hutan dengan meratifikasi Protokol Kyoto.
Posisi tawar Indonesia jelas. Bila Indonesia harus mempertahankan hutan yang berfungsi sebagai penyerap CO2 atau paru-paru dunia, maka negara-negara maju penyumbang polusi dunia wajib menyokong dana pemeliharaan `zamrud hijau` di Khatulistiwa ini.
Kendati demikian, tidak ada salahnya bila `kita` mengeritisi maksud rencana aksi nasional ini. Menanam pohon adalah cara yang mudah untuk dilakukan, tapi yang paling sulit adalah kesadaran untuk merawatnya.
Jika kita mau kritis, mungkin saja aksi nasional ini hanya satu upaya untuk manarik perhatian negara lain tentang keseriusan Indonesia menjelang UNFCC. Namun selanjutnya, mungkinkah bakal jauh panggang dari api?
Kalbar bisa dikatakan sebagai daerah yang amat strategis untuk nilai tawar pemerintah dengan Negara-negara Eropa dan Amerika yang berkepentingan dengan hijaunya hutan.
Sebab Kalbar memiliki sejumlah taman nasional dan kawasan hutan perawan yang masih luas. Misalnya, Taman Nasional Danau Sentaraum (TNDS) dan Taman Nasional Betung Kerimun (TNBK), punya daya pikat tersendiri bagi dunia luar.
TNDS adalah hutan tropis basah yang memiliki biota terlengkap di dunia. Berbagai speciel ikan yang tidak ditemukan di belahan dunia lain.
Demikian juga dengan tumbuh-tumbuhan, ribuan jenis yang hidup di hutan tersebut. Jadi posisi kita jelas. Tinggal apa kontribusi Negara-negara yang punya kepentingan itu dengan kita.
Apalagi kelakangan, Pemkab Kapuas Hulu menetapkan beberapa kawasan di kabupaten paling ujung Kalbar itu sebagai kawasan konservasi. Nah, yang perlu ditunggu, sejauhmana perkembangan dan nilai manfaat dari konservasi alam itu baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat setempat. Itu yang belum jelas.
Namun, dari luas hutan yang ada, jumlah lahan yang rusak atau kritis juga tidak sedikit. Bahkan perusak yang nyata adalah praktik illegal logging dan perambahan hutan oleh oknum tertentu yang mengatasnamakan ijin perusahaan sawit.
“Ini yang celaka, ijin perkebunan sawit, tapi sebelum sawit ditanam, perusahaan membabat kayu di dalam maupun sekitarnya,” kata Ditektur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Saban Setiawan.
Dan motif itu hampir terjadi di setiap daerah yang masuk perkebunan kelapa sawit. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Sintang, ada perusahaan yang membabat kayu dengan dali ijin perkebunan sawit. “Sebelum tanam sawit, mereka sudah untung dari menebang kayu. Setelah habis kayu mereka cabut, dan itu mesti diwaspadai,” ungkapnya.
Bahkan Walhi berasumsi bahwa lahan kritis Kalbar lebih banyak lagi, yang disebabkan oleh pertambangan emas tanpa ijin (PETI) maupun kritis akibat tanaman homogen semisal sawit.
Sebab, sawit bukanlah jenis pohon yang dapat meresap air, bahkan sawit rakus air. Pengembangan lahan perkebunan sawit dapat mengurangi daya tahan tanah dan musuh terbesar bagi konservasi alam.
“Ada kecenderungan pembangunan pada era otonomi daerah seperti tidak terkontrol dan cenderung kurang ramah lingkungan,” ujarnya.
Karenanya, langkah Presiden SBY melakukan aksi tanam 79 juta pohon perlu didukung. Itu juga salahsatu upaya menekan laju “kebijakan pembangunan yang salah” di daerah.
Gerakan ini tidak hanya akan berhenti ketika selesai menanam, tapi diharapkan juga keberlanjutan dari kesadaran masyarakat untuk merawat pohon yang sudah mereka tanam tersebut.
Itu bisa jalan, apabila pengawasan dilakukan oleh dinas terkait yang hasilnya dilaporkan ke Departemen Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup lalu ke Presiden RI. Dengan demikian, maka dampak global yang seram kedengarannya itu tidak akan terbukti. Karena kita sudah mengantisipasinya dengan gerakan menanam pohon tersebut.□

Baca Selengkapnya..

Saturday, December 1, 2007

Memaknai Hari AIDS

Hari ini, tanggal 1 Desember, masyarakat dunia akan memperingati hari AIDS se-dunia.

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV), divonis sebagai virus yang mematikan dan hingga kini belum ditemukan obatnya.
Sejauh ini dunia kedokteran baru bisa menemukan obat penjinak—yang artinya hanya bisa memperpanjang umur penderita lewat “penjinakan” virusnya saja. Ancaman penyebaran HIV-AIDS tidak main-main. Ia ada di sekitar kita. Ia tidak kelihatan, tapi penyebarannya seperti gunung es yang meleleh kemana-mana.
HIV-AIDS kedengarannya memang seram. Apalagi kalau kita melihat mereka yang terserang virus ini, kehidupannya lalu terkucil. Terkucil dari lingkungan masyarakatnya, bahkan dari lingkungan keluarganya sendiri. Sungguh menyedihkan bagi si penderita. Apalagi stigma tentang HIV-AIDS seakan-akan menjadi penyakit kutukan—yang berlangsung bertahun-tahun.
Parahnya lagi, perawatannya di rumah sakit di tempatkan di ruang isolasi. Secara psikologis baik penderita maupun keluarga betul-betul terpukul dengan kondisi ini. Tapi walau demikian, secara tidak sadar kita kurang mawas diri bahkan tidak mau membentengi diri. Terutama bagi mereka yang dekat dengan dunia hiburan.
Walau tidak semua, tapi dunia hiburan rentan terkena HIV/AIDS. Sebab di dunia hiburan intensitas peredaran obat-obatan terlarang (Narkoba) cukup tinggi. Dan orang-orang berduitlah yang bisa menikmatinya. Lalu yang terhindari dari kalangan ini adalah prilaku seks bebas (free sex). Apalagi pelaku enggan menggunakan kondom karena ketidak nyamanan dalam berhubungan.
Di sisi lain, sosialisasi pemakaian kondom masih “tabu” di kalangan masyarakat kita. Terutama tabu bagi para pelajar. Maka data yang ada pun, pengidap dari kalangan pelajar cukup tinggi.
Sebetulnya kalau kita sadar, menghindari HIV/AIDS itu gampang sekali. Sebab menurut penjelasan dokter yang memang ahli menangani HIV/AIDS penyebaranya juga tidak mudah. Kalau mau aman, hindari narkoba terutama jarum suntik, dan “jajan” di luar rumah alias gonta-ganti pasangan. Kalau setiap orang bisa menjaga itu, kita pasti bisa memutuskan mata rantai penyebaran HIV-AIDS tersebut.
Bahkan sekarang untuk rumah sakit tertentu, pasien pengidap virus HIV/AIDS perawatannya tidak lagi di ruang isolasi. Mengapa? Karena itu tadi, penyebaranya tidak seperti yang ditakut selama ini. Dulu orang takut bersinggungan dengan penderita. Dulu orang takut penyebarannya bisa lewat udara atau kontak fisik dengan cara bersinggungan.
Tapi sekarang tidak lagi. Sebab para ahli sudah bisa memastikan bahwa penyebaran HIV/AIDS hanya lewat jarum suntik, hubungan seks, air liur, darah yang mengenai luka. Lewat media seperti itulah virus ini menular atau menyebar.
Nah, terhadap penderita tidak perlu lagi ditakuti, tidak perlu lagi dikucilkan. Sebab dia sudah menderita secara fisik dan mental. Padahal dia masih punya kesempatan hidup lebih lama, asal bisa menjaga kesehatan dengan melakukan kontrol ke dokter yang mengerti HIV/AIDS.
Yang tak kalah pentingnya adalah memperhatikan kebersihan tubuh dan lingkungannya. Terpenting jaga jangan sampai stress. Bila stress dan badan lemah maka virusnya akan menguat. Makanya perlu perlawanan dengan semangat hidup yang tinggi.
Sebagai peringatan bagi kita bersama, kita mendukung tindakan para mahasiswa maupun para aktivis HIV-AIDS yang menggelar aksi turun ke jalan-jalan dalam rangka memperingati hari HIV/AIDS se-dunia itu.
Hari ini rencananya, Mahasiswa Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak maupun para aktivis akan mengelar aksi solidaritas HIV/AIDS di Bundaran Untan, dan Ayani Megamall.
Kita melihat aksi mereka sebagai peringatan bagi anak-anak muda yang memang rentan dengan penyebaran HIV-AIDS ini. Kita ingin anak-anak yang menjadi harapan para orang tuanya, juga paham dengan bahaya virus tersebut.
Kita ingin mereka sadar, virus tersebut membunuh harapan dan masa depan mereka. Makanya kita dukung aksi para aktivis tersebut.
Secara nasional, penderita HIV/AIDS, angkanya sungguh mengerikan. Dan yang bikin miris, penderita adalah para bayi. "Saat ini bayi-bayi tersebut tetap di asuh orang tua masing-masing tetapi dalam pemantauan Global Fund Kalbar," kata relawan dari Global Fund - AIDS Malaria TBC (GF - ATM) Kalbar, Rizal Ardiansyah di Pontianak, Kamis lalu.
Kondisi itu sungguh mengerikan. Mengerikan karena mereka sudah tidak punya harapan hidup. Kalau mereka bisa bicara, mungkin mereka akan katakan “mengapa aku terlahir dengan kondisi pengidap virus HIV/AIDS?” Mereka adalah orang-orang yang tidak berdosa. Menyesalkan ayah-ibu mereka yang mewariskan penyakit kepada bayinya? Kita masing-masinglah yang bisa menjawabnya dengan membentengi diri dan keluarga.
Sebab bila tidak dimulai dengan kita, maka korban akan semakin bertambah. Karena fenomena gunung es tadi.
Bayangkan, data Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, sejak 1993 hingga September 2007, tercatat 1.098 pengidap HIV positif, 658 pengidap AIDS dan 171 kasus meninggal dunia. Kawasan pesisir Kalbar seperti Kota Pontianak tercatat paling banyak pengidap yakni 510 HIV positif dan 285 AIDS, kemudian Kota Singkawang 351 HIV positif dan 277 AIDS, Kabupaten Pontianak 95 HIV positif dan 38 AIDS, Kabupaten Sambas 55 HIV positif dan 9 AIDS. Kasus serupa juga kini ditemukan di Kabupaten Sintang.
Nah dengan adanya hari AIDS ini kita bisa memaknainya sebagai peringatan diri bagi keluarga terkecil—ayah, ibu dan anak, keluarga terbesar, lingkungan tempat tinggal, lingkungan yang lebih besar hingga Negara ini untuk membebaskan diri dari HIV/AIDS tersebut. Semoga.

Baca Selengkapnya..

Thursday, November 29, 2007

Aksi Tanam Pohon

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada aksi penanaman 79 juta pohon di Indonesia yang dilakukan secara simbolis di Desa Cibadak, Bogor, Rabu (28/11) menegaskan, bukan sekedar gaya belaka namun merupakan bagian dari upaya Indonesia menyelamatkan bumi.

Aksi tanam pohon yang dilakukan presiden dan ibu Negara Ani Yudhoyono itu, dilakukan pula oleh para menteri hingga pejabat di daerah. Termasuk TNI, Polri dan Kehakiman melakukan hal yang sama.
Pun demikian dengan lembaga pendidikan, mulai dari Mendiknas, hingga ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Para kepala sekolah mendapat pembekalan khusus tentang penanaman pohon tersebut.
Kita berharap aksi tanam pohon tersebut tidak sekedar gaya-gayaan, agar masuk koran atau masuk televisi, bukan pula karena Indonesia menjadi tuan rumah konferensi PBB di Denpansar, Bali Desember mendatang, tapi karena kita ingin Indonesia tidak mengalami bencana karena kesalahan kita, karena kita ingin air, udara tetap ada.
Harapan kita semoga ini merupakan awal yang baik untuk menyelamatkan lingkungan dan menghijaukan kembali hutan, mengembalikan kembali debit air yang turun drastic. Sebab bila kita mau berbuat bersama-sama, tidak ada kata terlambat. Walau sebetulnya hutan kita sudah gundul, air kita sudah semakin habis karena tidak ada lagi hutan penyangga, tapi dengan pekerjaan yang mulia ini, kita yakin upaya bersama itu akan berhasil.
Presiden SBY tidak hanya mencanangkan aksi penanaman 79 juta pohon, tapi juga menetapkan bulan Desember sebagai bulan menanam selama satu bulan penuh. Itu bukan berarti kita tidak boleh menanam di bulan lainnya.
Banyak manfaat yang bisa diambil dari kebiasaan menanam tersebut. Kita turut menyelamatkan bumi. Bahkan sebetulnya, melihat hutan kita yang masih luas, masyarakat dunia harusnya berterima kasih kepada Indonesia karena memiliki hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Terutama kita di Kalbar ini, banyak Negara yang berkepentingan. Sebab kita punya Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Betung Kerimun dan masih banyak lagi hutan yang berstatus taman nasional yang disebut-sebut sebagai paru-paru dunia.
Karena dunia punya kepentingan dengan kita, maka sepantasnya dunia membantu kita memelihara hutan dengan teknologi dan dengan sumber-sumber keuangan mereka. Dunia bisa alami krisis dan malapetaka yang hebat, apabila kita tidak peduli dengan lingkungan. Sebab bumi makin panas dan kalau iklim terus berubah, maka terjadi banyak bencana, dan yang jadi korban adalah makhluk hidup di dunia ini termasuk manusia. Oleh karena itu kita dukung aksi tanam pohon tersebut.
Tujuanya jelas untuk mengurangi dampak pemanasan global, meningkatkan absorbsi gas CO2, SO2, dan polutan lainnya, serta mencegah banjir, kekeringan, dan tanah longsor.
Indonesia saat ini memiliki luas hutan tropis 120,3 juta hektar. Terbesar ketiga di dunia, dengan kekayaan alam yang luar biasa, sehingga dianggap sebagai paru-paru dunia. Karena itu, pada Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali bulan depan, kita bisa menuntut kepada dunia, apa kontribusi mereka untuk kita.
Perlu ada mekanisme yang jelas dari pemanfaatan “carbon trade” tersebut, apakah bermanfaat bagi masyarakat. Semua masih belum jelas. Dilain pihak, negara-negara maju dengan pertumbuhan industrinya seperti Amerika Serikat dan Cina yang menyumbang karbon cukup besar tidak mau menandatangani Protokol Kyoto. Jadi jangan hanya hutan yang diperhatikan, tetapi juga penyebab timbulnya karbon lainnya seperti industri dan transportasi juga perlu diperhatikan.

Baca Selengkapnya..

Wednesday, November 28, 2007

Menunggu Janji Presiden

Angin segar bagi para guru di Republik ini. Setelah tahun 2005 lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan pekerjaan guru sebagai profesi, pada peringatan Hari Guru dan ulang tahun ke-62 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), yang berlangsung di Rumbai Sport Hall, Pekanbaru, Riau, presiden kembali menjanjikan akan menaikkan kesejahteraan guru.

Menurut presiden, guru mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sebab di tangan gurulah kualitas manusia suatu bangsa ditentukan.
Tekad presiden tersebut sangat beralasan dan patut untuk didukung. Dan bagi para guru sendiri, janji itu patut untuk ditunggu. Kita mendukung, karena prefesi guru adalah profesi yang amat mulia. Sebab mereka mempunyai tugas yang mulia pula, yakni sebagai peletak dasar kecerdasan suatu bangsa.
Itu pula yang menjadi dasar presiden untuk meningkatkan penghasilan guru. Dalam pemerintahannya, presiden menjadikan pendidikan prioritas utama disamping berbagai proritas lainnya.
“Saya dan menteri akan meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan guru. Ini adalah komitmen dan tanggungjawab negara menaikkan kesejahteraan guru," kata presiden di hadapan ribuan guru yang menghadiri peringatan PGRI di Riau itu.
Namun yang patut menjadi pertanyaan kita adalah, apakah kebijakan presiden itu bisa diterjemahkan oleh para menteri, terutama Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Keuangan? Lalu bagaimana dukungan dari DPR? Jangan sampai kebijakan presiden ini lalu dibaca sebagai kebijaka politik menjelang pemilu legislatif dan presiden 2009 mendatang.
Bila itu yang terjadi, maka kebijakan presiden itu akan mental di anggaran yang dalam hal ini dibahas di DPR-RI. Jadi bukan salah presiden yang telah menjanjikan, namun perlu dukungan pula dari DPR.
Lalu di tingkat daerah, kebijakan itu juga perlu mendapat dukungan dari gubernur, bupati dan walikota. Dukungan mereka mutlak diperlukan, mengingat guru kita terutama yang bertugas di daerah, termasuk di pesisir dan pedalaman, kehidupan mereka masih jauh dari yang dikatakan sejahtera.
“Bagaimana mungkin mereka bisa mengajar dengan baik, sementera mereka juga terbebani dengan kegitan lain seperti harus mencari nafkah dan sebagainya di luar tugasnya sebagai guru”. Kondisi ini yang harus dipahami bersama.
Presiden mengatakan pemerintah dengan segala tantangan dan keterbatasannya berusaha terus meningkatkan pendidikan, agar manusia dan bangsa Indonesia lebih bermartabat, unggul dan berdaya saing.
Untuk menuju kearah sana, tidak ada jalan lain, selain menggalakan dunia pendidikan kita. Dengan memperhatikan kesejahteraan guru, memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan, maka tujuan memajukan bangsa bisa terwujud dan bisa menang dalam persaingan keras globalisasi.
Dulu, orang Malaysia saja belajar di Indonesia. Tapi kini kondisinya beda, kita yang mesti belajar di Malaysia. Artinya, dalam persaingan global, kita sudah ketinggalan dari Malaysia.
Untuk kembali kekejayaan masa lampau, kita harus membenahi pendidikan kita. Sekarang saja kita sudah ketakutan dengan standar kelulusan yang kabarnya akan dinaikan lagi.
Tapi disisi lain, kita harus menerimanya. Sebab kita harus tahu dengan standar pendidikan kita sudah sampai dimana? Sekarang kita masih meraba-raba seberapa tinggi standar atau kualitas pendidikan kita? Semua masih menjadi tanda tanya besar.
Namun ditengah carut marutnya mutu pendidikan kita, ternyata ada anak-anak kita yang berprestasi dunia. Seperti di bidang Fisika, Matematika dan sebagainya. Bahkan di Byan bisa mengharumkan nama Indonesia lewat lukisan prangkonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Nah, kalau mau jujur, pendidikan kita sebetulnya tidak buruk-buruk amat. Tinggal bagaimana pemerintah merealisasikan janjinya mensejahterakan guru sehingga mutu pendidikan kita jauh lebih meningkat lagi.
Maju mundurnya suatu bangsa, juga tidak lepas dari peran guru selaku orang yang mempersiapkan calon pemimpin lewat lembaga pendidikan. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya kalau guru tidak ada. Apa jadinya suatu bangsa kalau tidak ada dunia pendidikan. Karena begitu pentingnya peran guru, maka mereka layak untuk diperhatikan. Sebab guru merupakan pemimpin yang setiap tingkah laku dan perkataannya diikuti (digugu) dan ditiru.

Baca Selengkapnya..

Buah Demokrasi

Rangkaian pelaksanaan pemilu gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) yang puncaknya dilakukan pada 15 November 2007 lalu, hampir rampung. Kita hampir melewati tahap akhir yakni sidang pleno rakapitulasi perhitungan suara masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalbar periode 2008-2013, Senin (26/11) kemarin.

Pleno yang dilangsungkan di ruang serbaguna Gedung DPRD Provinsi Kalbar itu disaksikan puluhan ribu pasangan mata baik di ruangan sidang maupun lewat siaran langsung TVRI SPK Pontianak, sebelum pengesahan gubenur dan wakil gubernur terpilih yang dijadwalkan hari ini.
Bagi masyarakat Kota Pontianak, hampir tidak ada yang melewatkan peristiwa bersejarah tersebut. Sebab ini adalah Pemilu gubernur pertama di Kalbar yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Makanya, tak heran sepanjang pagi kemarin, hampir semua warga kota Pontianak tidak beranjak dari depan televisi. Warga terfokus dengan acara rekapitulasi suara yang menghadirkan semua KPUD Kabupaten/Kota se-Kalbar, saksi dari masing-masing kandidat, kandidat, pejabat terkait seperti Pemprov, pihak kepolisian dan kejaksaan.
Pada tahap ini tidak ada lagi yel-yel atau kampanye yang menawarkan program atau visi misi sang kandidat. Ini adalah rangkaian proses akhir yakni perhitungan suara yang telah masuk ke meja KPUD Provinsi Kalbar. Walau secara umum sebetulnya kita semua sudah tahu siapa “pemenangnya” tapi kita harus menunggu lembaga resmi yang mengumumkan tentang siapa yang memperoleh dukungan suara terbanyak. Itulah yang dipertontonkan pada, Senin kemarin.
Ya, kita sudah bersepakat untuk melaksanakan sebuah demokrasi. Sebagai konsekuensi logis demokrasi itu adalah ada yang menang dan ada yang kalah. Tapi sesungguhnya dalam konteks ini, sebenarnya tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Yang menang adalah masyarakat Kalbar.
Masyarakat saja bisa menerima hasilnya, mengapa kita harus mencederai kepercayaan masyarakat itu? Tentu sebagai pelaku politik, jelas ada perasaan yang kurang enak. Tapi sekali lagi, sebagai politisi, jelas sudah paham dengan kondisi tersebut. Dia tidak kaget ketika mendapat dukungan, demikian juga ketika tidak mendapat dukungan, dia tidak shock yang berlebihan.
Anggap semua itu “permainan” sehingga kita tidak larut dalam kesedihan. Apalagi kondisi ini sempat membuat kita tidak nyaman akibat isu yang menyebar bagai virus lewat pesan singkat (SMS). Bahkan kalau kita mengingat isu lewat SMS itu, rasanya menyesal kenapa harus ada Pilgub. Tapi kembali lagi, sebagai sebuah Negara yang memilih jalan demokrasi untuk mengganti pucuk pimpinannya, suka tidak suka kita harus menghargai proses demokrasi.
Beruntung suasana yang tidak nyaman itu langsung direspon aparat kepolisian dengan menempatkan sekitar 2000 pasukannya di tempat-tempat strategis yang bisa dikategorikan rawan.
Mendekati pleno, siang malam aparat kepolisian yang dikomando langsung Kapolda Brigjan Pol Zainal Abidin Ishak, melakukan Operasi Cipta Kondisi dengan menggelar razia yang ditujukan kepada masyarakat pengguna kendaraan roda dua maupun roda empat. Tujuan razia tersebut jelas untuk memberi rasa aman masyarakat.
Aparat kepolisian patut bekerja ekstra keras, mengingat ancaman yang luar biasa seram menjelang pleno. Tapi sekali lagi kita patut bersyukur, kita bisa melewatinya dengan baik. Pleno berlangsung aman dan damai. Proses yang semua was-was berubah menjadi tontonan yang mengasyikkan.
Walau ada saksi yang tidak menandatangani berita acara, kita juga patut menghargainya. Sebab esensi dari demokrasi adalah setuju dan tidak. Jadi kita harus bisa menghargai perbedaan itu. Biarlah semua mencair bagai air.
Oleh karena itu, sikap legowo dan lapang dada penting ditonjolkan disini. Artinya kita harus menghargai semua pihak, baik itu pemerintah yang telah susah payah menrancang pelaksanaan Pilgub hingga lembaga penyelenggara pemilu di seantero Kalbar, mulai dari KPPS, PPK dan KPU kabupaten/kota dalam menunaikan tugas dan tanggungjawabnya secara konsisten. Terlebih bagi pihak penyelenggara pemilu yang wilayahnya mengalami kendala alam pra maupun pasca digelarnya Pilgub 15 November lalu.
Kerja keras mereka harus kita hargai dengan menerima hasil akhir perhitungan suara. Memang setiap demokrasi pasti ada riak. Dan riak itu juga biasa. Tapi kita harus arif dan bijaksana menyikapi riak atau protes itu. Itulah kekurangan kita.
Toh penyelenggaraan pilgub ini secara garis besar tidak menyimpang dari perintah Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2005. itu pulalah yang mendasaru dilakukannya rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu gubernur dan wakil gubernur Kalbar 2007 pasca KPU kabupaten/kota usai melakukan proses itu di daerahnya masing-masing.
Dan akhirnya kita semua menyaksikan secara langsung maupun lewat media massa terhadap pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu gubernur dan wakil gubernur Kalbar. Dan hasilnya dapat dikatakan sudah diterima semua saksi, walau ada satu saksi yang belum menandatangani berita acara pengesahkan hasil rekapitulasi suara dimaksud, tapi itu tidak ngaruh. Itulah buah demokrasi!

Baca Selengkapnya..

Mengapa Harus Berkelahi?

Hampir dua pekan ini kita masyarakat Kalimantan Barat mengikuti berita seputar pemilu gubernur dan wakil gubernur (pilgub) Kalbar periode 2008-2013. Hampir dua pukan juga kita menyaksikan drama yang cukup cantik di perankan oleh aktor-aktor politik di pentas pilgub ini.

Mereka bisa mempertontonkan “permainan” apik di tahapan-tahapan pilgub, mulai dari proses pencalonan lewat partai pengusung, pencalonan, pendaftaran, verifikasi, bakal calon hingga pada penetapan calon.
Pada penetapan calon ini pihak penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Provinsi Kalbar menetapkan empat dari lima pasangan yang mendaftarkan diri ke KPU.
Keempat pasangan minus calon independent tersebut adalah nomor urut 1 pasangan H Usman Ja’far-LH Kadir, nomor urut 2 pasangan Oesman Sapta Odang-Ignatius Lyong, pasangan nomor urut 3 HM Akil Mochtar-AR Mecer dan pasangan nomor urut 4 pasangan Cornelis-Christiandy Sanjaya.
Hingga memasuki penetapan calon yang bakal berterung di pilgub Kalbar, drama yang dimainkan masih enak ditonton. Walau nuansanya agak memanas, tapi masih dominant cool-nya ketimbang hot-nya.
Kendati demikian, monuver sudah muncul di mana-mana. Ada calon yang pinta memanfaatkan momen bulan Ramadan dengan banyak “beramal” politik. Ada pula yang memanfaatkan kunjungan ke daerah-daerah. Mereka sibuk “menjual” diri. Sebab pilgub ini masyarakat bukan memilih partai atau lambing tertentu, tapi memilih gambar figure tertentu.
Itulah mengapa mereka berlamba-lomba menebar pesona hingga ke pelosok Kalbar. Bahkan ada daerah yang tidak pernah di sentuh sama sekali, mereka kunjungi.
Sampai disitu, permaian masih enak ditunton dan akrab dengan masyarakat. Bahkan masyarakat ikut-ikutan eforia politik praktis tersebut.
Drama agak menegangkan ketika memasuki tahap 13 hari kampanye. Jujur, kita pasti ada perasaan was-was menghadapi kampanye tersebut. Sebab akan ada dua atau tiga massa yang akan tumpah di lapangan.
Karena melibatkan massa, siapa pun akan sulit mengendalikannya. Apalagi dari keempat pasangan kandidat itu, ada massa fanatiknya masing-masing.
Di fase ini, tensi politik semakin tinggi. SMS beredar bagai virus yang menakutkan. Ada bujukan, ada rayuan dan ajakan, namun ada pula ancaman terhadap kelompok tertentu.
Mencemati perkembangan itu, Polda Kalbar melalui Kapolda Brijen Pol Zainal Abidin Ishak mengeluarkan perintah dengan menetapkan status keamanan Kalbar menjadi siaga I.
Sebetulnya apa pun statusnya, kita sebagai masyarakat biasa jadi tak enak. Kepanikan terjadi dimana-mana, terutama perang urat syarat antar pendukung tak dapat dielakkan.
Tapi sebagai masyarakat Kalbar, kita patut bersyukur, kita bisa melewatinya hingga pencoblosan tanggal 15 November 2007 lalu.
Walau sebelumnya KPU juga dibikin repot oleh sejumlah kelompok massa yang merasa tidak bisa ikut pilgub. Tekanan massa ini membuat KPU membuat kebijakan syarat agar bisa ikut mencoblos. Kita berharap itulah puncak ketegangan. Ternyata tidak! Bahkan dua hari pasca pencoblosan situasi semakin panas.
Panas karena, sudah ada pihak yang hampir mengetahui hasil pilgub lewat tim atau saksinya masing-masing di tiap-tiap TPS. Dan dalam perjalanannya, suara yang diimput saksi maupun petugas masing-masing kandidat tidak jauh beda dengan hasil yang diplenokan KPU kabupaten/kota yang berakhir beberapa hari lalu.
Sekali lagi, sebagai masyarakat Kalbar, kita sebetulnya tidak mempersoalkan hasilnya. Sebab siapa pun pemenangnya kita tetaplah rakyat biasa. Tidak ada pengaruh dalam hidup kita.
Tapi sekali lagi kita kesal dengan situasi. Situasi yang benar-benar tidak nyaman. Dari rumah ke rumah, dari gang ke gang bahkan dari desa ke desa dan skop yang paling luas lagi dari kabupaten ke kabupaten, muncul isu provokatif baik dari mulut ke mulut maupun lewat SMS.
Kita harus bijak menyikapi SMS yang bernuansa provokasi dan SARA itu. Apalagi menjelang pleno KPU provinsi yang akan dimulai hari ini, rasanya kalo bisa tidak usah ada pilgub. Sebab pilgub justru menebar ketakutan bagi masyarakat.
Tentu kita yang tahu jalannya proses pilgub ini, terbesit secerca pertanyaan. Kok baru sekarang dipersoalan hal-hal yang dianggap “janggal”. Mengapa sebelum pilgub mereka diam? Bahkan sebelumnya pihak lain yang mempersoalkan hal yang sama? Toh sekarang justru mereka yang meributkannya. Ribut soal banyaknya warga yang tidak milih?
Nah, disini butuh kedewasaan politik dari masing-masing kandidat. Jangan gara-gara ego pribadi Kalbar lalu tercabik-cabik. Hindari itu semua. Dan untuk memberi rasa aman masyarakat kebijakan Kapolda yang menysiagakan 2.000 pesonil gabungan dari Polda dan Poltabes itu patut dihargai.
Kita sudah jengah dengan keributan apalagi kerusuhan. Kalbar punya banyak pengalaman pahit itu. Gara-gara itu juga kita harus merelakan APBD kita “hilang” untuk membiayainya.
Agar semua itu berjalan dengan baik, dan memberi rasa aman kepada masyarakat Kalbar, kita mendukung sikap tegas Kapolda yang akan menggunakan senjata api untuk meredam aksi massa bila terjadi tindakkan massa yang mengarah kepada anarkis dan kerusuhan.
Marilah kita sama-sama belajar berdemokrasi yang santun dan bermartabat. Ya kita semua memang kaget dengan pilihan rakyat. Tapi percayalah, itu hanya sesaat. Sebab keempat calon tersebut adalah putra terbaik Kalbar. Mereka maju pasti dengan tujuan mulia, yakni membangun Kalbar yang lebih baik lagi kedepan. Semoga.

Baca Selengkapnya..

Saturday, November 3, 2007

Belasan Ribu Massa Cornelis Tumpah di Anjungan


Oleh: Tanto Yakobus

Kandidat Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 4 memulai kampanye di zona I yang dipusatkan di Anjungan, Kabupaten Pontianak. Pada kampanye hari keempat pasangan Drs. Cornelis, MH dan Drs. Christiandy Sanjaya, SE, MM menghadirkan jurkam pusat dan daerah.


Jurkam pusat diwakili oleh Sekjen KBPP, Agenanda Djatmika, dan pengusaha Ir Mike Jeno, MBA, sedangkan jurkam daerah, Ketua DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Pontianak, Sujiwo, SE, Makarius Sintong, SH, MH, William Amad, BA, Drs. Ibrahim Banson, SH, Drs. Cornelius Kimha, M.Si, Kebing Lyah, Moses Alep dan Serunli, Ketua Ikatan Keluarga Besar Madura Kota Pontianak.
Hujan deras yang mengguyur Anjungan mulai pukul 12.00 WIB tidak menghentikan langkah massa mendatangi arena kampanye di halaman rumah betang yang kerap dijadikan lokasi Naik Dango masyarakat Dayak Kanayatn.
Pukul 13.00 hujan reda, dan kampanye pun dimulai dengan menyanyikan lagu Maju Tak Gentar dan dilanjutkan dengan lagu Indonesia Raya.
Sujiwo yang tampil pertama mengajak masyarakat untuk merapatkan barisan dan tidak lagi melihat siapa figur dan dari kalangan mana, “Ingat tanggal 15 November, coblos nomor 4,” serunya.
Sujiwo menegaskan bahwa Cornelis adalah figur nasionalis dan pemimpin masa depan milik semua etnis. Karena belasan ribu massa meluber, panitia yang sejak semua telah menyiapkan water cannon dari Yayasan Pemadam Kebakaran Sungai Pinyuh, terpaksa menyemprotkannya berkali-kali. Ternyata rintik hujan yang mengiringi kampanye tidak cukup membuat massa kedinginan. Massa justru kepanasan sambil berjingkrak-jingkrak mengikuti irama lagu “Kucing Garong” yang dibawakan Trio Macan. Selain Trio Macan, juga tampil artis dari Kota Pontianak dengan iringan Madona Band.
Cornelis tampil membakar massanya dengan orasi-orasi politik yang mengena dan dirasakan langsung masyarakat. Seperti masih terjadinya ketimpangan SDM antara kota dan desa (pedalaman), infrastruktur jalan yang tidak kelar-kelar. “Kita bukan mengumbar janji-janji kosong, tapi sudah kewajiban pemerintah memperhatikan itu semua,” teriak Cornelis yang terlihat pandai memainkan intonasi suaranya.
Cornelis di hadapan massa sekali lagi menegaskan dirinya menjadi pemimpin sudah dipersiapkan pemerintah, mulai dari APDN Pontianak, Fakultas Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Malang, dan Magister Hukum Untan. “Jadi saya ini pemimpin bukan meletus dari bambu, tapi dari pendidikan yang memang disiapkan untuk menjadi pemimpin,” tegasnya disambut riuh massa.
“Jadi saya adalah seorang administrator pemerintahan, sehingga paham betul mengelola pemerintahan,” kata Cornelis mantap.
Sementara itu, Agenanda Djatmika dalam orasinya meminta masyarakat yang kebetulan bukan Dayak dan Muslim untuk tidak ragu-ragu memberi dukungan kepada Cornelis. “Tidak haram orang muslim seperti saya untuk memilih Cornelis, karena kita butuh pemimpin yang berani berbuat untuk rakyatnya daripada pemimpin yang mementingkan dirinya dan golonganya saja,” kata Djatmika yang jauh-jauh datang dari Jakarta.
Sementara itu Ketua IKBM Kota Pontianak, Serunli meminta warga Madura yang ada di Anjungan, Sungai Pinyuh maupun Galang dan Paniraman untuk memberikan dukungan kepada Cornelis. “Sekaranglah kita memberikan kepada orang daerah untuk menjadi tuan di negerinya sendiri. Kita harus memberi kepercayaan itu,” serunya.
Makarius Sintong yang tak asing lagi bagi warga Kabupaten Pontianak mengatakan, selama empat hari ini kampanye Cornelis, dirinya sangat yakin Cornelis menang. Dari Sambas, Singkawang, Bengkayang dan sekarang Anjungan, saya tidak sangsikan lagi masyarakat sangat rindu dengan pemimpin barunya.
“Saya tanya, apakah bapak-ibu dan saudara-saudaraku datang ke sini karena terpaksa atau di bawah tekanan?” tanya Makarius. “Tidak,” teriak massa bergemuruh.
Makarius yang sudah tiga periode sebagai anggota DPRD Provinsi menjelaskan dirinya tahu betul kondisi pembangunan di Kalbar. “Jadi dari visi misi empat kandidat yang saya baca, hanya pak Cornelis yang berani membuat pembangunan dari pedalaman ke kota. Ini beda dengan gubernur-gubernur sebelumnya,” tegasnya.
Masih kata Makarius, dari visi misinya membangun Kalbar ke depan, sangat komplek, mulai dari pembangunan daerah kepulauan, pesisir, pedalaman baru perkotaan. “Itu memberi angin segar bagi kemajuan daerah yang selama ini terbelakang,” tegas Makarius yang hampir habis suaranya itu.
Tepat pukul 16.00 Cornelis kembali tampil menutup kampanye dengan menyanyikan lagu Gebyar-Gebyar ciptaan Gombloh. Massa pun membubarkan diri dengan tertib.□

Versi cetak dimuat Borneo Tribune, Sabtu (3/11)

Baca Selengkapnya..

Thursday, November 1, 2007

Cornelis Akhiri Kampanye di Zona II


Hari Ini Bius Anjungan dengan Trio Macan

Oleh: Tanto Yakobus

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Barat nomor urut 4, Drs. Carnelis, MH dan Drs. Christiandy Sanjaya, SE, MM yang mendapat kesempatan kampanye pedana di zona II, mengakhiri kampanyenya di Kabupaten Bengkayang, Kamis (1/11) kemarin.

Pasangan yang mengusung semboyan “Bersatu Kita Menang” ini memulai kampanyenya di Kabupaten Sambas, Selasa (30/10) dengan menghadirkan juru kampanye (Jurkam) Rosliyan Ramli, SE (anggota DPRD Provinsi Kalbar Dapil Sambas), Makarius Sintong, SH, MH (mantan anggota DPRD Provinsi Kalbar) dan Cornelis sendiri.
Diperkirakan 10-12 ribu massa tumpah di lapangan Gabsis Sambas. Suasana tambah semarak dengan kehadiran artis dangdut Trio Macan yang terkenal dengan lagu “Kucing Garong”.
Gaya khas tiga cewek seksi ini sungguh menarik perhatian massa yang datang dari berbagai kecamatan se-Kabupaten Sambas itu.
Makarius Sintong yang tampil sebagai Jurkam kepada saya mengatakan, masyarakat antusias menghadiri kampanye perdana pak Cornelis. “Sejak pagi hingga siang, massa sudah berduyun-duyun memasuki kota Sambas. Mereka datang dari berbagai daerah atau kecamatan se-Kabupaten Sambas,” ungkap Makarius yang sudah tidak asing bagi warga Sambas.
Dalam orasinya Makarius mengajak warga Sambas bersatu merapatkan barisan untuk mencoblos nomor 4 (pasangan Cornelis-Christiandy) pada pemilu gubernur 15 November 2007 mendatang.
Sementara itu, Cornelis yang tampil sebagai kampanye penutup mengajak masyarakat Sambas untuk bersatu membangun Kalimantan Barat. “Hanya dengan persatuan dan demokrasi kita bisa membangun daerah kita sendiri. Jangan menunggu orang membangun daerah kita, tapi kita sendiri yang harus bangkit mengejar ketertinggalan itu, dengan membangun daerah sendiri,” tegas Cornelis.
Cornelis menjamin apabila terpilih, akan memprioritaskan pembanguan di daearah pesisir dan pedalaman. “Selama ini pembangunan hanya terpusat atau bertumpu di daerah perkotaan saja. Sekaranglah saatnya kita merevolusi pola pikir untuk membangun daerah demi kesejahteraan rakyat,” tegas Cornelis yang disambut teriakan massa “hidup Cornelis, hidup Cornelis”.
Setelah melaksanakan kampanye di Kabupaten Sambas, Cornelis dan Tim Kampanye menuju Kota Singkawang, Rabu (31/10).
Di kota Amoy ini, tim sukses Cornelis yang dimotori Tim Thung Sim dan PDI-Perjuangan mengambil tempat Terminal Induk Singkawang sebagai arena kampanye.
Pada hari kedua, pasangan yang diusung PDI-Perjuangan ini menampilkan Jurkam-Jurkam yang familiar dengan masyarakat Kalbar. Mereka adalah Drs. Sebastianus Massardy Khapat, Sujianto, Budi Santoso dan Drs. Cornelius Kimha, M.Si.
Pada kesempatan ini pasangan Cornelis-Christiandy tampil bareng di hadapan sekitar 12 ribu massa. Massa yang hadir tidak hanya dari Kota Singkawang saja, tapi dari luar kota seperti Samalantan dan Pemangkat.
Agar orasi politik para Jurkam tidak menoton, lagi-lagi Trio Macan mampu menghibur massa dengan goyang yahutnya. Menurut salah seorang anggota Tim Thung Sim, kehadiran SM Khapat dalam kampanye Cornelis menarik perhatian para orang tua dan pemilih tradisional. Mereka yang tergolong pemilih tradisional sangat mengenal figure Khapat yang juga mantan anggota DPR-RI dari PDI itu.
Dalam orasi politiknya Khapat mengajak warga Kota Singkawang untuk jernih memilih calon gubernur. “Jangan memilih berdasarkan uang dan itimidasi, tapi pilihlah calon yang benar-benar punya niat membangun daerah,” pinta Khapat.
Menurut Khapat, mengapa dirinya mendukung dan menjadi Jurkam Cornelis, adalah pilihan yang sangat rasional. “Inilah kesempatan (mungkin) pertama dan terakhir, bagi putra terbaik Dayak untuk punya kesempatan bertarung memperebutkan kursi Gubernur Kalbar. Dan kesempatan itu harap digunakan dengan sebaik-baiknya dengan memberi dukungan suara kepada pak Cornelis dan Christiandy pada 15 November mendatang,” pinta Khapat.
Khapat yang sudah malang melintang di dunia politik ini menceritakan pengalamannya, “pasca Gubernur Oevaang Oeray, kita terutama dari kalangan Dayak tidak pernah lagi punya kesempatan. Dalam lobi-lobi politik kita selalu kalah, karena kita minoritas dibidang politik. Dan itu fakta yang terjadi selama kurang lebih 36 tahun ini,” jelas Khapat.
Selain “membakar” massa dengan pengalamannya, Khapat lebih banyak mengajak massa untuk rasional dalam memilih calon gubernur. Ia menilai semua kandidat baik, tapi untuk power sharing, sekaranglah saatnya. Sebab untuk lima tahun kedepan peluang itu sulit didapat. Pak Cornelis (mungkin) tidak lagi ketua PDI-Perjuangan. “Itulah pertimbangan saya mensukseskan perjuangan pak Cornelis,” tegas Khapat yang juga pernah menjadi calon wakil gubernur berpasangan dengan Gusti Syamsumin, namun kalah dari Usman Ja’far-LH Kadir dalam pemilian di DPRD Kalbar waktu itu.
Hari ketiga, Kamis (1/11) Cornelis mengakhiri kampanye di Bengkayang. Massa tumpah di Bengkayang ditaksir 20-an ribu orang. Lapangan sepak bola Bengkayang tak menampung. Masih dengan Trio Macan, kampanye Cornelis-Christiandy kali ini menghadirkan Jurkam dari DPC PDI-Perjuangan Bengkayang, Yohanes Dopung, Drs. Hendrick Clemen. Dari Provinsi, Drs Ibrahim Banson, SH, William Amad, BA, Ronny Nicolas Ranggie, Budi Santoso (Tionghoa) dan Dirham (mewakili etnis Melayu). Kampanye ditutup orasi politik Cornelis sendiri sembari meminta doa restu masyarakat Bengkayang.
Hari ini, Jumat (2/11) Cornelis-Christiandy memulai kampanye di zona I yang dipusatkan di Anjungan. Rencananya kampanye monolog ini akan dimulai pukul 13.00 WIB dengan menghadirkan Jurkam-Jurkam andalan dan artis dangdut Trio Macan.□

Baca Selengkapnya..

Monday, October 29, 2007

Dayak Kalbar-Kalteng Ketinggalan Pengkaderan


Oleh: Tanto Yakobus

Suasana hiruk pikuk pengunjung resto tidak menyurutkan semangat kekeluargaan dalam acara temu kangen Kapolda Kalteng Brigjen Pol. Drs. Dinar, SH, MBA dengan pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat tadi malam di resto Gajah Mada Jalan Gajah Mada Pontianak.

“Sudah 30 tahun saya meniti karier sebagai polisi dan baru sekarang bisa bertemu dengan abang, kakak dan para senior di Pontianak ini. Acara ini tidak ada maksud apa-apa, hanya silaturahmi dan temu kangen saja dengan para senior,” kata Dinar dalam sambutannya di hadapan belasan pemuka masyarakat Dayak.
Sebelumnya, Ketua DAD Provinsi Kalbar, Thadeus Yus, SH, MPH mengatakan, acara ini adalah murni keinginan Dinar yang kebetulan berlibur ke kampung halamannya di Anik, Darit Kabupaten Landak.
“Sebelum bertolak ke Jakarta dan selanjutnya ke Kalteng besok, beliau menghubungi saya dan menyampaikan niat ingin bertemu para tetua dan tokoh-tokoh masyarakat Dayak yang ada di Pontianak. Dan saya fasilitasi dengan pertemuan malam ini,” jelas Thadeus.
Thadeus juga mengatakan rasa bangganya, karena Brigjen Dinar adalah orang Dayak yang pertama menjadi Kapolda. “Mudah-mudahan beliau kelak bisa pindah menjadi Kapolda Kalbar dan malam ini saya minta izin, kami dari DAD akan menghadap Kapolri meminta supaya pak Dinar menjadi Kapolda Kalbar,” kata Thadeus disambut tepuk tangan para tokoh diantaranya, Pdt. Barnabas Simin, SM Kaphat, Rahmat Sahudin, Alamsyah HB dan lain-lain.
Di sisi lain, Dinar mengatakan, dulu susah sekali mencari senior, tidak seperti sekarang ini. “Kita sudah mulai muncul di mana-mana. Ada yang jadi Gubernur (Kalteng), Bupati, politisi dan akademisi. Walau demikian, kita masih jauh ketinggalan soal pengkaderan,” jelas Dinar.
Dinar lalu bernostalgia ketika tahun 1974 setelah dirinya selesai dari SMAN 1 Pontianak, dirinya satu-satunya dari Kalimantan yang lulus Akpol. “Saya berjuang sendirian dari bawah. Hidup serba susah dan tak jarang tinggal di emperan tokoh di Jalan Tanjungpura itu,” kenangnya.
Belajar dari pengalamannya itulah, Dinar berpesan kepada siapa pun orang Dayak yang menduduki jabatan strategis, baik tentara, polisi, gubernur atau bupati/walikota, agar menyiapkan kader untuk menjadi pemimpin di masa depan. “Belum bisa memberi bantuan materi, dorongan moril sudah cukup. Tidak ada orang yang memperhatikan kita kalau tidak dimulai dari kita (Dayak, red) sendiri yang harus mempersiapkan pengkaderan itu,” tegasnya.
Dinar dalam sambutan yang dibawanya dengan gaya santai itu lebih banyak menceritakan perjuangannya semasa kecil di Pontianak. Usia 2 tahun ibunda tercintanya meninggal dunia, tamat SD ayahandanya lagi yang meninggal. Jadilah Dinar sebatangkara. Ia pun hijrah ke Pontianak dan menumpang dengan orang Padang—yang selanjutnya menjadi orangtua angkatnya.
Sambil bekerja sebagi kuli di pasar, ia sekolah di SMPN 1 Pontianak. Selanjutnya ia meneruskan ke SMAN1. “Waktu itu SPP Rp 180 ribu. Saya tidak mampu bayar, alhasil disubsidi oleh mereka yang mampu dan saya tetap sekolah,” katanya.
Tamat SMA, ia tes di Akpol. Dari Kalbar dikirim 5 orang, hanya 1 orang yang diterima. “Saya satu-satunya yang diterima dan Dayak lagi,” katanya bangga.
Lebih lanjut Dinar menceritakan pengalamannya memimpin Polda Kalteng. Ia bukan sektarian, tapi demi pemerataan dan maju bersama membangun bangsa ini, tak salah memberi kesempatan kepada putra-putri terbaik daerah untuk menjadi pemimpin di daerahnya.
“Dari 14 Polres di Kalteng, cari 4 Dayak saja susah. Pengalaman itu saya membuat kebijakan setiap penerimaan 80 persen putra daerah Kalteng,” jelasnya.
Dalam pengalaman itu pula Dinar minta di Kalbar supaya menyiapkan kader sejak dini. “Sejak SMA siapkan kader terbaik untuk menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing,” ingatnya.
“Sedih juga lebih setengah abad kita merdeka, baru saya orang Dayak Kalbar pertama yang menjadi Kapolda,” ujarnya seraya mengatakan lima tahun lagi dirinya bakal pensiun dan belum ada lagi Dayak lain yang mengikuti jejaknya.
Namun begitu, Dinar cukup bangga dengan generasi penerusnya. “Saat ini, anak bungsu saya Akpol dan satunya lagi menantu saya juga Akpol,” kata pria berwajah “pasar” yang pernah menjadi Kapolres Bukit Tinggi itu.
Kebanggaan juga dikemukakan Pdt. Barnabas Simin. “Pak Dinar patut menjadi teladan para generasi muda kita. Belajarlah dari pengalamannya sampai mampu menjadi Kapolda pertama dari Kalangan Dayak Kalbar. Bukan hanya kita Dayak, dari sahabat kita Melayu Kalbar juga mengalami hal sama, soal pengkaderan itu. Setahu saya belum ada Melayu dari Kalbar yang menjadi Kapolda,” timpal Dinar.
“Jadi ke depan, marilah kita bersama-sama mempersiapkan kader kita sejak dini, sesuai dengan bidang masing-masing,” kata Dinar lagi. □

Baca Selengkapnya..

Semua Bergerak dalam Satu Hati


Oleh: Tanto Yakobus

Dalam setiap kesempatannya tampil di depan publik, ia selalu menyuarakan persatuan dan demokrasi untuk kesejahteraan rakyat Kalimantan Barat. Untuk menuju impian rakyat yang sejahtera itu, maka “bersatu kita menang” yang disuarakan dari hati kehati (sehati) adalah jalannya.

Itulah yang dilakukan kandidat Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 4, Drs. Cornelis, MH saat berkeliling daerah Kalimantan Barat—dari kampung masuk kampung dan ke kampung lain lagi untuk mensosialisasikan diri menghadapi “pertarungan” politik pada tanggal 15 Nopember 2007 mendatang.
Selain menyuarakan persatuan dan demokrasi, Cornelis berupaya merangkul semua etnis, agama dan kelompok kepentingan yang ada di Kalbar ini. Semua perbedaan itu dirangkul menjadi satu. Ia paham betul bahwa persatuan itu adalah pilar demokrasi untuk mensejahterakan rakyatnya.
Cornelis yang maju berpasangan dengan Christiandy Sanjaya itu dalam setiap kesempatan mengunjungi daerah, termasuk kawasan perbatasan selalui mengingatkan masyarakatnya untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Bagi saya, NKRI itu harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kita wajib menjaganya,” tegasnya dalam setiap orasinya.
Lelaki yang punya pendirian dan bicaranya tegas dan lugas ini setelah ditetapkan sebagai calon Gubernur Kalbar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalbar beberapa waktu lalu, rajin mensosialisasikan dirinya ke daerah-daerah.
Bahkan menjelang pelaksanaan kampanye, pasangan yang menumpang perahu PDI Perjuangan ini telah mempunyai grand strategi politis yand dideklarasikan di Pontianak Convention Center (PCC). Grand strategi itu bernama “Tim Thung Sim” atau Sehati.
Sehati adalah jawaban atas sikap diam Cornelis yang selama ini seakan tidak “bergerak” setelah deklarasi politik pasangan mereka di depan halaman Korem 121 Alambhana Wanawai, 27 Agustus 2007 lalu.
“Saya berharap masyarakat jangan terkecoh, hanya memandang calon dari segi agama bukan kredibilitas”, “kita maju tidak didukung oleh partai lain seperti calon gubernur lainnya. Oleh karena itu mari kita bersatu untuk menang”, “Mari kita bersama-sama memajukan Kalbar yang akan datang dengan revolusi, yaitu memilih pemimpin yang peduli dengan kemajuan Kalbar,” tegasnya di hadapan sekitar 10 ribu pendukungnya kala itu.
Sejak resmi sebagai calon Gubernur Kalbar, Cornelis dan pasangannya, Christiandy Sanjaya, rating politis sesuai survey lembaga tertentu cendrung naik, bahkan kini sudah melampaui 27 persen.
Kecendrungan positif tersebut karena Cornelis mulai mendapat simpati—sebagai tokoh politik yang berjiwa nasionalis. Jadi benarlah secara politis bukan lagi persoalan keyakinan “agama” bukanlah masalah “kombinasi etnisitas” atau masalah “sectarian”, melainkan karena kredibilitas figure yang nasionalis itu.
Turiman Fachturahman Nur, Pengamat Psikologi Hukum dan Hukum Tata Negara Universitas Tanjungpura (UNTAN) menyatakan, bahwa simpul-simpul politik di masyarakat belum sinergis dengan “kecepatan membaca secara cerdas” seperti apa yang dimaui UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 17 Tahun 2006, bahwa proses Pilkada bertujuan menghasilkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan NKRI
“Maka kita butuh figure Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mampu mengembangkan inovasi, berwawasan ke depan dan siap melakukan perubahan ke arah yang lebih baik,” tegas Turiman yang rajin menulis opini di Borneo Tribune.
Kata Turiman, mengapa PP No. 6 Tahun 2005 menggunakan istilah “Figur Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah” ini bermakna, bahwa eliminasi politik Pilkada saat ini masih memilih figure KD, WKD, sedangkan “budaya politik” atau “alur berpikir politik” karakteristik sebagian elit politik Kalbar masih terjebak dengan “psikologis etnisitas”, sehingga jika rating politis dari beberapa pasangan calon menurun secara signifikan, maka salahsatu faktor politisnya adalah “alur pikir atau pola pikir politik” yang direkonstruksi PP No. 6 Tahun 2005 jo UU No. 32 Tahun 2004 berbanding lurus dengan kecepatan membaca secara cerdas “pendulum politik” dari pasangan yang tampil beda, yakni seperti mengajak masyarakat membuat revolusi pola pikir untuk merubah keadaan ke arah yang lebih baik.
Sekarang kata Turiman, bandingkan dengan cerdas, pasangan Cornelis-Cristiandy “BERSATU KITA MENANG” ini bukanlah sebuah program tetapi misi yang visinya belum jelas secara politis, ada kecenderungan “dipassword” dahulu dan baru terjawab di PCC misi itu ternyata dikemas dengan grand strategi politis, “Sehati” yang diberi nama “Tim Thung Sim” dan Suhu Ong turut serta di dalamnya. Jadi “bersatu kita menang” secara politis dikemas dengan “sehati” inilah bahasa ruh yang cerdas atau semua bergerak dalam satu hati dalam pencapaian kemenangan, jadi grand strategi politisnya yang berbasis pada “kekuatan kecerdasan emosional” dan efeknya “like and dislike” suka atau tidak masyarakat Kalbar diajak untuk “thawaf politik”, walaupun sendirian atau bersama-sama, karena pasangan ini dianggap lebih mudah menggerakan “satu pesawat” politik yaitu PDI Perjuangan untuk mencapai tujuan kursi Gubernur Kalbar.□

Baca Selengkapnya..

Kado Manis Pemkab Landak


Oleh: Tanto Yakobus

Kolaborasi bunyi gong dan rebana mengiringi tarian Dayak dan Melayu menyambut kedatangan Bupati Landak Drs. Cornelis, MH dan rombongan ke tempat upacara bendera.

Upacara bendera menandakan rangkaian awal peresmian gedung kantor Bupati Landak yang berdiri megah di kilometer 2 Ngabang.
Acara penyambutan berakhir dengan taburan beras kuning dari penari yang mengenakan baju adat Melayu.
Cornelis menjadi inspektur upacara bendera yang dikomandani Camat Ngabang, Wibersono. L. Djait, S.Sos, Sabtu (27/10) pagi kemarin.
Momen peresmian kantor bupati itu menarik perhatian masyarakat umum dan ada juga pejabat sipil maupun TNI dan Polri. Mereka semua ingin melihat peresmian gedung kantor bupati. Bahkan mengabadikan diri mereka dengan kamera handphone.
Suasana tambah semarak dengan umbul-umbul Pemkab yang memenuhi pinggir lapangan upacara. Beberapa dipasang di pinggir Jalan Raya Ngabang - Pontianak. Selain umbul-umbul, tampak ucapan selamat yang berasal dari berbagai kalangan berjejer di sepanjang halaman kantor.
Agar acara seremonial berjalan dengan baik, pengamanan terlihat dilakukan oleh aparat Kepolisian dari Resort Landak.
Usai upacara bendera, dilanjutkan dengan acara peresmian dan penandatanganan prasasti kantor bupati dan dua kantor lainnya.
Frederika Cornelis terlihat mengunting pita untuk menandakan langkah untuk masuk ke gedung tersebut. Lalu pelepasan balon.
Gedung baru pun diberkati oleh seorang Imam Katolik dan secara adat baik Dayak maupun Melayu.
Selain peresmian gedung, juga digelar upacara Hari Ulang Tahun Pemkab Landak ke-8. Untuk memeriahkan acara, digelar pameran pembangunan dan hiburan oleh artis ibukota, seperti Trio Macan dan Ajeng Mamamia Indosiar.
“Hiburan dan pameran pembangunan yang diikuti 30 stand ini berlangsung selama tiga hari,” jelas Ir Jakius Sinyor, Kepala Dinas PU Pemkab Landak.□

Baca Selengkapnya..

Kantor Bupati Landak, Termegah di Kalbar


Oleh: Tanto Yakobus

Mobil kijang Toyota meluncur pelan memasuki halaman luas menuju arah parkir. Sejurus kemudian, setelah memastikan posisi parkir, persis menghadap sebuah gedung megah di tengah “hutan” yang jauh dari suasana metropolitan.

Gedung megah itu adalah gedung kantor Bupati Landak. Saya sempat terpana memandang megahnya bangunan dengan arsitektur kombinasi Dayak tradisional dan modern untuk beberapa saat.
Sementara di halaman depan puluhan pelajar SMA melakukan latihan penggerak bendera. Di depannya lagi, belasan pekerja memasang tenda berwarna biru yang panjangnya kurang lebih 100 meter—yang posisinya sejajar dengan gedung. Tenda itu dipersiapkan untuk acara seremonil keesokan harinya.
Di posisi agak luar arah ke Pontianak berdiri tenda kokoh lengkap dengan panggungnya, kira-kira berukuran delapan meter persegi. Lalu di bawah gedung atau lantai dasar ratusan pekerja tengah menyelesaikan pembuatan stand-stand yang sudah dipesan oleh instansi pemerintah dan swasta sebanyak 30 buah.
“Ini stand untuk pameran pembangunan yang berlangsung selama tiga hari bertepatan dengan momen peresmian kantor Bupati Landak,” jelas Ir Jakius Sinyor, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Landak kepada saya, Arturio Oktavianus, Lukas dan Nur Iskandar, Jumat (26/10) kemarin.
Hiruk pikuk ratusan siswa dan puluhan pekerja baik tenda maupun stand adalah untuk persiapan peresmian kantor Bupati Landak yang akan dilaksanakan hari ini. “Ini gladiresik untuk acara besok (hari ini, red),” ujar Jakius Sinyor yang akrab disapa pak Jek.
Gladiresik dan finishing pekerjaan hari itu adalah untuk persiapan peresmian kantor yang akan diresmikan oleh Bupati Landak, Drs Cornelis MH, Sabtu (27/10) besok (pagi ini, red).
Sambil memimpin anakbuahnya melaksanakan gladiresik, pak Jek panjang lebar menceritakan kepada saya bagaimana awal dan proses pembangunan kantor yang megah lengkap dengan lapangan helikopter itu.
Persiapan panitia tampak matang dengan berbagai kegiatan. Pun demikian dengan dekorasi mulai dari depan petugas sibuk mengatur dan menanam bunga hingga ke ruangan utama (aula).
Di depan pintu utama terdapat peraga sesajian yang dipersiapkan salah seorang pemangku adat untuk ritual adat Dayak Kayanatn. Adat ini untuk meminta restu dan keselamatan menempati gedung baru maupun berkat bagi mereka yang akan menghuninya.
“Gedung kantor Bupati Landak ini dibangun selama 4 tahun dimulai tahun 2003 dan baru selesai sekarang menggunaka dana multy years,” jelasnya.
Menurut pak Jek, berdirinya gedung ini tidak terlepas dari keinginan Bupati Landak, Drs Cornelis, MH—yang sekarang menjadi calon Gubernur Kalbar yang akan bertarung 15 Nopember mendatang.
“Seperti mimpi bila mengingat awal beliau (pak Cornelis) merencanakan pembangunan gedung yang megah ini dan sekarang benar-benar menjadi kenyataan,” cerita pak Jek.
Saatnyalah Kabupaten Landak memiliki kantor yang respresentatif, dimana secara administratif, kabupaten ini berada di tengah-tengah kabupaten lain seperti Kabupaten Bengkayang di sebelah utara, Sanggau di sebelah timur dan Kabupaten Pontianak berada di sebelah barat dan selatan.
Jadi untuk melayani 10 kecamatan dengan luas 9909,10 kilometer atau 6,7 persen dari luas provinsi Kalimantan Barat dengan jumlah penduduk 282.026 jiwa. “Dengan adanya gedung yang memadai, maka memudahkan pelayanan terpadu kepada masyarakat dan ini juga sesuai dengan tuntutan kebutuhan Pemkab Landak itu sendiri,” kata Jakius.
Proyek multy years ini dibangun oleh kontraktor PT. Panggu Arta Dipta dan konsultan perencana PT. Sarana Aneka Bangunan.
Dengan berdirinya bangunan ini bertujuan memproleh manfaat yang optimal, pengolahan struktur bangunan kantor Bupati Landak melalui pendekatan rancangan yang teliti dan detail pada aspek disain struktur yang kreatif, inovatif, ekspresif dan estetis.
Sedangkan sasarannya adalah mendapatkan system bangunan yang menciptakan komposisi struktur secara nyata dan estetis dalam ruang-ruang secara optimal. Memperoleh bentuk, ukuran, bahan,warna dan tata letak komponen struktur ruang yang tepat serta mampu menciptakan tampilan bangunan Dayak yang khas dan penempatan ruang-ruang secara optimal.
Metode yang dilakukan untuk mewujudkan bangunan yang ideal, maka analisis permasalahan dari skala mikro ke skala makro, yakni analisis makro untuk menunjang pembentukan ruang yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan yang diarahkan pada desain arsitektur Dayak Kalbar.
Sedangkan analisis mikro berpusat pada analisis filosofis bangunan sebagai bangunan yang memiliki makna simbolik.

Bentuk bangunan
Bentuk bangunan secara keseluruhan yaitu gabungan antara elemen yang membentuk bangunan seperti pintu, jendela, atap, tangga (lif) dan lain-lain sebagai komponen arsitektural bangunan yang ditunjang dengan suprasegmen arsitektural seperti proporsi, irama, warna, tekstur dan skala yang menggabungkan model tradisional dan modern.
Sedangkan regionalisme arsitektur tradisional yaitu peleburan atau penyatuan antara kebudayaan tradisional yang dikombinasikan dengan kebudayaan dan teknologi modern yang sedang berkembang saat ini.
“Namun secara umum bentuk bangunan adalah arsitektur tradisional Dayak,” ungkap Jakius.
Bila dilihat dari bentuknya, struktur bangunan juga menunjang struktur organisasi teknis kepegawaian (SOTK), yakni menyesuaikan dengan komposisi dan jumlah pegawai Sekda Pemkab Landak.
Fasilitas dan ruangan sudah mencerminkan kebutuhan wadah dan kegiatan pokok dan rutin, lalu memudahkan jenis pelayanan masyarakat secara langsung yang mengarah kepada efektivitas kerja di tiap tingkatan jabatan, serta menunjang kegiatan kerja administrasi perkantoran.
Lebih lanjut Jakius menjelaskan, kantor Bupati Landak mengemban tugas sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi di wilayah Kabupaten Landak atau dengan kata lain sebagai wadah kegiatan masyarakat dan unsure pemerintahan dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pembangunan yang sudah dibuat.
Untuk itu, maka ruangan yang dibuat sesuai dengan aktivitas pemakainya, yang dilengkapi dengan peralatan penunjang yang standar.
Disamping itu, tata ruang disusun sedemikian rupa yang mengambarkan hubungan kegiatan untuk memudahkan pencapaian kegiatan yang berorientasi kepada kegiatan itu sendiri (privacy). Karena itu, maka modul ruang mengacu kepada standar ukuran atau dimensi ruang dan struktur yang masih dilengkapi dengan pencahayaan alami dan buatan serta penghawaan alami dan buatan.
Bangunan kantor yang memiliki luas kurang lebih 11.300 meter persegi itu memiliki empat lantai yakni lantai dasar, lantai satu, lantai dua dan lantai tiga. Di lantai dua ada satu aula besar dan setiap ruang assisten ada ruang rapat.
Pekerjaannya dilaksanakan selama 4 tahun dengan total dana sebesar Rp 38,7 Miliar. Dengan rincian tahun pertama (2003) Rp 5,54 Miliar, tahun dua (2004) Rp 17 Miliar, tahun ketiga (2005) Rp 10,34 Miliar dan tahun keempat (2006) Rp 5,83 Miliar.
“Dalam perjalanannya ada perubahan dan penambahan seperti lif dan jenis bahan yang digunakan dan itu menyebabkan biaya bertamah,” jelasnya pria ramah ini seraya menambahkan dana pembangunan bersumber dari APBD Kabupaten Landak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khsusus (DAK).
Untuk meramaikan acara peresmian, panitia mengabungkan peresmikan kantor Bupati Landak dengan hari ulang tahun Pemkab Landak serta peresmian beberapa kantor dinas di lingkungan Pemkab Landak.
“Acara HUT Pemkab ke-8 diisi dengan pameran pembangunan bertempat di lantai dasar Kantor Bupati Landak, lalui hiburan rakyat dengan mendatangkan artis ibukota seperti Tri Macam yang ngetop dengan kucing garongnya dan artis jebolan mamamia Indosiar selama tiga malam berturut-turut,” jelas Jakius.□

Baca Selengkapnya..

Sunday, October 21, 2007

Merancang Kota Modern


Oleh: Tanto Yakobus

Dua periode memimpin Kota Pontianak, tak cukup bagi Walikota dr Buchary A Rahman untuk mewujudkan visi misinya menjadikan Kota Pontianak sebagai kota jasa dan perdagangan yang bertaraf internasional. Namun untuk menuju ke arah kota modern tersebut, dalam buku updating profil Kota Pontianak, jelas tergambar rencana kota modern tersebut.

Misalnya, dalam menata kawasan jasa perkantoran, akan kaya dengan aktivitas jasa seperti; Jasa keuangan (money changer, penggadaian dan lembaga keuangan bukan bank lainnya). Jasa konsultan (konsultan arsitek, hukum manajemen, pengembangan wilayah, dan lain-lain).
Jasa wisata (travel biro, pusat informasi kepariwisataan, toko cindera mata/ souvenir dan lain -lain). Jasa perkantoran sewa (rental office) dan aktivitas lainnya yang terkait dengan jasa perkantoran (seperti rumah tempat tinggal, hiburan ruang terbuka, taman dan lain-lain).
Lokasi aktivitas jasa perkantoran menyebar di beberapa wilayah kota, antara lain di koridor Jalan Komodor Yos Soedarso, Jalan Teuku Umar, Jalan Gusti Sulung Lelanang, Jalan Sultan Abdurrahman, dan Jalan Jendral A. Yani. Secara keseluruhan luas lahan yang dialokasikan untuk pengembangan kawasan jasa perkantoran hingga 2012 nanti mencapai 0,45 % (48,65 ha) dari luas Kota Pontianak.

Perkantoran pemerintah
Kawasan perkantoran pemerintah adalah kawasan yang sebagian besar arealnya dimanfaatkan untuk aktivitas perkantoran pemerintah, baik pemerintah kota maupun pemerintah provinsi. Keberadaan kawasan ini harus ditunjang oleh berbagai fasilitas pendukung antara lain seperti masjid, pertokoan, perbankan, perkantoran swasta, perbankan, restoran, pompa bensin dan taman. Karena itu alokasi pemanfaatan ruang untuk kawasan ini adalah seluas 127,81 ha, atau sekitar 1,19 % dari luas Kota Pontianak.
Pengembangan kawasan perkantoran pemerintah dialokasikan sepanjang koridor Jalan Sutan Syahrir, Jalan Jendral A Yani, dan Jalan Letjen Sutoyo. Aktivitas lain yang berada di jalan ini adalah gedung olahraga dan beberapa gedung perguruan tinggi, serta terdapat pula kelompok areal permukiman yang telah tertata dengan baik sehingga keberadaannya tetap dipertahankan.
Sedangkan untuk perkantoran pemerintah kota tetap dipertahankan di lokasi sekarang yaitu areal segitiga Jalan Rahadi Usman, Jalan Sudirman dan jalan Zainuddin, dengan penataan kembali terhadap bangunan-bangunan yang ada. Alokasi kawasan pemerintahan yang baru direncanakan akan dikembangkan pula di wilayah Kecamatan Pontianak Utara, yaitu di jalan Budi Utomo. Rencana Penyebaran Kegiatan Pada Kawasan perkantoran Pemerintah di Koridor Jalan Jenderal A. Yani
Alokasi lahan untuk perkantoran militer di Kota Pontianak adalah seluas 9,80 ha, atau hanya 0,09 % dari luas Kota Pontianak. Perkantoran militer tersebut antara lain tersebar di Jalan Rahadi Usman dan Jalan Gusti Johan Idrus.

Permukiman terpadu
Kawasan permukiman terpadu adalah kawasan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan di dalam kawasan pemukiman terpadu berkembang unit rumah dengan fungsi ganda, seperti ruko (rumah toko), rukan (rumah kantor), ataupun rumah yang memiliki aktivitas memproduksi barang (home industry). Perkembangan luas lahan untuk kawasan permukiman di Kota Pontianak diperkirakan akan mencapai angka 54,41% pada tahun 2012, atau sekitar 5.866,27 ha.
Pengalokasian kawasan permukiman terpadu menurut kepadatan penduduknya relatif tinggi dialokasikan disebagian wilayah Kecamatan Pontianak Barat, kecamatan Pontianak Kota, dan Kecamatan Pontianak Timur, khususnya dikawasan yang saat ini telah terbangun. Sedangkan untuk kepadatan penduduk rendah sampai sedang dialokasikan di wilayah kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara. Untuk wilayah – wilayah di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Timur yang kepadatan penduduknya yang saat ini masih relatif rendah, pengembangan kawasan pemukiman terpadu di wilayah tersebut diarahkan untuk tingkat kependudukan sedang.
Di dalam rencana alokasi pemanfaatan ruang Kota Pontianak tahun 2002-2012, aktivitas yang dapat berkembang di kawasan jasa perdagangan adalah perdagangan berskala lokal, regional, dan internasional baik dalam bentuk pasar, ruko, mal dan supermarket. Aktivitas lainnya seperti tempat hiburan, hotel dan ruang terbuka.
Rencana alokasi lahan untuk kawasan jasa perdagangan adalah menyebar di seluruh wilayah kota, dimana luasnya diperkirakan mencapai 4,55% (491,00 ha) dari luas Kota Pontianak. Saat ini, kawasan jasa perdagangan sudah berkembang di pusat kota (Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota, dan Kecamatan Pontianak Selatan). Tepatnya di sepanjang koridor Jalan Jendral Sudirman, Jalan Diponegoro, Jalan Gusti Sulung Lelanang, Jalan Patimura, Jalan Tanjungpura, Jalan Gajahmada, hingga Jalan Pahlawan. Sedangkan Jasa Perdagangan lainnya yang menyatu dengan pusat kota di atas, diantaranya terdapat di jalan koridor Pak Kasih, Jalan Komyos Soedarso, Jalan Hasanuddin, dan Jalan Imam Bonjol. Sementara itu, di wilayah Kecamatan Pontianak Utara, kawasan jasa perdagangan terkonsentrasi di koridor Jalan Gusti Situt Mahmud dan sekitarnya.□

Baca Selengkapnya..

Tata Ruang Kota Pontianak

MENUJU KOTA INTERNASIONAL


Oleh: Tanto Yakobus

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Pontianak tahun 2002-2012 sebagaimana terdapat dalam buku updating profil Kota Pontianak, terdapat perubahan mendasar terhadap struktur tata ruang pada RUTRK Kota Pontianak Tahun 1994-2004.

Beberapa perubahan tersebut antara lain; Kawasan pusat kota menempati lokasi yang ada saat ini, yaitu sebagian wilayah Kecamatan Pontianak Barat, dan Pontianak Selatan dalam RTRWK Pontianak 2001-2011, kawasan pusat kota diperluas ke arah utara dan timur dari pusat kota yang ada saat ini, sehingga nantinya pusat kota mencakup lima wilayah kecamatan, dimana semua kecamatan memiliki akses yang merata ke pusat kota.
Pada kawasan pusat kota ini akan dijadikan cikal bakal pengembangan lebih lanjut dari konsep Water Front City (WFC), dimana pada masa mendatang diharapkan pengembangan WFC semakin melebar dari kawasan pusat kota ke arah barat maupun timur.
Kawasan wisata (khususnya di Kecamatan Pontianak Utara) lebih dikembangkan lagi, dengan lebih menonjolkan keunikan wilayah yang dilalui garis Khatulistiwa.
Lokasi pengembangan kawasan wisata Khatulistiwa diarahkan pada wilayah yang tepat dilalui garis lintang 00 0’ 0” di sebelah Timur Laut dari lokasi Tugu Khatulistiwa sekarang ini.
Untuk mewujudkan mimpi tersebut, Walikota Pontianak, dr Buchary A Rahman dan Wakilnya Sutarmidji, akan menjadikan kawasan tugu Khatulistiwa beragam objek wisata, seperti:
Lapangan golf, dengan keunikan dapat memukul bola dari Belahan Bumi Bagian Utara ke Belahan Bumi Bagian Selatan, atau sebaliknya.
Boulevard yang di bagian tengahnya (yang dapat dilalui garis Khatulistiwa) dipergunakan untuk pepohonan / jalur hijau. Kawasan pusat olahraga (sport centre). Kawasan rekreasi yang dilengkapi dengan tempat penjualan makanan dan cindera mata khas Kota Pontianak.

Pemanfaatan ruang
Secara garis besar, alokasi pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012, sebagian besar diperuntukan untuk kawasan permukiman, dimana pada tahun 2012 nanti diperkirakan mencapai 54,41% (5.866,27ha) dari total luas lahan yang dimiliki Kota Pontianak saat ini. Setelah itu diikuti oleh kawasan konservasi (pelestarian alam) sekitar 12,49% (1.347,16 ha), kawasan sentara agribisnis sebesar 7,42% (800 ha), sempadan jalan 3,28 % (353,89ha) dan kawasan jasa perdagangan seluas 4,55 % (491,00 ha).
Pusat kota yang rencananya terletakan di percabangan sungai Kapuas, sungai Kapuas Kecil, dan sungai Landak. Sehingga kawasan ini akan membangkitkan perjalanan yang cukup tinggi. Untuk itu diperlukan jaringan jalan outer ring road yang berfungsi sebagai arteleri primer di lingkar paling luar kota.
Kawasan pusat kota sendiri akan dikelilingi oleh jaringan jalan inner ring road untuk mempercepat perjalanan dari satu sisi kesisi lainnya tanpa harus melalui kemacetan kota hirarki jalan ini adalah sebagai jalan alteri skunder.
Rencana lokasi pemanfaatan ruang pada prinsipnya merupakan perwujudan dari upaya pemanfaatan sumber daya alam secara optimal di suatu wilayah melalui pemanfaatan yang diyakini dapat memberikan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development).

Kependudukan
Ada beberapa kelurahan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi (seperti Kelurahan Tanjung Hilir), dan ada beberapa kelurahan mempunyai kepadatan penduduk yang tidak termasuk tinggi, namun lokasinya berada di dalam dan di sekitar cagar budaya maupun kawasan yang akan dikembangkan sebagai Water Front City.
Dalam rancangan penyebaran penduduk tersebut, pertumbuhan penduduk hingga tahun 2005 tetap sesuai dengan hasil proyeksi. Untuk mencapai kepadatan penduduk yang tidak mencolok pada tahun 2011 serta sekaligus untuk mengantisipasi pengembangan Kota Pontianak yang diarahkan menjadi Kota Internasional, maka mulai tahun 2005 hingga 2011 pertumbuhan penduduk untuk beberapa kelurahan (seperti Kelurahan Tanjung Hilir, Mariana, Benua Melayu Laut, Tambelan Sampit, Tanjung Hulu, Darat Sekip, dan Tengah) diarahkan ke kelurahan–kelurahan lain yang lebih rendah kepadatannya (seperti Pal Lima, Saigon, Parit Mayor, Batu Layang, Siantan Hilir, Bangka Belitung, Siantan Tengah, dan Siantan Hulu).


Baca Selengkapnya..

Saturday, October 20, 2007

Saat Sang Saka tak lagi Berkibar


Oleh: Tanto Yakobus
Bila dibanding dengan daerah lain di bidang perfilman, Kalimantan Barat memang belum ada apa-apanya. Tapi di ajang kompetisi film dokumenter nasional, Kalbar boleh berbangga diri, sebab sudah dua tahun berturut-turut menjadi finalis.

Tahun 2006 lalu, para pemirsa televisi di Republik ini terkesima saat menyaksikan cerita tentang kehidupan dokter wanita muda (dr. Diana Bancin) yang bertugas di Pulau Maya–Karimata Kabupaten Ketapang (sekarang Kabupaten Kayung Utara). Setelah 9 tahun pulau itu tidak pernah ada dokter. Film yang disutradarai Deni Sofyan dan Lia Syafitri, dengan judul film “Amtenar–Sahaja Jasa Yang Terabaikan” berhasil masuk final.
Tahun 2007 ini, Kalbar kembali masuk final dengan film dokumenter yang berjudul “Saat Sang Saka Tak Lagi Berkibar”. Film tersebut garapan sutradara, P.S Riyanto Doloksaribu dan Niken Tia Tantina yang mengangkat cerita tentang perjuangan Katarina dalam mempertahankan perekonomian keluarganya dengan menjadi TKW di Malaysia, dan kondisi keluarga Martinus Murdin (Kepala Dusun) mewakili kondisi masyarakat di daerah terpencil perbatasan Indonesia-Malaysia.
EADC (Eagle Award Documentary Competition) adalah even kompetisi pembuatan film dokumenter pemula untuk anak muda Indonesia yang diselenggarakan oleh Metro TV bekerjasama dengan Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia (YMMFI). Kompetisi ini sudah diselenggarakan sebanyak tiga kali sejak tahun 2005, diadakan setiap tahun bertujuan untuk mendidik generasi muda Indonesia yang mempunyai ketertarikan dan potensi .
Tema yang diangkat tahun ini adalah : Hitam Putih Indonesiaku, untuk mengungkapkan cerita tentang perjuangan menghadapi masalah kemiskinan dilihat dari perspektif pendidikan dan kesehatan. Dengan tema ini, diharapkan pembuat film mampu mengangkat cerita tentang kemiskinan yang dapat memberikan inspirasi untuk mengangkat bangsa dan Negara Indonesia ke tingkat kehidupan yang lebih baik.
Kompetisi ini memperebutkan 3 kategori, yaitu : Film Terbaik (penjurian), Film dengan Ide Cerita Terbaik (penjurian), dan Favorit Penonton (polling SMS).
Proses terbentuknya film
Dalam kompetisi ini, yang dilombakan adalah ide cerita yang diangkat oleh peserta kompetisi. Peserta berasal dari seluruh penjuru Indonesia. Setelah melalui penyisihan administrasi, dewan juri awalnya menetapkan 20 peserta dari 290 pendaftar yang diseleksi melalui proses wawancara via telepon, yang kemudian diseleksi menjadi 10 peserta.
Setelah didapatkan 10 semifinalis selanjutnya dilaksanakan pitching forum, yaitu setiap peserta mempresentasi ide cerita dan hasil-hasil riset awal yang telah mereka lakukan. Pitching forum dilaksanakan di studio Metro TV. Peserta mempresentasikannya di hadapan empat orang juri penilai, semuanya dengan latar belakang orang-orang yang bergerak di bidang perfilman, baik film dokumenter maupun film layar lebar.
Dari sepuluh semifinalis tahun ini, sebenarnya Kalbar sudah berhasil meloloskan 2 kandidat, yaitu pasangan Budi dan Deni, dan pasangan P.S. Riyanto Doloksaribu dan Niken Tia Tantina. Namun keputusan dewan juri pada penyeleksian di pitching forum ini hanya satu dari Kalbar yang lolos menjadi finalis, yaitu pasangan P.S. Riyanto Doloksaribu dan Niken Tia Tantina.
Selanjutnya, kelima pasang finalis mendapatkan beasiswa untuk kelas mengenai penyutradaraan dan proses pembuatan film dokumenter, tutor-tutor adalah pembuat-pembuat film dokumenter profesional yang sekaligus berperan sebagai pendamping (supervisor) bagi masing-masing finalis (sutradara) dalam memproses ide ceritanya menjadi sebuah film dokumenter.
Kelas langsung dilaksanakan selepas dari pitching forum. Setelah materi-materi diberikan finalis sekali lagi melakukan riset ke lokasi pembuatan film. Dari hasil riset lokasi terakhir, para finalis diberikan kelas untuk persiapan melakukan proses shooting (selama 10 hari), produksi film berakhir pada proses editing (selama 2 minggu) di Jakarta.
Ide cerita
Ide cerita yang diangkat dari Kalbar adalah mengenai “kondisi keterpencilan daerah pedalaman di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia, menyebabkan kehidupan ekonomi masyarakat lebih tergantung pada Malaysia”. “Lokasi shooting film di dusun Mangkau, Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau,” ungkap sang sutradara, Riyanto, dalam realeasenya yang dikirim ke Borneo Tribune tadi malam.
Indonesia sudah cukup banyak memiliki kasus-kasus menyangkut hubungan bilateral dengan Malaysia khususnya yang berkenaan dengan pelanggaran tapal batas kawasan dan Negara, mulai dari illegal logging, human trading, sampai kepada penggeseran patok batas, dan pencurian pulau. Yang terlihat jelas di daerah-daerah pedalaman, khususnya yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga, adalah kurangnya fasilitas dan perhatian untuk pengembangan kawasan. Baik fasilitas akses seperti jalan, fasilitas yang menyangkut dengan pengembangan SDM yaitu pendidikan sebagai pondasi pembangunan Negara seperti sekolah dan tenaga pengajar, dan perhatian terhadap lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja.
Berhubungan dengan tema besar yang diberikan Metro TV “Hitam Putih Indonesiaku”, di lokasi pembuatan film, kondisinya cukup mengkhawatirkan. Hitamnya Indonesia terlihat dari minimnya fasilitas, lapangan pekerjaan, kesulitan mengembangkan usaha pertanian dan perkebunan. Namun Putihnya Indonesia terlihat dengan masih adanya rasa nasionalisme dan kesetiaan untuk mempertahankan harga diri sebagai warga Indonesia. Masih ada harapan untuk Indonesia. Tapi, sampai berapa lamakah rasa nasionalisme itu dapat bertahan jika kondisi semakin lama semakin terpuruk? Siapa lagi yang akan mempertahankan tanah kita?
Riyanto menuturkan, dari awal proses pembuatan film, banyak pembelajaran yang didapatkan, mulai dari bagaimana mengembangkan ide cerita dengan menganalisa hasil pengamatan dan data yang berkaitan dengan subjek cerita dan lokasi, dan diolah menjadi alur cerita dan script. Mereka juga mendapatkan pembelajaran bagaimana mengkoordinasikan tim kerja mulai dari tim riset, shooting (cameraman), hingga proses editing (editor). “Selama proses berlangsung, setiap kelompok finalis mendapatkan seorang supervisor yang diikutsertakan untuk mendampingi dan memberikan masukan selama proses pembuatan film berlangsung,” katanya.Lebih lanjut Riyanto dan Niken mengatakan, kendala terbesar dalam pembuatan film documenter tersebut adalah pada saat proses shooting berlangsung. Jadwal shooting hanya diberikan selama 10 hari untuk dilaksanakan di tiga lokasi, yakni Kuching Malaysia, Dusun Mangkau, dan Dusun Entabang. Shooting script yang sudah dibuat tidak bisa digunakan karena tokoh utama yang awalnya direncanakan, Ibu Ningsih (guru satu-satunya) di dusun Entabang harus segera berobat keluar dari kampungnya, dan itu sudah memasuki hari keempat. Pada hari itu shooting tidak berlangsung, dan pada hari itu juga terjadi diskusi yang panjang antara sutradara dan supervisor untuk membuat alur cerita dan shooting script yang baru dan tetap pada koridor tema yang diberikan. Tokoh Katarina yang awalnya adalah tokoh pelengkap menjadi tokoh utama dalam alur cerita yang sudah jauh berubah dari yang semula direncanakan. Untuk merangkai cerita, diputuskan untuk menambah satu lokasi shooting, yakni kampung Tepoi Malaysia. Dan judul filmpun berubah yang semula “Saat Sang Saka Kembali Berkibar” menjadi “Saat Sang Saka Tak Lagi Berkibar”.□

versi cetak dimuat di Borneo Tribune tanggal 20 Oktober 2007

Baca Selengkapnya..

Friday, October 19, 2007

Indonesian boy wins UN stamp design award


New York--Bryan Jevoncia, a six-year old Indonesian boy, was presented with United Nations stamp design award at the UN Headquarters here on Wednesday. The presentation of the award was conducted at a park near UN building and was attended by UN Secretary General Ban Ki-moon, Indonesian special representative to UN, Marty Natalegawa, and several other foreign representatives.

Bryan was one of six children between 6 to 15 years old whose picture was the best for 2008 series UN stamp.

The UN stamp design contest titled "We Can Overcome Poverty", was conducted to mark the observance of International Poverty Eradication Day, and participated in by 12,000 children from 124 countries. "Bryan`s dedication to his work is really admirable, because he is the only Indonesian boy elected among thousands of participants as the winner in the contest," Marty Natalegawa said. He said Bryan`s work indicated that Indonesian younger were able to create good work, to build solidarity and to have sensitivity to poverty issue.

The UN stamp, designed by Bryan, depicted children who, after returning from school, help their mothers in the struggle to make ends meet. Born in Pontianak, West Kalimantan, on December 16, 2000, Bryan is at present in the second year of elementary school. He was accompanied by his mother Rosiana Fardimin and his teacher Rosa de Lima in the trip to New York to recive the UN award. Asked what he felt after receiving the award, Bryan said he was delighted with his work and eager to meet one of his country`s prominent figure after returning to Indonesia from New York. "I want to meet `Pak` President Susilo Bambang Yudhoyono to show him the present I get from the United Nations," Bryan said with a chuckle.Antara

Baca Selengkapnya..

Wednesday, October 17, 2007

Buku Jejak Emas Pemuda Kalbar Siap Launching


Oleh: Herkulanus Agus

Sebagai ungkapan syukur kepada Borneo Tribune yang telah sukses sebagai media partner persiapan penerbitan buku Jejak Emas Pemuda Kalimantan Barat, koordinator kepenulisan Buku Jejak emas pemuda Kalbar Yaser Syaifudin, ST menyerahkan 5 persen dari keseluruhan dana sponsorship.
Dana tersebut diserahkan Yaser secara simbolik kepada Tanto Yakobus, Redaktur dan pengasuh halaman filantropi di Borneo Tribune, Rabu (10/10) kemarin. Dana tersebut akan disalurkan ke masyarakat yang sangat membutuhkan melalui program dana amal filantropi ke Borneo Tribune. Dana untuk penyelesaian buku tersebut sebesar Rp 6 juta dari PTPN XIII dan PT PELINDO.

“Kita merasa berterima kasih kepada Borneo Tribune, karena mempunyai semangat yang sama. Apalagi Borneo Tribune juga dikelola orang-orang muda,” ungkap Yaser sapaan akrabnya.
Menurut Yaser, hampir semua prestasi anak Kalbar dapat tercium dari Borneo Tribune. Termasuk prestasi siswa yang terpendam. Contohnya Bryan Jevoncia.
Buku jejak emas pemuda Kalimantan Barat yang akan diluncurkan 29 Oktober mendatang dan bercerita tentang kunci sukses, profil pemuda Kalbar yang dinilai berhasil dari sisi akademisi, atlet, seni, entrepreneur dan aktivis.
Rencananya buku itu akan dicetak selepas lebaran dengan jumlah 3 ribu buah. Buku tersebut akan diserahkan secara gratis kepada warga Kalbar.
Misalnya tentang entrepreneur Suhardiman pemilik waruk Dangau, Kusmindari pengelola Sanggar Andari, Hermayani Putra Aktifis WWF.
Tujuan dari jejak emas ada empat kata kunci motivasi, inspirasi, dokumentasi jejak pemuda Kalbar dan apresiasi atau bentuk penghargaan terhadap kiprah pemuda Kalimantan Barat.
Ditambahkannya persiapan buku jejak emas kurang lebih selama lima bulan yaitu dari bulan Mei-Oktober.
Penerbitan buku ini juga terlaksana atas kerjasama KNPI Kalbar Lembaga Penelitian Pengembangan Ekonomi dan Studi (LP2ES).
Direktur Lembaga Penelitian Pengembangan Ekonomi dan Studi (LP2ES), Endih Supandih mengatakan, pembuatan buku ini juga bertujuan membagi aspirasi dan motivasi kepada orangtua dan pemuda lainnya untuk mengembangkan potensi terbaiknya. Memberi penghargaan kecil kepada pemuda yang telah mengharumkan dan mengangkat nama Kalbar. Menciptakan sinergisitas pemuda guna melahirkan komunitas yang menjadi solusi bagi Kalimantan Barat.
“Kegiatan ini juga bertujuan untuk menciptakan sinergisitas pemuda guna melahirkan komunitas yang menjadi solusi bagi Kalimantan Barat,” kata Endih.
Pembuatan buku hasil kerja sama antara LP2ES dan CV Pasific ini juga mendapat dukungan dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalbar, Aspar.
Pemuda dengan energi yang besar dan mobilitas yang tidak terbatas merupakan salah satu kunci penggerak dan pemberdayaan masyarakat. “Dengan jumlah pemuda lebih dari setengah juta jiwa. Peran serta pemuda mat dibutuhkan sebagai motor penggerak dan agen perubahan yang menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama membangun Kalimantan Barat,” lanjut dia.

Versi Cetak dimuat Borneo Tribune tanggal 10 Oktober 2007

Baca Selengkapnya..

Cinta dalam Semangkok Nasi


Oleh: Heryanto, SH, M.Kn*)

Kehadiran orang Tionghoa di Bumi Khatulistiwa betul-betul migrasi alamiah demi mencari kehidupan yang lebih baik karena pada saat itu di Negeri tirai bambu daratan Cina lagi pecah perang saudara yang berkepanjangan. Mencari makan jelas susah apalagi bermimpi untuk jadi orang kaya. “andaikan aku jadi orang kaya” saya teringat lirik lagu Opie Andaresta yang pernah ngetop dulunya.

Sore-sore hari sekitar pukul 15.00 WIB tanggal 11 Oktober 2007, saya kedatangan Sdr. Tanto Yakobus, S.Sos editor rubrik Tionghoa Borneo Tribune dengan ditemani rekannya Stefanus Akim yang “menawarkan” saya untuk menuliskan sepenggal kisah mengenai orang Tionghoa. Temanya bebas saja.
Karena tawaran menulis ini tidak resmi, lagi pula sebetulnya Sdr. Tanto kekantor saya tujuannya adalah untuk mengambil akta yang telah selesai dibuat oleh saya sebagai Notaris/PPAT, maka dalam benak saya telah terbayang akan menulis mengenai sekelumit apa saja tentang orang Tionghoa serta asal usul kedatangan orang Tionghoa khususnya di Bumi Kalbar, kota zamrud khatulistiwa.
Asal usul kedatangan orang Tionghoa tersebut merupakan data penelitian saya ketika lagi menyusun thesis untuk menyelesaikan program magister yang saya peroleh dari salah seorang ketua yayasan/perkumpulan yang ada di Pontianak.
Kisah kedatangan tersebut yang juga merupakan cikal bakal adanya marga Lim sebagai marga yang terbesar populasinya hingga saat ini, sungguh adalah kisah heroik yang menyentuh hati.
Sampai-sampai teman-teman saya yang sempat membaca thesis tersebut “mengolok-olok” sebetulnya saya menyusun suatu karya penelitian ilmiah atau mau menyaingi Kho Ping Ho dengan tema cerita silat dalam setiap karyanya.
Tak ayal juga, salah seorang Dosen Pembimbing saya merasa “terhibur” setelah membaca thesis saya. Mungkin dalam menyusun thesis tersebut saya berusaha menyusunnya dengan sesantai mungkin, gaya bahasa lugas serta penempatan teori-teori yang mendukung hipotesa tidak berhimpit-himpitan seperti orang naik bis kota.
Kehadiran orang Tionghoa di Bumi Khatulistiwa betul-betul migrasi alamiah demi mencari kehidupan yang lebih baik karena pada saat itu di Negeri tirai bambu daratan Cina lagi pecah perang saudara yang berkepanjangan. Mencari makan jelas susah apalagi bermimpi untuk jadi orang kaya. “andaikan aku jadi orang kaya” saya teringat lirik lagu Opie Andaresta yang pernah ngetop dulunya.
Sampai saat ini pun orang Tionghoa masih terus berjuang demi mencari sesuap nasi, merencanakan masa depan yang lebih baik bagi anak-cucunya, persamaan hak-hak politik sebagai warga Negara yang terpecah belah karena praktik politik devide et impera pada masa penjajahan Belanda dulunya.
Akibatnya adalah jarang-jarang ada orang Tionghoa yang bisa jadi PNS, Polisi, Tentara ataupun profesi dan kedudukan lainnya selain mayoritas berprofesi sebagai pedagang atau wirausaha atau profesi lain yang dianggap tidak “membahayakan” kedaulatan Negara kita.
Akibatnya adalah jarang-jarang ada orang Tionghoa yang bisa jadi PNS, Polisi, Tentara ataupun profesi dan kedudukan lainnya selain mayoritas berprofesi sebagai pedagang atau wirausaha atau profesi lain yang dianggap tidak “membahayakan” kedaulatan Negara kita.
Saya pernah menyaksikan bagaimana orang Tionghoa yang asli kelahiran Tiongkok sambil makan ia merencanakan usaha dagangannya bersama istrinya dan membincangkan masa depan anak atau anak-anaknya yang kelak akan lahir. Mereka makan nasi yang tersaji dalam sebuah mangkok kecil dengan menggunakan sumpit sebagai pengganti sendok dan garpu. Ada nuansa cinta disana karena mereka menikah belum setahun lamanya, “cinta dalam semangkok nasi” saya sebut demikian saja dan bukan “cinta dalam sepotong roti” seperti filmnya Garin Nugroho, kalau tidak salah.
Mereka berharap banyak akan masa depan yang lebih baik buat anak atau anak-anaknya nanti. Mungkin juga dalam angannya, mereka berharap ada anak, cucu atau keturunannya kelak yang bisa jadi Polisi, Jaksa atau Hakim sebagai aparat penegak hukum ataupun menjadi Tentara agar bisa turut membela Negara.
Angan itu untuk saat ini mungkin masih tergantung diatas awan, hanya hujan reformasi pada suatu saat nanti yang bisa mengubah segalanya sekaligus menghilangkan rasa “ada dusta diantara kita” yang sebetulnya tidak ada.
Kalau saat ini ada beberapa gelintir orang Tionghoa yang bisa menjadi Menteri, Anggota Dewan dan beberapa jabatan yang dulu-dulunya tabu diduduki oleh orang Tionghoa, itu tidak lain menunjukkan bahwa orang Tionghoa tidak hanya pandai berdagang atau berniaga saja.
Kemudian juga sebutan orang Tionghoa itu rata-rata kaya sehingga untuk urusan yang bersifat administratif di pemerintahan bisa diminta uang jasa pengurusan yang lebih tinggi, juga suatu opini yang keliru dan patut dienyahkan.
Orang Tionghoa itu sama seperti golongan penduduk lainnya. Masih banyak juga yang hidup dibawah garis kemiskinan sehingga perlu bersusah-payah berjuang memperbaiki kehidupan ekonominya.
Dari kenyataan tersebut memberi inspirasi kepada saya menulis sebuah novel tentang seorang gadis Tionghoa yang dikarunia paras cantik namum miskin yang berusaha memperbaiki ekonomi keluarganya. Namanya juga novel, dalamnya juga dilatar-belakangi kisah asmara.
Sayangnya sang lelaki pujaan yang ditaksir oleh gadis ini ternyata dari keluarga kaya raya yang tidak direstui hubungan mereka oleh keluarganya. Berbagai cercaan serta hinaan harus diterima oleh si gadis ini beserta keluarganya yang dikira mau merebut harta mereka.
Salah pahampun terjadi. Abang kandung sigadis yang bekerja sebagai kepala tukang bangunan dan berkarakter temperamental naik pitam dan nyaris bentrok fisik dengan orangtua kekasih adiknya karena tidak terima keluarganya dihina.
Tema-tema serta kritikan sosial pun muncul lewat tokoh-tokoh cerita yang muncul dalam novel tersebut. Akhirnya sidara dan sijaka harus juga berpisah setelah tamat SMA dan bertemu kembali setelah puluhan tahun lamanya.
Sigadis tersebut akhirnya menjadi Notaris dan kehidupan keluarganya menjadi lebih baik karena dulunya mamanya adalah penjual kue dan papanya tukang jahit. Sedangkan orangtua silelaki karena angkuh serta serakah harta menjadi buronan polisi karena terlibat pembalakan liar.
Kesetiaan cintapun diperlihatkan oleh sigadis tersebut yang selalu menolak didekati oleh lelaki lain. Salah seorang lelaki yang ditolak cintanya mencapnya sebagai gadis matre dan menyindirnya :”lebih dingin dan beku dari pada gunung es yang pernah ditabrak oleh kapal titanic sekalipun”.
Namum nasib menentukan lain. Lelaki dambaan sigadis tersebut dalam kurun waktu sepuluh tahun tersebut ternyata sudah bertunangan dengan wanita lain. Sigadis yang biasanya tegar menghadapi berbagai gelombang persoalan hidup jatuh pingsan demi mengetahui kenyataan tersebut.
Bayangkan lelaki tersebut adalah dambaannya sampai rela ia menyerahkan “mahkotanya” pada waktu dulunya. Untunglah tidak semua lelaki naïf dan mempermasalahkan keperawanan sebelum married. Seorang lelaki yang berprofesi dokter yang menaruh hati pada sigadis bersimpati pada kesetiaan sigadis. Sigadis merasa lega karena ia ingin jujur sebelum menikah. ”cintailah aku apa adanya”, rasanya cocok untuk judul novel tersebut yang saya tulis secara kredit hampir enam bulan lamanya dengan panjang hampir 150 halaman.
Mengharukan sekilas jalan ceritanya ? kalau iya saya teringat komentar Sdr. A. Alexander Mering, SH lewat SMS yang pada waktu itu novel tersebut baru sekitar 50-an halaman saja :”saya baru selesai membaca novel abang, ceritanya mengharukan sampai saya meneteskan air mata”.
Wah … wah …, kog tulisannya lari ke sinopsis novel ? saya kira semuanya saling berkaitan. Kalau yang tadi tentang serba-serbi kehidupan orang Tionghoa dan dibawah ini adalah kisah asal usul kedatangan orang Tionghoa beserta marganya :
Dari asal usul sejarahnya orang Tionghoa berasal dari negeri daratan Cina dan keberadaan orang Tionghoa di Propinsi Kalimantan Barat sudah ada kurang lebih sejak abad ke-XVII sebagai akibat terjadinya perang saudara antara utara dan selatan yang berkepanjangan.
Terdorong akan keinginan untuk keluar dari situasi peperangan serta mencari penghidupan yang lebih baik, banyak penduduk yang meninggalkan kampung halamannya hanya dengan menumpang perahu layar sederhana. Didalamnya terdapat anak-anak, wanita, orangtua dan juga lelaki dewasa. Jelas juga perahu demikian tidaklah aman untuk mengarungi luasnya lautan samudera. Tidak terhitung betapa banyaknya jiwa yang hilang tertelan ganasnya ombak lautan. Hirup pikuk, jerit tangis dan hati yang hancur karena kehilangan orang yang dicintai harus diterima demi mencapai tanah harapan.
Tercatat penduduk dengan marga Lim merupakan kelompok terbesar yang pertama kali menapakkan kakinya di Bumi Propinsi Kalimantan Barat lewat sebuah pelabuhan kecil di Kota Pemangkat yang berjarak kurang lebih 400 km dari Kota Pontianak. Gelombang perpindahan penduduk ini kemudian diikuti oleh kelompok marga-marga lainnya. Diidentifisir mereka kesemuanya berasal dari Propinsi Kwangtung dan Hakkian Negeri Cina dengan tujuan memperbaiki taraf kehidupan dengan antara lain bekerja sebagai pedagang, petani, buruh, guru dan lain sebagainya.
Pada awal mulanya, leluhur dari marga Lim adalah bernama Pi Kan yang merupakan keturunan Raja Huang Ti yang ke-33 yang lahir pada tanggal 4 bulan empat Imlek pada abad ke-XI sebelum masehi. Ayah Pi Kan yang bernama Thai Tin hanya berkuasa selama 3 tahun (1194-1191 SM). Kakak kandung Pi Kan yakni Ti Ek meneruskan kedudukan ayahnya selama 7 tahun (1191-1185 SM) yang kemudian diwariskan kepada Raja Zhou (keponakan Pi Kan). Raja Zhou berkuasa selama hampir 32 tahun. Dalam masa kekuasaannya, Raja Zhou bertindak kejam dan biadab, sehingga akhirnya digulingkan oleh Jiu Bu Wang.
Raja Zhou yang dikenal kejam, hanya hal sepele saja dia dapat membunuh seseorang kapan saja. Pi Kan yang pada saat itu merupakan seorang pejabat tinggi kerajaan sangat sedih menyaksikan perbuatan Raja Zhou keponakannya tersebut. Timbul keinginannya untuk menasehati sang Raja. Pi Kan berpikir, dengan membiarkan Raja berbuat sewenang-wenang tanpa dicegah, merupakan bentuk ketidaksetiaan pada Negara. Pi Kan berpendapat bahwa jika dia harus mati karena membela rakyat, dia tidak akan menyesal.
Oleh karena itu Pi Kan menasehati Sang Raja selama 3 hari berturut-turut dengan harapan agar Raja Zhou mau mengubah sikap dan perilakunya demi kepentingan Negara dan tidak membunuh rakyat yang tidak berdosa. Mendengar nasehat Pi Kan, Raja Zhou menjadi marah sekali. Dalam hatinya timbul niat untuk menyingkirkan Pi Kan pamannya.
Lantas Raja Zhou bertanya kepada Pi Kan :”atas dasar apa kamu berani menggurui saya ?”
“Atas dasar kesetiaan kepada Raja dan kasih sayang kepada rakyat, itu saja”.
Kemudian Raja Zhou berkata lagi :”saya dengar bahwa jantung orang pintar mempunyai lubang kepintaran. Kamu adalah seorang yang pintar, saya ingin membuktikan apakah benar jantungmu mempunyai lubang kepintaran ?”
Dengan alasan tak masuk akal, Pi Kan dibunuh. Kemudian jantungnya dikeluarkan untuk membuktikan ada atau tidaknya lubang kepintaran itu. Perbuatan Raja Zhou tidak sampai disitu saja, muka Pi Kan dirusak agar tidak bisa dikenali lagi. Begitu juga istri kedua Pi Kan yang sedang hamil tua juga menjadi korban kekejaman Raja Zhou. Kandungannya dikeluarkan untuk melihat apakah janinnya mirip Pi Kan. Kemudian Raja Zhou berteriak lantang dan berkata kepada pembantu-pembantu kerajaannya :”siapa saja yang banyak bicara, inilah akibatnya !”
Istri tua Pi Kan yang sedang hamil 3 bulan karena takut akan menjadi kekejaman Raja Zhou juga, kemudian melarikan diri kehutan daerah Mohya bersama keempat pelayannya. Dia tinggal disebuah gua dihutan tersebut. Ditempat itulah anaknya lahir dan diberi nama Coa.
Raja Zhou yang kejam akhirnya dipaksa untuk bunuh diri oleh anak Si Ciang Pe yang bernama Huat. Dia kemudian mendirikan Negara Ciu dan menamai dirinya sebagai Ciu Bu Wang yang memegang kekuasaan selama 19 tahun lamanya.
Setelah Ciu Bu Wang naik tahta, dikirimlah orang untuk mencari keturunan Pi Kan. Akhirnya keturunan Pi Kan berhasil ditemukan didalam hutan Mohya yang terletak 15 KM sebelah barat daya Kota Wi Hui Propinsi He Nan. Keluarga Pi Kan dijemput dan dianugerahi marga Lim.
Dari riwayat sejarah ini dapat disimpulkan bahwa penduduk orang Tionghoa yang pada saat ini berada khususnya di Propinsi Kalimantan Barat mempunyai nenek moyang yang sama dari Negara leluhurnya yakni Negara Cina. Keberadaan orang Tionghoa sampai saat ini pun masih dipenuhi berbagai perjuangan seperti leluhurnya. Perjuangan yang terutama adalah mencari sesuap nasi dan berharap hari esok anak, cucu atau keturunannya kelak akan lebih baik lagi.
Apabila perjuangan itu dibahas bersama istri tercinta sama seperti yang lazim kita lakukan juga diatas meja makan dengan nasi yang jika kebetulan terhidang dalam sebuah mangkok, maka tidak ada salahnya anda menamakannya juga sebagai “cinta dalam semangkok nasi” seperti judul tulisan ini.

*)Penulis adalah Notaris/PPAT
Berkedudukan dikota Pontianak.

Baca Selengkapnya..