BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, November 27, 2008

Penasehat Bupati

Oleh Tanto Yakobus

Di suatu subuh, hari agak gerimis.
Kriing.......kriing......kriing, suara telepon di ruang tengah.

”Ma, angkat teleponnya ma,” kataku kepada istri yang lagi sibuk mempersiapkan sarapan pagi anak-anak di dapur.
”Papa masih bersihkan motor neh, sebentar lagi antar anak-anak ke sekolah. Kalau tak dipanaskan, takut mogok di jalan.”
Halo....selamat pagi....suara istriku.
”Ini dengan Pak Bupati....”
”Bupati?”
”Bupati mana?”
Tanya istriku.
Bupati...adalah.
”Bapaknya ada?”
Tanya sang bupati dari seberang.
”Ada, tunggu ya,” jawab istriku.
Pa.....ini telepon dari bupati.
”Halo..., selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?”
”Kebetulnya, saya butuh seorang yang punya wawasan luas, terutama mengerti media.
Saya perlu penasehat untuk mengkounter berbagai opini seputar pemerintahan saya,” jelasnya.
Oh, kalau sekedar penasehat untuk membentuk opini atau pencitraan bapak, ya bisalah, jawabku.
Bruk......motorku tumbang di depan, karena standarnya tak benar. Aku pun buru-buru memutuskan omongan dengan bupati. Wah jangan-jangan cacat motorku itu. Aku pun meletakkan telepon.
Tanganku terasa panas, eh ternyata anakku ngompol dan hari sudah pagi.
Ah, ternyata aku mimpi rupanya.

Baca Selengkapnya..

Pro Kontra Anggaran Pendidikan

Oleh Tanto Yakobus

Pro kontra eksekutif dan legislatif seputar seberapa besar persentase anggaran pendidikan mendapat tanggapan dari Ketua Generasi Muda Demokrat (GMD) Provinsi Kalbar, Zainul Arifin.

Bertandang ke Redaksi Borneo Tribune, Kamis (27/11), Zainul menghibau kalangan DPRD Provinsi Kalbar agar tidak memaksakan kehendak--anggaran pendidikan harus dipatok 20 persen dalam RAPBD 2009, sebab apabila tetap dipaksakan, sementara kondisi keuangan terbatas, maka dampaknya pembangunan bidang lainya terhambat.
”Konsekuensinya, Kalbar akan terus terpuruk, tertinggal, miskin dan perekonomian tidak akan berkembang dengan baik,” katanya.
Sebab dengan mamaksa anggaran pendidikan harus 20 persen pasti akan memangkas anggaran penting bidang lainnya, seperti insprastruktur jalan, kesehatan, pertanian, perikanan, pertambangan dan lain sebagainya.
Yang dampaknya terhadap sektor investasi, industri dan perekonomian akan mengalami stagnasi dan jelas investor tidak akan mau masuk karena infrastruktur yang semakin parah.
”Anggaran pendidikan memang sangat penting untuk ditingkatkan sebagaimana amanah konstitusi sebesar 20 persen, tetapi itu bukan harga mati,” kata caleg DPRD Provinsi Dapil Kubu Raya-Kabupaten Pontianak itu.
Sementara pakar hukum Tata Negara Untan, Turiman Faturahman pernah mengatakan bahwa 20 persen anggaran pendidikan dalam UU hanyalah landasan ideal apabila ingin memajukan pendidikan bangsa. ”Patokan itu tidak ada sanksi apabila kita belum punya kemampuan untuk mencapainya,” katanya di lain kesempatan.
Masih menurut Turiman, dalam UUD 1945 saja, terutama kaitnya dengan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, tapi kenyataannya, kaum fakir miskin selama ini belum bisa disantuni, apalagi dipelihara, katanya.
Terkait anggaran dalam APBD Kalbar lanjut Zaunul, memang tergolong minim, yakni hanya Rp1,4 Triliun. Jauh kecil bila dibandingkan dengan Kabupaten Kutai Kertanegara atau provinsi lain di Pulau Jawa yang jumlahnya puluhan triliun rupiah.
”Oleh karena itu, sebaiknya kenaikan anggaran pendidikan itu kita lakukan secara ralistis dan bertahap sesuai dengan kampuan dan kenaikan APBD kita saja,” sarannya.
Mestinya kata Zainul, untuk 2009 ini mestinya kita memberikan apresiasi kepada Pemprov Kalbar yang telah berani menganggarkan pendidikan sebesar 14,41 persen. Sebab pada jaman Gubernur Usman Ja’far anggaran pendidikan hanya 6 persen saja. Artinya, kenaikan mencapai 120 persen dari tahun lalu. Padahal target penerimaan tahun 2009 terjadi penurunan.
Terhadap pihak-pihak yang mengatakan, apabila anggaran pendidikan tidak mencapai 20 persen pada APBD 2009 akan ditolak DPRD karena bertentangan dengan konstitusi, maka timbul pertanyaan bagaimana dengan keabsahan APBD sejak Tahun 2003-2008 dimana anggaran pendidikannya hanya 2-6 persen saja. ”Apakah juga tidak sah? Karena amandemen UUD’45 telah ditetapka sejak tahun 2002 yang lalu”.
”Padahal anggaran dan proyek-proyek pembangunan sudah berjalan dan dewan juga sudah menikmati APBD tersebut,” kata Zainul.
Dan satu hal lagi, mengapa baru ketika menjelang pemilu 2009 ini anggaran pendidikan itu dipaksa harus 20 persen, dimana letak konsistensi Dewan? Apakah ini tidak hanya sekedar komoditas politik saja menjelang pemilu?
Harusnya Diknas sebagai leading sektor bidang pendidikan membuat program jelas untuk penyelenggaraan pendidikan, khususnya dalam hal penuntasan wajib belajar 9 tahun, pemberantasan buta aksara.
”Jadi bukan sekedar harus mematok anggaran 20 persen, tetapi bagaimana membuat mekanisme pengawasannya, mengingat anggaran yang dikelola cukup besar dan rawan penyimpangan,” ingat Zainul.

Baca Selengkapnya..

Konsumsi Publik Konsumsi Politik

Oleh Tanto Yakobus

Ternyata rumit juga mengurus negeri ini. Kalau dipikir-pikir kan sudah ada ring atau rambu-rambunya. Dan semuanya bisa berjalan pada rambu atau rel yang ada itu. Seorang pemimpin tinggal menjadi setir yang baik dan bijak saja.

Ternyata anggapan awam ini bertolak belakang dengan fakta sesungguhnya. Terlebih ketika memasuki pembasan tahun anggaran. Repotnya, dalam membagi porsi mana saja yang harus diprioritaskan. Sebab bila salah membagi porsi itu, maka salah jugalah pelaksanaannya. Artinya pembangunan yang didanai dengan porsi yang tidak benar bisa stagnan.
Itu pulalah yang dialami Pemprov Kalbar pekan-pekan ini. Dalam pembahasan RAPBD Provinsi Kalbar Tahun 2009, terjadi pro kontra antara eksekutif dan legislatif seputar 20 persen anggaran pendidikan.
Memang secara konstitusional, pemerintah telah mematok angka 20 persen untuk pendidikan. Tapi untuk ukuran Kalbar, masih banyak hal yang perlu dipikirkan, terutama terkait dengan anggaran yang minim.
Bayangkan, Kalbar dengan APBD yang hanya Rp1,4 Triliun—sangat kecil untuk ukuran provinsi. Tapi harus membiayai pembangunan di seluruh Kalbar yang meliputi 14 kabupaten/kota. Pertanyaannya, dengan dana sanggupkah?
Sebagai rakyat seharusnya kita memberikan apresiasi kepada Pemprov yang telah berani menganggarkan bidang pendidikan sebesar 14,41 persen Tahun 2009. Sebab pada jaman Gubernur Usman Ja’far saja, anggaran pendidikan hanya 6 persen. Artinya, kenaikan mencapai 120 persen dari tahun lalu. Sementara target penerimaan kita tahun 2009 terjadi penurunan.
Sebagai masyarakat, kita patut mencurigai pihak-pihak yang ngotot menyuarakan anggaran pendidikan harus 20 persen pada APBD 2009, bila tidak akan ditolak di gedung Dewan.
Kecurigaan kita, jangan-jangan ketidakmampuan Pemprov merealisasikan anggara pendidikan 20 persen dijadikan konsumsi politik oleh kalangan politisi yang akan mencalonkan diri kembali pada pemilu 2009?
Sebab sekarang hampir sulit membedakan mana konsumsi publik dan mana konsumsi politik. Keduanya punya sisi yang sama. Sama-sama penting untuk disuarakan, sebab sama-sama mewakili masyarakat.
Publik juga masyarakat, politik juga masyarakat. Jadi, kita harusnya bijak melihat berbagai persoalan. Mungkin Pemprov, terutama Gubernur Cornelis lebih melihat skala prioritas mana yang harus dipenuhi dalam RAPBD 2009, terutama terkait dengan visi misi serta janji-janji politiknya.
Rasanya kurang bijak kalau teman-teman di Dewan ngotot, sebab keduanya demi rakyat. Singkat kata, biarlah gubernur lewat perangkatnya menentukan anggaran dengan mementingkan skala prioritas dan mendesak untuk dilaksanakan, terutama infrastruktur jalan. Sebab itu terkait investasi dan perkembangan ekonomi masyarakat Kalbar secara luas.

Baca Selengkapnya..

Tuesday, November 25, 2008

Keadilan Masih Mimpi

Oleh Tanto Yakobus

Jauh bukan berarti luput dari pengawasan. Di daerah bukan lantas bisa berbuat enaknya saja. Sebab di Republik ini kita punya aturan yang jelas. Dari pusat sampai daerah pakai aturan yang sama.

Demikian juga dengan lembaga penegak hukum seperti polisi, jaksa maupun hakim, semua sudah ada prosedur tetap (protap) pada lembaga masing-masing dalam menangani kasus.
Dengan demikian, aturan hukum yang diterapkan di Jakarta, perlakuannya sama persis di daerah-daerah di Republik ini.
Artinya, tidak ada pengecualian hukum bagi seseorang. Apalagi bila seseorang itu statusnya tahanan, terpidana atau malah narapidana sekalipun. Sebab protap penanganannya sudah jelas. Aturan hukumnya jelas. Namun teorinya tidaklah seindah praktik di lapangan.
Sebagai orang awam, kita kaget juga dengan perlakukan hukum terhadap mantan Kapolres Ketapang, AKBP Akhmad Sun’an—yang bisa berkeliaran mencari sapi untuk kurban.
Padahal statusnya jelas sebagai tahanan Kejaksaan Negeri Ketapang--yang dititipkan di ruang tahanan Mapolres Ketapang. Kini, mantan Kapolres Melawi itu tengah menjalani masa pesidangan di Pengadilan Negeri Ketapang terkait kasus illegal logging yang menyeret banyak pejabat di Ketapang.
Kita tidak tahu apakah dengan mudahnya Sun’an keluar masuk ruang tahanan karena ada perlakukan khusus? Kita juga tidak tahu apakah ada perbedaan perlakukan terhadap tahanan yang mantan pejabat penegak hukum dengan orang awam?
Atau memang ada ikatan emosional karena kesamaan korp? Sehingga walau pun statusnya tahanan, dia masih bisa bebas menghirup udara di luar.
Sebetulnya kejadian seperti Sun’an itu bukan kali pertama saja, tapi banyak kasus-kasus serupa terjadi. Dengan berbagai macam alasan mereka yang statusnya tahanan bebas beraktivitas di luar.
Jadi terhadap kasus Sun’an bukan berarti karena Ketapang jauh dari pantauan kita, atau jauh dari pengawasan aparat penegak hukum lainnya.
Sekali lagi, itulah fakta hukum kita. Praktiknya tak selalu seindah teorinya. Sebab antara praktik lapangan dan teori selalu bertolak belakang.
Tak heran juga dari dulu kasus-kasus kakap di negeri ini tak pernah tuntas penyelesainya. Sebab aparat penegak hukum kita hampir-hampir berwajah opurtunis. Begitu dia menyelesaikan suatu kasus, begitu juga dia membuat kasus itu tambah rumit.
Misalnya, biaya untuk penyelesaian satu kasus korupsi senilai Rp100 juta, biaya penyelesainya bisa lebih dari Rp100 juga bahkan bisa mencapai miliaran. Mulai dari proses penyidikan, penyelidikan hingga proses persidangan, butuh biaya yang tidak sedikit. Karena disana sini ada uangnya. Entah apa namanya, yang jelas semuanya butuh uang pelicin.
Demikian juga dengan tersangka atau terdakwa, bila punya duit, bisalah mengatur semuanya. Maka tak heran status tahanan sekali pun bisa tetap keliaran di luar tahanan, seperti Sun’an itu.
Jadi semakin kakap kelas kasus yang ditangani, maka semakin besar pulalah biaya penyelesainya. Dan semakin berduit para tersangka maupun terdakwa, maka semakin enaklah dia, walau pun statusnya pesakitan, tapi hidupnya tidak.
Keadilan yang seadil-adilnya ternyata masih mimpi di negeri ini. Faktanya, ada perlakuan beda antara Sun’an dengan tahanan lainnya.

Baca Selengkapnya..

Warung Politik

Oleh Tanto Yakobus

Sebentar lagi Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau akan menggelar pilkada putaran dua.

Menghadapi pilkada putaran dua itu, dua kubu masing-masing kandidat sibuk merancang strategi pemenangan kandidat yang akan disukseskannya.
Pekan lalu saya secara tak sengaja mempir di sebuah warung kopi di Kota Sanggau.
Kebetulan di warung itu tak satu pun wajah yang saya kenal. Saya pesan kopi dan pilih tempat duduk agak pojok. Belasan orang yang ngopi hari itu tak lain, obrolannya pilkada Sanggau yang menyisakan pasangan Yansen Akun Effendi-Abdulah versus pasangan H Setiman H Sudin-Paulos Hadi di putaran dua pada 15 Desember 2008 nanti.
Ada analisis, ada strategi yang mereka bicarakan. Ada juga suara, “asal jangan Akun”. Tapi ada pula yang mengatakan, “Akun memang mantap”.
Ada juga suara; “bagus pilih Setiman, kita masih punya Paulos Hadi”.
Saya pikir itu suara Dayak, karena masih ada ujungnya, “daripada tak dapat sama sekali, kan masih ada Paulos Hadi”.
Hampir satu jam saya istirahat di situ, ternyata tak ada tema lain, obrolan penikmat kopi, politik melulu. Betul-betul warung politik, bukan warung kopi lagi.
Setali tiga uang, terjadi di warung kopi Kota Pontianak. Di salah satu warung kopi Sungai Jawi, ternyata warga kota ngobrol politik di warung kopi juga. Walau bukan penduduk Kubu Raya, tapi warga Kota Pontianak tak sedikit yang jadi tim sukses untuk kandidat Bupati dan Wakil Bupati Kubu Raya.
Strategi “perang” selalu dibicarakan dan didiskusikan di warung kopi. Untuk Kubu Raya, kandidat yang akan bertarung pada putaran dua adalah pasangan perseorangan Muda Mahendrawan-Andreas Muhroetin versus pasangan Sujowo-Raja Oktohari Sapta, yang pelaksanaannya sama dengan Kabupaten Sanggau.

Baca Selengkapnya..

Wednesday, November 19, 2008

Mengapa Harus Pemekaran?

Oleh Tanto Yakobus

Rentang waktu 10 tahun reformasi di Kalimantan Barat , sudah dimekarkan enam kabupaten dan satu kota menjadi daerah otonomi baru. Daerah otonomi baru tersebut adalah, Bengkayang, Landak, Sekadau, Melawi, Kayong Utara, Kubu Raya dan Kota Singkawang. Dimana di jaman Orde Baru, Kalbar hanya memiliki tujuh kabupaten dan satu kotamadya. Namun kini Kalbar memiliki 14 kabupaten/ kota. Perkembangan ini sungguh luar biasa.

Bersamaan dengan pemekaran itu pula, gerak langkah pembangunan di setiap kabupaten/ kota tumbuh pesat. Dulu tidak ada jalan tembus kecamatan bisa kendaraan roda empat, sekarang bisa. Dulu tidak ada hotel di kecamatan, sekarang ada.
Belum lagi pelayanan pemerintah. Dulu orang susah payah menjangkau kecamatan bahkan bisa berhari-hari lamanya, kini tinggal hitungan jam bahkan menit.
Demikian juga pelayanan kesehatan. Dulu orang hendak berobat mininam harus ke pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di kecamatan, kini petugas kesehatan sudah mondok di desa bahkan dusun.
Bidang pendidikan, terutama untuk sekolah lanjutan pertama maupun atas, harus ke kecamatan tertentu bahkan hanya ada ibukota kabupaten. Kini, SMP maupun SMA sudah ada di desa-desa.
Kalau kita mau jujur, itu merupakan buah pemekaran beberapa kabupaten menjadi daerah otonom baru. Nah, ini sungguh luar biasa, belum lagi akses ekonomi yang mudah dijangkau.
Melihat keberhasilan beberapa daerah otonom baru tersebut dalam bidang pembangunan, memicu beberapa daerah untuk ”memisahkan” diri menjadi daerah otonom baru. Bahkan yang lebih besar keinginan warga kita di wilayah timur Kalbar yang meliputi lima kabupaten, yakni Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang dan Kapuas Hulu yang hendak membentuk provinsi Kapuas Raya.
Segala persyarakat untuk menjadi daerah otonom baru sudah mereka penuhi. Tinggal sekarang menunggu keputusan politik dari DPR-RI dan Pemerintah Pusat saja.
Lalu di tingkat kabupaten sendiri, ada beberapa daerah yang juga ingin pemekaran. Di Kapuas Hulu ada kelompok kerja yang menghendaki pembentukan Kabupaten Semitau, di Ketapang berkembang aspirasi masyarakat membentuk Kabupaten Kendawangan dan Kabupaten Sandai.
Di Kabupaten Sanggau berkembang aspirasi membentuk Kabupaten Sekayam Raya dan Kabupaten Tayan. Di Kabupaten Landak berkembang aspirasi masyarakat aliran Sungai Mempawah dan sekitarnya untuk membentuk Kabupaten Landak Utara. Dan di Kabupaten Sintang diwacanakan pembentukan Kabupaten Perbatasan.
Bila dilihat dari beberapa aspirasi masyarakat yang muncul ke permukaan, keinginan membentuk daerah otonom baru tersebut, bukan semata-mata latah atau mumpung ada kesempatan. Tapi lebih dari itu. Ya apalagi kalau bukan untuk pemerataan pembangunan.
Pengalaman kita sebelum pemekaran kabupaten, kebijakan pembangunan berdasarkan teritorial atau zona. Terutama dalam membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Tata Ruang Kabupaten (RTRK) selalu menggunakan zona. Dan kadang zona yang digunakan itu tidak adil. Hasilnya, lihat saja kesenjangan pembangunan kawasan pantai dan pedalaman yang kita rasakan sekarang.
Beruntung ada daerah otonom baru, sehingga daerah pedalaman yang dulunya tertinggal, sekarang sedikit demi sedikit bisa mengejar ketertinggalannya. Disamping itu, dengan daerah otonom baru semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Artinya, rentang kendali pemerintah semakin dekat dengan masyarakatnya.
Jadi tak heran beberapa daerah ingin membentuk daerah otonom baru tersebut, karena dengan otonomi sekarang ini, titik berat kebijakan dan inti pembangunan ada pada daerah kabupaten/ kota. Sedangkan provinsi hanya sebagai fasilitator, mediator dan pengawasan saja. Dia tak lebih dari perwakilan pemerintah pusat di daerah dan sebaliknya. Sedangkan kabupaten/ kota merupakan ”kerajaan” kecil—yang punya wilayah dan kekuasaan penuh di negeri ini. Tapi jangan lupa, kabupaten/ kota yang tidak bisa berkembang dan mandiri berdasarkan evaluasi Badan Otonomi Daerah—bisa dicabut dan dikembalikan ke kabupaten induk.□

Baca Selengkapnya..

Inspirasi dari Pahlawan

Oleh Tanto Yakobus

Setiap tanggal 10 November kita memperingati hari pahlawan. Itu sudah menjadi rutinitas kita setiap tahun sejak pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai hari pahlawan.

Dan hanya kalangan PNS, TNI/Polri dan anak-anak sekolah saja yang memperingati hari pahlawan itu dengan upacara bendera maupun dengan melakukan kunjungan ke taman makam pahlawan. Sementara bagi kita orang awam, melewati setiap tanggal 10 November itu seakan tanpa makna.
Padahal bila dilihat dari pelajaran sejarah, pahlawan itu adalah orang yang diteladani atau dibanggakan. Membanggakan pahlawan sama dengan membanggakan suatu negara, sebab bila negara tanpa pahlawan, kita pun tidak merasa bagian dari negara itu. Makanya kita harus bangga karena memiliki sederet nama tokoh yang bisa kita banggakan—yang sampai hari ini kita sebut pahlawan.
Itu artinya, bagi kita pahlawan menjadi penting karena ia memberikan inspirasi kepada kita. Inspirasi untuk memperbaiki diri sendiri maupun lingkungannya. Dan sekali lagi kita bersyukur karena di negeri ini banyak orang yang memberi inspirasi untuk kita maju dan sejajar dengan orang lain, yakni lewat figur para pahlawan tadi.
Persoalannya sekarang, apakah kita mampu mengambil inspirasi untuk dijadikan spirit dalam memperbaiki diri sendiri maupun negara yang kita cintai ini?
Karena itu, memperingati hari pahlawan merupakan saat tepat untuk merefleksikan diri apakah kita betul-betul paham dengan arti kepahlawanan? Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni tanpa makna, ia akan menjadi rutinitas setiap tahunnya, dan yang parah lagi ia tidak membuat perubahan sedikitpun terhadap diri kita apalagi bangsa ini.
Setiap generasi memang memiliki persoalan dan tantangannya sendiri. Dulu, musuh utama bangsa ini adalah penjajah. Kita rela menumpahkan darah demi mengusir penjajah dari bumi pertiwi.
Kini, banyak musuh kita yang mesti dilawan bersama. Musuh negara dan dunia jelas terorisme dan perubahan iklim. Tapi musuh kita adalah keserakahan dan korupsi yang masih menghantui negeri ini. Dan musuh yang paling utama adalah kemiskinan dan kebodohan.
Korupsi sedikit demi sedikit mulai di kikis dari ”budaya” di negeri ini—lewat tangan-tangan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Pun demikian dengan terorisme, beberapa hari lalu agaknya anti klimaks bagi kita paska eksekusi Amrozi Cs yang merupakan pelaku utama bom Bali I.
Tinggal sekarang yang menjadi tugas utama kita adalah bagaimana kita terbebas dari kemiskinan dan kebodohan itu. Apakah makna hari pahlawan bisa menjadi inspriasi kita untuk keluar dari belenggu kebodohan dan kemiskinan itu?
Tugas kita memang berat. Krisis keuangan global yang dialami Amerika Serikat dirasakan langsung oleh kita yang ada di pelosok daerah. Harga karet yang selama ini menopang perekonomian rakyat kita tiba-tiba anjlok. Bahkan sampai ke dasar harga terendah. Demikian juga dengan komoditas lainnya, seperti sawit, juga mengalami hal serupa.
Nah, dengan momen kepahlawanan itu, kiranya bisa menjadi inspirasi bagi kita agar bangkit dari keterpurukan akibat kemiskinan dan kebodohan itu. Semangat heroik yang dipekik para pahlawan kiranya bisa membakar semangat kita untuk bangkit dan maju bersama untuk mengapai kesejahteraan yang telah dicita-citakan sejak negara ini dibentuk.
Namun sampai usia ke-63, negeri ini belum terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Semoga dengan semangat para pahlawan, bisa kita maknai sebagai heroisme baru yang terus menerus kita bangun bersama. Sebab sebagai bangsa yang besar dan menghargai jasa pahlawannya, kita tidak ingin pahlawan tanpa makna. Kita ingin nilai luhurnya itu selalu melekat pada kita demi kemajuan bangsa kedepan. Semoga!

Baca Selengkapnya..

Rumah Bagi Si Miskin

Oleh Tanto Yakobus

Tiga hari pasca pencoblosan pemilihan Walikota Pontianak, sebagai warga kota, tentu kita semua sudah tahu siapa pemenangnya. Yah siapa lagi kalau bukan Sutarmidji, SH, M.Hum dan pasangannya, Paryadi, SP. Maklum di era keterbukaan dan lancarnya komunikasi dewasa ini, kita gampang sekali mengetahui hasil Pilwako 25 Oktober 2008 kemarin.

Nah, sebagai kandidat walikota, tentu paket Sutarmidji mempunyai jani-janji yang berupa program yang akan dilaksanakannya selama lima tahun bila terpilih sebagai Walikota Pontianak.
Untuk meyakinkan warga pemilih, paket Sutarmidji-Paryadi menawarkan 10 program unggulannya untuk mensejahterakan masyarakat Kota Pontianak.
Nah, dari 10 program tersebut, saya tertarik dengan program rehabilitasi rumah 1000 unit pertahun. Rumah yang akan direhabiltiasi itu adalah rumah warga yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebagai rumah tinggal.
Utamanya, rumah warga yang beratapkan daun rumbia atau sagu, lalu tiang cerujuk yang masih banyak dijumpai terutama di kawasan Pontianak Barat, Utara, Timur dan sedikit di Pontianak Selatan dan tenggara.
Bila kita berjalan menelusuri gang-gang daerah padat penduduk di kota ini, terutama kantong-kantong tertentu, memang banyak ditemukan rumah tidak layak huni. Sudahlah atapnya bocor saat hujan, dindingnya tembus pandang pula.
Ini jelas bebas bagi si empunya rumah. Sudahlah beban hidup yang berat, dia harus menanggung beban sosial lagi.
Beban sosial karena bila dia memiliki anak gadis, jelas anaknya malu bergaul dengan siapa saja, karena bila ada teman atau sahabat berkunjung, rumahnya reot. Belum lagi hal-hal lain, banyak masalah yang akan muncul saat orang tidak memiliki rumah layak huni.
Barang kali berangkat dari pemikiran demikian, Sutarmidji yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Walikota Pontianak punya niat untuk merehabilitas rumah warga yang tak layak huni tersebut dalam programnya yang kelak akan dituangkan dalam visi misinya membangun Kota Pontianak.
Menurut kita, program tersebut sangat mulia, apalagi jumlahnya tidak sedikit, 1000 rumah pertahun. Jadi berangkat dari ketiadaan rumah menjadi punya rumah, beban pikiran orang semakin ringan. Dengan ringannya beban hidup seseorang, maka kemiskinan juga diharapkan semakin berkurang.
Sebab orang miskin tidak lagi berpikir bagaimana cara mencari uang atau nafkah untuk memperbaiki rumahnya, sebab uang jatah rehab rumah itu bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti membeli bahan makanan yang bergizi, untuk biaya sekolah anak-anak mereka maupun biaya kesehatannya.
Yang lebih melegakan lagi, begitu tahu dirinya unggul dalam perhitungan suara, Sutarmidji langsung mengeluarkan statemen bahwa bahwa program 1000 rumah pertahun tidak diutamakan di daerah basis suaranya, tapi akan merata di seluruh kantong-kantong kemiskinan di kota ini. Dirinya tidak ada istilah anak emas atau bukan. Tapi warga kota semua dirangkulnya.
Maka bagi Anda yang kebetulan tidak memilih Sutarmidji, dan belum punya rumah yang layak huni, janganlah berkecil hati. Sebab sebagai pemimpin, Sutarmidji akan merangkul semua orang, baik yang kalah maupun yang menang. Sebab ini bukanlah kemenangan Sutarmidji-Paryadi, tapi kemenangan warga Kota Pontianak.
Sekarang marilah kita bersama-sama menunggu realisasi janji rumah bagi orang miskin itu. Kita yang miskin berhak menagihnya, sementara yang punya kemampuan berhak memantau janji itu. Sebab walaupun itu janji politik, yang namanya janji tetaplah janji dan janji itu adalah hutang kepada orang-orang yang berhak menerimanya.□

Baca Selengkapnya..

Sawit dan Illegal Logging

Oleh Tanto Yakobus

Pernyataan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar, Saban Setiawan, soal perluasan lahan perkebunan sawit di Kecamatan Jagoi Babang, Bengkayang, oleh PT LL diduga terjadi praktek "illegal logging" atau pembalakan hutan secara liar bukanlah mengejutkan.

Dalih pembukaan lahan sawit yang memboncengi praktik illegal logging sebetulnya sudah berlangsung lama, bahkan dapat dikatakan “cara bijak” beberapa perusahaan untuk membalak hutan.
Jauh sebelum masyarakat dan aparat kita mengenal kasus illegal logging, praktik “memboncengi” ini terlah terjadi. Pada beberapa kasus pembukaan lahan di Kalbar umumnya, perusahaan sawit mengkonversi lahan milik masyarakat yang di atasnya tumbuh berbagai tanaman, termasuk tanaman yang sudah langka seperti tengkawang.
Sudah menjadi rahasis umum, sebelum penanaman dilakukan pembersihan lahan. Mulai dari penebangan hingga pembersihan—tentu terdapat beberapa kayu dengan ukuran raksasa yang tumbuh di rencana lahan sawit tersebut.
Dan kasus yang banyak ditemukan adalah pembabatan secara besar-besaran terhadap pohon-pohon tengkawang warisan nenek moyang masyarakat. Pohon tengkawang tersebut memang sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun. Maka tak heran diameternya pun bisa mencapai tiga hingga empat meter.
Itu baru kasus terjadi pada lahan perkebunan sawit yang melakukan konversi di lahan masyarakat, tapi bila melakukan konversi di lahan yang dekat dengan hutan lindung atau hutan perawan, maka kesempatan besar bagi perusahaan untuk membabat hutan perawan tersebut.
Masih dengan dalih yang sama (pembersihan lahan), perusahaan sawit dengan leluasa membabat hutan dan mengambil kayunya untuk dijual ke perusahaan tertentu pula. Nah, kadang petugas kita tidak tanggap dengan kasus seperti ini. Ya dalihnya tetap membuka lahan untuk perkebunan, tapi dalam praktiknya, mereka membabat hutan untuk kepentingan pribadi mereka.
Kasus serupa terjadi di Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu. Perusahaan sawit membabat hutan di luar areal sawit mereka. Ijin perkebunan disalahgunakan untuk melakukan kegiatan ”illegal logging” yang secara kasat mata dibenarkan dengan dalih pembersihan lahan tadi.
Dalam kasus ini, negara jelas dirugikan. Sementara perusahaan, sebelum sawitnya menghasilkan, sudah meraup keuntungan dari hasil penebangan kayu secara illegal tersebut.
Temuan Walhi dengan contoh kasus PT LL yang hingga saat ini belum memiliki Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sehingga belum boleh beroperasi, tetapi kenyataan di lapangan perusahaan itu sudah melakukan pembersihan lahan serta menjual hasil penebangan kayunya ke Malaysia Timur (Sarawak).
Temuan serupa pernah dilansir oleh World Wide Fund for Nature (WWF). Dengan dalih perluasan lahan perkebunan sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, perusahaan sengaja merambah kawasan hutan lindung yang sebagian besar masuk kawasan jantung dunia atau "Heart of Borneo" (HoB), yakni hasil kesepakatann tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Bahkan WWF meneliti sekitar sembilan anak perusahaan PT Sinar Mas, saat ini sedang melakukan pembersihan lahan dengan luas sekitar 160 ribu hektare, yang masuk dalam kawasan hutan sekunder dengan hutan bagus serta berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Betung Karihun (TNBK).
Dari data WWF, Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas kawasan lindung, taman nasional dan hutan lindung sekitar 1.626.868 hektare atau 54,59 persen, kawasan budidaya hutan sekitar 764.543 hektare atau 25,65 persen dan kawasan budidaya pertanian bukan danau sekitar 588.481 hektare atau 19,75 persen, serta kawasan danau sekitar 17.925 hektare.
Dari data tersebut sekitar 80,24 persen termasuk kawasan hutan lindung, taman nasional, dan hutan lindung, sisanya sekitar 19,75 persen kawasan budidaya pertanian dan perkebunan. Nah, bila pemerintah kita terutama pihak yang punya kewenangan tidak tanggap dengan “pemboncengan” yang dilakukan perusahaan perkebunan, maka upaya memberantas illegal logging akan sia-sia. Di tingkat masyarakat bisa diberantas, tapi di perusahaan jalan terus.□

Baca Selengkapnya..

Saturday, November 8, 2008

Sosialisasi Calon Senator





Baca Selengkapnya..

Tuesday, November 4, 2008

Profil Caleg DPRD Provinsi Kalbar



TANTO YAKOBUS, S.Sos
Caleg DPRD Provinsi Kalbar
Nomor Urut 2
Daerah Pemilihan Kalbar 6
(Kabupaten Sanggau dan Sekadau)

Mari Berjuang Bersama PARTAI DEMOKRAT
"BERSAMA KITA BISA"

Profil Lengkap:

Tanto Yakobus, S.Sos
Home page: http://www.tuahtanto.blogspot.com
e-Mail: tanto_y@yahoo.co.id
Mobile: 08125616117

===========================

Nama Lengkap : Tanto Yakobus, S.Sos
Tempat Tgl. Lahir : Landau Mentawa (Sekadau), 14 Februari 1972
Agama : Katolik
Suku Bangsa : Dayak
Pendidikan : Strata Satu (S-1)
Pekerjaan : Wartawan
Alamat : Jl. Danau Sentarum
Komp. Sentarum Sejahtera 3 Blok I No.24-26
Pontianak Kota - 78116.
HP. 08125616117

Keluarga:

Istri : Indri Handayani
Tempat Tgl. Lahir : Semarang, 8 Juni 1978
Pekerjaan : Paramedis Rumah Sakit Santo Antonius (RSSA) Pontianak

Anak I : Fidellis Cesare Castro (7)
Anak II : Maria Viyetha (5)


Pendidikan:

a. Formal
- Fisip UNTAN Pontianak (1998)
- SMA Katolik ”Karya” Sekadau (1993)
- SMP Katolik ”Suparna” Senangak (1990)
- SDN Landau Mentawa (1987)

b. Khusus/ Kursus
- Narativ Reporting (Jurnalis Sastrawi) Pantau Jakarta (2007)
- Kursus Jurnalis internal Jawa Pos Grup (2003)
- Meliput wilayah konflik (LSPP-ISAI Jakarta) di Pontianak (2000)

Riwayat Pekerjaan:

- Wakil Pemimpin Redaksi Harian Borneo Tribune Pontianak (2008-Sekarang)
- Redaktur Harian Borneo Tribune Pontianak (2007-Sekarang)
- Wartawan/Redaktur Harian Equator (Jawa Pos Grup) di Pontianak (2001-2006)
- Koresponden Majalah FORUM Jakarta di Pontianak (2002-2003)
- Koresponden Majalah GAMMA Jakarta di Pontianak (1999-2003)
- Wartawan Harian Suaka Pontianak (1998)

Organisasi:

- Wakil Sekretatis DPD Partai Demokrat Provinsi Kalbar (2007-2012)
- Ketua Korda Partai Demokrat Kabupaten Sekadau (2007-Sekarang)
- ISKA Korda Provinsi Kalbar (2007-Sekarang)
- AJI Pontianak (1999-Sekarang)
- ISKA Basis Kota Pontianak (2000-2003)
- PMKRI Santo Thomas Moore Cabang Pontianak (1993-1998)

Baca Selengkapnya..