BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, March 27, 2008

Juliette Bertandang ke Kantorku


MENGENAKAN kaos oblong, dan celana pendek, Joe, Andi dan Ale, tiga dari empat personil ’Juliette’ bertandang ke kantorku, harian Borneo Tribune di Jalan Purnama Dalam No. 02 Pontianak Selatan. Band pelantun tembang ’bukan aku takut’ yang kini berada di puncak popularitasnya itu tengah melakukan show ke Kota Khatulistiwa, Pontianak.

“Sebelum manggung di Pontianak, kami tampil di Gorontalo dan Manado, Sulawesi Utara. Dari sini kami lanjut ke Palembang dan Kupang,” ujar Joe, sang vokalis Juliette memulai perbincangan bersama kru redaksi yang mewawancarainya.
“Alhamdullah job Juliette sekarang ini sedang lagi banyak-banyaknya,” sambung Andi sang gitaris, Kamis (27/3) kemarin siang.
Joe menceritakan kehadiran Juliette di kota ini, untuk manggung di GOR Pangsuma Pontianak, Sabtu (29/3) lusa pukul 19.00 hingga selesai.
Juliette berjanji akan menggetarkan kota seribu parit ini dengan hits koleksi mereka. Seperti, Masih Seperti Dulu, Lagi Terluka, Teman Apa Teman dan Bukannya Aku Takut serta beragam tembang hits lainnya.
”Juliette akan menghebohkan Pontianak dengan sembilan tembangnya. Jadi nyesel kalau sampai gak nonton,” ujarnya lagi.
Tak hanya manggung saja, sambung sang vokalis, Juliette juga berencana mengunjungi studio-studio radio yang tersebar di seantero Kota Pontianak untuk menjalin persahabatan seraya melakukan promo terkait tembang-tembang mereka. ”Tak kalah penting, kami juga sudah tak sabar untuk mencicipi duren Pontianak,” paparnya seraya tertawa lebar.
Joe mengaku Juliette memang baru kali pertama show di Pontianak. Namun kalau berkunjung ke Pontianak sudah pernah dilakoninya bersama Andi. Saat diajak Andi main ke tanah kelahirannya di Kota Singkawang beberapa waktu lalu.
”Panas Pontianak sama dengan panas Jakarta. Tapi panas di Jakarta lebih dikarenakan polusi dan di Pontianak karena panas garis Khatulistiwa,” papar Joe lagi.
”Kita menggunakan nama Juliette karena nama itu sudah ada sejak dulu dan sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang. Mudah-mudahan nama Juliette mudah diingat banyak orang dan para pengagum kami,” tutur Andi yang pulang ke kampung sendiri itu.
Musisi asal Kalbar ini mengaku bahwa nama Juliette itu tidak mempunyai arti yang khusus. Namun dia senantiasa berharap, nama Juliette itu harum dan pula selalu dekat di hati para penggemar di seantero Indonesia dan dunia. ”Amin,” ucap mereka serentak.
Andi pun menguraikan secara singkat kronologis lahirnya Juliette pada pertengahan Oktober 2005 lalu di Jakarta. Yang mana Juliette lahir dengan empat orang personilnya, Joe (vokal), Andi (gitar), Ale (gitar) dan Jerry (bass). Sedangkan pada drum dan keyboard, sejauh ini Juliette masih menggunakan additional.
”Karena mencari pemain drum dan keyboard itu gampang-gampang susah. Jadi kami memutuskan untuk sementara ini masih menggunakan additional. Dan juga kami berempat telah merasa cocok,” imbuhnya lagi.□


Baca Selengkapnya..

Tuesday, March 25, 2008

Heboh Bunga Wijayakusuma


PUKUL 20.00 WIB, Senin (24/3) tadi malam, hand phone ku berdering dengan rington khusus. Karena rington khsusu, tentunya itu panggilan dari istriku, Indri Handayani. Setelah ku angkat, istriku mengabarkan, bunga wijayakusuma di halaman rumah kami sedang mekar.

“Pah, gimana cara pakai kameranya, mama mau foto bunga wijayakusuma yang sedang mekar,” tanyanya kebingungan menggunakan kamera digital yang kebetulan malam itu ketinggalan di rumah.
Dari kantor aku mengarahkan bagaimana cara mengoperasikan kamera digital dimaksud. Mulai dari on, fokus hingga cara men-jepretnya. Namun karena dasar gaptek (gagap teknologi) istriku tetap tak bisa mengoperasikan kamera tersebut.
Lagi-lagi dia mengontak HP ku, bahwa dia tak bisa menggunakan kamera digital. Dari seberang aku katakan, “gak usah dipaksakan nanti justru rusak, tunggu aja deh papa pulang fotokan,” kataku singkat.
Pukul 23.00 pekerjaan rutinku editing berita atau naskah wartawan rampung. Setelah over ke bagian pracetak untuk layout, aku pun pulang.
Tiba di rumah pukul 23.30, aku lihat bunga wijayakusuma dalam pot di halaman rumah kami sedang mekar dengan indahnya. Sepertinya dia mengeluarkan seluruh kelopaknya untuk disaksikan sang malam.
Barang kali bunga ini malu, maka dia hanya mekar di malam hari. Bila siang bunganya akan kuncup kembali dan mungkin layu seterusnya gugur.
Momen cantik mekarnya bunga wijayakusuma sungguh menggemparkan tetangga kiri kanan rumah ku di Jalan Danau Sentaraum, Kompleks Sentarum Sejahtera 3 Blog I No. 24-26.
Aku pun malam itu mengambil gambar bunga yang sedang mekar itu dengan kamera digitalku. Berbagai posisi aku jepret. Hasilnya, seperti yang aku pajangkan dalam blogku ini.
Kegemparan warga terhadap bunga yang konon dekat dengan lingkungan kerajaan itu berlanjut hingga pagi harinya. Kebetulan bukan hanya bunga wijayakusuma yang ditanam istriku saja yang memekarkan kembangnya, tapi tetangga depan rumahku yang juga mengkoleksi bunga wijaya kusuma, juga memekarkan kembangnya sebanyak empat buah. Sedangkan di pot milik istriku hanya mekar dua buah.
Para ibu-ibu yang kebetulan mengantarkan anaknya sekolah, pada ngerumpi membicarakan mekar bunga wijayakusuma di halaman rumahku maupun teras depan tetanggaku itu.
Sang pemiliknya, Ny Ibrahim mengatakan, sebetulnya bunga wijaya kusuma ini ada dua jenis, tapi yang miliknya hanya warna putih sama dengan punya istriku. “Jenis lainnya warna merah, itu yang langka,” ujarnya kepada ibu-ibu yang mengerumuni bunga wijayakusuma yang bikin heboh itu.
Saking senangnya, istriku menjadikan mekar bunga wijayakusuma tersebut sebagai properties komputer anaku di rumah kami. Itulah cerita heboh mekar bunga wijayakusuma tadi malam. Ternyata bukan sekadar mitos, tapi nyata adanya.□

Baca Selengkapnya..

Dua Jam Bersama Wati Wayan

BILA di film atau sinetron Indonesia, cerita seperti ini sudah lazim ditemui dan saksikan baik lewat layar lebar (bioskop) maupun televisi. Tapi di usiaku yang sudah menginjak kepala tiga, ternyata aku mengalami sendiri cerita-cerita fiksi pada film atau sinetron tersebut. Dimana seorang anak atau anggota keluarga yang sudah puluhan tahun terpisah atau tercerai berai dari keluarga besarnya, namun bisa bertemu kembali pada ending ceritanya.

Begitupun dengan aku. Rabu, 19 Maret 2008 pekan kemarin saat mengikuti rombongan tim pemekaran Provinsi Kalimantan Barat untuk membentuk Provinsi Kapuas Raya menghadap Komisi II DPR-RI di gedung DPR Senayan, Jakarta. Aku bertemu dengan keluargaku, yakni Wati Wayan. Pertemuan di Resto Christal Jade, Plaza Senayan itu bagiku terara mimpi saja. Betapa tidak, selama puluhan tahun, baik papaku maupun keluargaku yang lain tidak pernah lagi mengenal siapa itu Wati Wayan.
Pertemuan yang mengharukan itu bermula dari meninggalnya tanteku yang bernama, Aka Palar. Aku dan keluargaku memanggilnya Omba (tante/bibi). Aku pernah mengenal sosok perempuan perantau ini ketika aku berumur 8 tahun, ketika aku masih duduk di bangku SD. Bahkan tahun 1981, beliau pernah mengajakku ikut dengannya ke Jakarta.
Yang aku kenal hanya sosok Omba, sedangkan suami maupun anak-anaknya tak satu pun yang aku tahu, jangankan fisiknya, nama mupun ceritanya saja aku tak tahu.
Aku tahu dari cerita papaku bahwa Omba di Jakarta punya dua anak, satu tinggal di Amerika dan satunya di Jakarta. Nama pastinya papaku juga tak tahu, papa hanya tahu nama panggilannya saja, si sulung di Amerika biasa dipanggil Nonon, sedangkan adiknya di Jakarta kata papaku biasa dipanggil Lilis. Toh papaku sendiri tak pernah bertemu dengan tante Nonon maupun Lilis. Cerianya hanya sampai disitu saja, sedangkan anak-anak mereka nama maupun keberadaannya sudah tidak dikenal sama sekali.
Nah, kembali ke cerita pertemuanku dengan Wati Wayan dan suaminya, Wayan. Itu bermula dari meninggalnya Omba pada, Sabtu, 15 Maret 2008 lalu. Mungkin ada wasiat atau apa dari Omba yang meninggal pada usia 90 tahun, agar anak cucunya mencari keluarganya di Kalimantan Barat. Paling tidak untuk mengabarkan peristiwa kepergian Omba ke dunia lain itu.
Dan aku sendiri mendapat kabar kematian Omba dari adikku Flora Lilan yang mendapat SMS dari kak Irena di Jakarta, pada sing sabtu itu juga. Dalam pesan singkatnya, “Omba Jakarta sudah meninggal sabtu (15/3) tadi pagi”, begitu pesannya. Setelah membuka SMS di handphoneku, aku pun berdoa sejenak dalam hati untuk membuka jalan keselamatan bagi Omba di alam baka sana.
Singkat cerita, Minggu (16/3) sore, isteriku, Indri Handayani, tiba-tiba mendapat SMS dari orang yang bernama Wati Wayan, juga mengabarkan kematian Omba tersebut. Dalam SMS-nya dia mengaku keluargaku.
“Pah ini ada SMS dari orang yang bernama Wati Wayan, katanya keluarga papa di Jakarta meninggal,” kata istriku buru-buru, saat aku santai baca Koran di teras rumah.
“Ya, papa sudah tahu kemaren, itu kakak sepupu bapaku,” kataku menjawab isteriku.
SMS antara Wati dan istriku berlanjut. Bahkan mereka sepertinya sudah dekat sekali, padahal tidak saling mengenal. Selasa (18/3) kebetulan aku ke Jakarta. Tahu aku akan ke Jakarta, istriku kembali SMS Wati mengabarkan bahwa aku akan ke Jakarta. Wah, kabar tersebut jelas membuat Wati senang. Dia pesan dengan istriku jangan sampai tidak ketemu dia. Wati pun memberi alamat rumahnya jelas kepada istriku, di daerah Duren Sawit, Jakarta Utara.
Pukul 06.00 WIB aku berangkat dari rumah menuju bandara Supadio Pontianak. Aku ke Jakarta menggunakan penerbangan pertama. Tepat pukul 06.50, Batavia air yang aku tumpangi take up menuju Jakarta. Tepat pukul 08.15 aku sampai di bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta.
Dalam perjalan taksi menuju hotel Oasis di kawasan Senen, Jakarta Pusat, aku kontak Wati bahwa aku telah tiba di Jakarta. Kami pun janjian ketemu sore hari kalau suaminya sudah pulang kantor, kalaupun belum, pertemuan keesokan harinya.
Karena aku juga masih padat jadwalnya, pun suami Wati sampai di rumah sudah pukul 22.00 WIB, Wati SMS pertemuan dibatalkan, bisok aja di Resto Bakmi Blog M. Aku pun ikut saja. Sebab bagiku Jakarta di manapun tempatnya tak masalah, aku lumayan paham Kota Jakarta, sebab aku pernah bekerja di majalah GAMMA, pecahan GATRA.
Karena jadwalku bertemu Komisi II DPR, Wati pun kembali membatalkan pertemuan di Blog M, pesan Wati pertemuan dialihkan ke Plaza Senayan, pertimbangannya tidak terlalu jauh dari DPR.
Aku dan rombongan bertemu DPR pukul 12.30 sampai pukul 14.00. Tak begitu lama keluar dari ruangan rapat Komisi I, tempat Pokja Pemekaran Komisi II menerima kami, aku mendapat pesan singkat lagi di HP-ku, “Kami sudah di Plaza Senayan, di Resto Christal Jade,” pesan Wati. Aku pun balas, “Ok, aku siap meluncur”.
Begitu keluar dari gedung DPR, aku minta Andel, SH—salah seorang advokat di Pontianak yang ikut dalam rombongan menemaniku. Kebetulan dia juga akan nginap di hotel Oasis. Kami berdua pun menggunakan taksi menuju Plaza Senayan.
Sampai di lobi, aku telepon Wati, Wati bilang dia dengan suaminya sudah di Resto Christal Jade lantai 3. Kami pun langsung menaiki escalator menuju Resto Christal Jade di lantai 3 plaza yang bersebelahan dengan Sogo itu.
Jarum jam menunjuk pukul 14.30. Di depan pintu masuk, pandanganku diarahkan ke seluruh ruangan, di bangku bagian tengah, ada sepasang manusia paruh baya dengan senyum mengembang ke arahku. “Wati Wayan ya,” kataku, langsung disambut ya, benar, “Saya Wati dan ini suamiku Wayan, Tanto ya,” katanya membalas sapaanku. Kami pun bersalaman.
Wah, terasa mimpi saja, aku pun memperkenalkan Andel temanku kepada Wati dan suaminya. Sambil menunggu makanan yang dipesan, termasuk ikan saos karapu, kami pun larut dalam berbincangan seputar sisilah keluarga.
Aku kaget bukan main, ternyata Wati seumur dengan papaku, 63 tahun. Jadi ketiga anaknya yang kecil sebaya dengan ku dan sudah berkeluarga semua. Tapi secara fisik, dia jauh muda dari papaku. Maklum papa ku seorang petani di kampung Landau Mentawa, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Sementara Wati sejak lahir sudah hidup di kota dan tidak perneh mengenal cangkul dan parang, alat untuk berladang dan berkebun. Menurut Wati, dalam keluarga besar Omanya, dia hanya tahu dengan nama papaku, Selesan Tagun. Selebihnya dia tidak paham lagi, disamping tidak pernah bertemu, juga tidak pernah keberadaannya dimana. Pokoknya, betul-betul buta dan putus informasi sama sekali.
Sementara aku, dari cerita papaku, aku hanya tahu Omanya Wati, lalu mamanya Wati dan tantenya di Amerika, itu pun hanya tahu nama dan cerita aja. Ketemu tak pernah, andaikan kalau bertemu di pasar atau dimanapun, tentulah tidak saling kenal.
Pengetahuanku tentang keluarga Omba, hanya sampai pada kak Nonon dan Atik saja, sedangkan anak-anak mereka aku tak tahu, termasuk Wati yang sebetulnya keponakanku sendiri.
Wait senang sekali ketika berjumpa denganku. “Wah nambah satu lagi keluarga,” ujarnya berulang-ulang. Sebetulnya banyak keluarga di Kalimantan, tapi tak tahu lagi mereka ada dimana?
Kata Wati, yang dia tahu keluarga Omanya, hanya Om Acan, lalu kedua ananya, Paula dan Endang yang kini Jaksa di Mempawah, Kabupaten Pontianak, keluarga lain, hanya papaku. Itu saja yang dia kenal. Dan dia sangat beruntung kini bisa berkenalan dengan ku.
Saking senangnya, saat kami makan siang itu, dia menghubungi istriku di Pontianak, mengabarkan dia tengah makan siang bersamaku.
Ketika aku pulang ke Pontianak, istriku sampai berkata, “Kayaknya senang betul dia ketemu papa, sampai-sampai menelponku, suaranya senang benget,” ujar istriku.
Kesempatan langka namun nyata tersebut, kami manfaatkan betul untuk saling mengenal anggota kelaurga yang lainnya. Walau tidak bisa bertemu langsung, tapi aku ceritakan posisi mereka sekarang ada dimana saja. Pun demikian dengan Wati, dia juga berusaha menjelaskan keluarganya. Mulai dari mamanya, yang kawin dengan papanya asal Semarang, Jawa Tengah. Wait sendiri setelah dewasa kawin sama Wayan asal Bali yang bekerja di Pertamina Pusat.
Sedangkan soal Nonon, dia tidak tahu banyak. Dia hanya tahu Nonon di Amerika punya anak tiga dan sudah berkeluarga semua.
“Tante Nonon punya rumah besar, sekarang dia dan suaminya saja yang tinggal di rumah itu, sedangkan ketiga anaknya sudah berkeluarga semua. Saya sendiri baru dua kali ke Amerika, terakhir tahun 1991,” kata Wayan menimpali cerita Wati.
Selebihnya, Wayan lebih banyak ngobrol sama temanku, Andel. Sedangkan aku dan Wati masih menelusuri sisilah keluarga kami. Tepat pukul 16.00 muncul anak Wati, dan suaminya, Wayan Prayojana. Memang selama kami ngobrol, Wati berusaha mengontak anak-anaknya untuk memperkenalkan denganku. Tapi karena kesibukan mereka masing-masing, hanya Wayan Prayojana dan istrinya yang datang.
Tak terasa, percakapan itu mengalir bagai air selama 2 jam tak putus-putus. Tepat pukul 16.30 aku dan Andel pamitan, karena kami masih ada kegiatan lain. Bila tak ada kegiatan, obrolan seputar keluarga besarku itu mungkin masih berlanjut. Eh kapan kami bisa bertemu dan ngobrol kambali. Kami pun bubar.
Dalam perpisahan itu, sambil menuruni escalator, sekali lagi aku membatin, ini betul-betul mimpi bisa bertemu keluarga yang sudah lama “hilang” di Resto Christal Jade itu. Semoga ini cerita indah buat anak cucuku kelak.□

Baca Selengkapnya..

Sunday, March 23, 2008

Kelengkapan Administrasi Provinsi Kapuas Raya


SEBETULNYA perjuangan lima kabupaten wilayah timur Kalimantan Barat untuk membentuk sebuah provinsi baru, yakni Provinsi Kapuas Raya tidaklah bertepuk sebelah tangan. Perjuangan panjang yang dirintis sejak tiga tahun lalu itu, pada akhir Desember 2007 sudah sampai ke tangan anggota DPR-RI daerah pemilihan Kalbar.

Adalah Albert Yaputra, Anggota Fraksi Partai Demokrat yang mewakili Kalbar dalam pemilu 2004 lalu telah mendapatkan berkas atau kelengkapan administrasi tentang usulan pembentukan Provinsi Kapuas Raya. Dan dia pun mendukung penuh upaya membentuk daerah otonom baru tersebut.
“Tiga bulan lalu saya sudah dapat berkas kelengkapan administrasi itu, bahkan sudah saya jilid dan dibagi-bagikan ke rekan-rekan Fraksi Demokrat, termasuk bapak EE Mangindaan yang juga Ketua Komisi II yang membidangi masalah pemekaran itu,” ungkap Albert kepada saya ketika bertemu di ruang kerjanya, gedung DPR-RI lantai 9, Selasa (18/3) pekan lalu.
Menurut Albert, dirinya menerima berkas itu lewat rekan-rekan sesama anggota partai Demokrat di Kalbar. Kata Albert, dirinya sudah mengkondisikan dengan anggota fraksi Demokrat untuk memuluskan perjuangan membentuk Provinsi Kapuas Raya tersebut.
Sebetulnya moment yang tepat tiga bulan lalu, dimana waktu itu Komisi II tengah membahas beberapa pembentukan daerah otonom baru.
“Kalau tidak salah saya, hanya enam daerah otonom baru yang dibahas di Komisi II DPR khususnya oleh Tim Otda, hanya Kalbar saja yang terlambat menyusul. Kita sudah siap, ketua komisinya orang kita demokrat kok,” kata Albert sembari tersenyum lebar.
Lebih lanjut Albert mengatakan, berkas yang sudah diterima dan dijilidnya itu sebetulnya belumlah langkap, karena aturan baru harus ada kelengkapan lain yakni rekomendasi dari forum desa. Yang ada pada dirinya dan rekan-rekan di Fraksi Demokrat hanyalah keputusan politik baik yang dikeluarkan oleh komisi A dari lima kabupaten, keputusan paripurna lima DPRD kabupaten yang akan bergabung dengan Kapuas Raya, keputusan atau rekomendasi dari lima bupati dan keputusan dari Gubernur Kalbar.
Kelengkapan lain, selain profil calon provinsi tersebut, juga ada potensi ekonomi dan pertumbuhan penduduk serta sejumlah faktor penunjang lainnya seperti perbankan maupun perguruan tinggi. Dan yang tak kalah penting adalah hasil survei yang dilakukan perguruan tinggi yang berkompeten.
Ketika ditanya apakah perlu rekomendasi gubernur hasil pilkada 15 November 2007 lalu? Albert mengatakan, tidak perlu lagi sebab sudah ada Rekomendasi Gubernur Kalbar nomor 1788 Tahun 2007 tentang pemekaran Provinsi Kalbar dengan pembentukan Provinsi Kapuas Raya, selanjutnya Keputusan Gubernur Kalbar nomor 878/ Tahun 2007 tentang persetujuan pemekaran Provinsi Kalbar (pembentukan Provinsi Kapuas Raya) dan terakhir adalah Surat Gubernur Kalbar nomor 125/1687/Pemb-C tanggal 16 Mei 2007 perihal persetujuan pemekaran Provinsi Kalbar/ pembentukan Provinsi Kapuas Raya.
“Nah secara teknis, tidak ada lagi persoalan bagi kita untuk menunda pemekaran Provinsi Kapuas Raya tersebut, dan saya secara pribadi akan berbicara dengan Pak EE Mangindaan agar proses pemekaran ini dipercepat,” kata Albert lagi.
Sementara itu, Drs. Nicodemus R Toun, MM menyambut baik inisiatif dari Anggota Fraksi Demokrat DPR-RI. Selaku pihak yang getol memperjuangkan kelahiran Provinsi Kapuas Raya, dirinya mengucapkan terima kasih, khususnya kepada Albert Yaputra yang berinisiatif melobi teman-teman di Komisi II untuk mempercepat pemekaran Provinsi Kapuas Raya.
Menurut Nico yang juga Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Kalbar itu, sebelum bertemu dengan Komisi II keesokan harinya, dirinya bersama fungsionaris Partai Demokrat, Agustinus Kasmayani (sekretaris I DPD), Toron, Gani dan Jumali (DPC PD Sintang), memang sengaja bertemu Albert selalu wakil Kalbar dari Fraksi Demokrat di DPR untuk memberikan masukan mengenai pemekaran ini.
“Kita berterima kasih sekali ternyata Albert sudah mempersiapkan berkas kelengkapan itu jauh-jauh hari dan sudah tersebar di Fraksi Demokrat, dan itu sangat berarti bagi kita yang sudah susah payah memperjaungkannya selama ini,” kata Nico yang juga anggota DPRD Sintang itu.
Menurut Nico, dirinya bersama rombongan bupati dan sejumlah anggota DPRD lima kabupaten serta tokoh adat dan masyarakat dalam rangka memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kapuas Raya. Bahkan setiap anggota DPRD dibebankan membawa masyarakat untuk memberikan dukungan kepada Bupati Sintang, Milton Crosby dalam penyampaian presentasi di depan Komisi II DPR.
Sementara itu, Komisi II DPR menyambut baik rencana pemekaran Provinsi Kapuas Raya tersebut. Setelah menyimak pemaparan dari Milton Crosby selaku koordinator pemekaran Provinsi Kapuas Raya, menurut pandangan Komisi II, tidak ada halangan lagi untuk pemekaran tersebut. Apalagi alasan pemekaran Provinsi Kapuas Raya sangat spesifik yakni empat dari lima kabupatennya berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Jadi isu keamanan kawasan perbatasan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat mendukung untuk dijadikan provinsi tersendiri.□

Baca Selengkapnya..

Saturday, March 22, 2008

Akil "Pindah Rumah"


SEJAK pukul 11. 00 WIB, masyarakat yang berasal dari Kabupaten Sintang, Sanggau, Sekadau, Melawi dan Kapuas Hulu memasuki ruang KK1 yang selama ini dijadikan ruang sidang Komisi I DPR-RI. Bukan hanya masyarakat awam sejumlah pejabat mulai dari bupati dan ketua DPRD juga turut hadir di tengah-tengah massa itu.

Siang hari itu, Rabu (19/3), rombongan masyarakat yang lumayan besar jumlahnya memberikan suport sekaligus mendengarkan presentasi Milton Crosby selaku koordinator pemekaran Provinsi Kapuas Raya di depan Komisi II DPR-RI.
Ruang KK1 yang kerap dipakai oleh anggota DPR maupun Komisi I menggelar rapat-rapat baik internal komisi maupun dengan para menteri dan mitra kerjanya, tampak penuh oleh massa yang terdiri dari bupati lima kabupaten, ketua DPRD lima kabupaten, seluruh anggota komisi A lima kabupaten termasuk ketua DPRD Provinsi dan seluruh anggota Komisi A DPRD Provinsi Kalbar. Hadir juga perwakilan masyarakat adat, agama dan pemuda.
Sebelumnya, pertemuan dijadwalkan di ruang sidang Komisi II, karena dipakai oleh Komisi II melakukan fit and proper test terhadap calon Bawaslu, maka pertemuan dialihkan ke ruang sidang Komisi I. Namun dari petugas rumah tangga DPR maupun kontak person komisi A, pertemuan baru dapat dilakukan pada pukul 12.30.
Walau harus menunggu 1,5 jam, massa tidak mau beranjak dari tempat duduk. Apalagi tak begitu lama, sekitar 15 menit muncul sosok yang tak asing bagi orang Kalbar. Dia adalah HM Akil Mochtar.
Pria yang baru saja terpilih sebagai salah seorang hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi itu, begitu memasuki ruangan langsung disambut dengan tepuk tangan masyarakat yang sudah memenuhi ruangan itu. Bahkan ada yang teriak hidup Akil, hidup Kalbar seraya bertepuk tangan sambil berdiri. Seketika suasana pun jadi bergemuruh.
Akil dengan mantap menyalami satu persatu mereka yang dukuk di kursi paling depan yang membentuk hurup U. Tak sedikit yang mencium Akil saat bersalaman. Karena saking banyaknya massa, Akil pun hanya menundukkan kepala sambil menutup kedua telapak tangannya tanda bersalaman jarak jauh. Lalu ia mengambil posisi paling ujung kanan di deretan kursi pimpinan sidang.
Sejenak ia memandangi seluruh ruangan, sembari melempar senyum. Suasana hening sesaat. Ia lalu mengeluarkan rakok dari saku jasnya dan mengambil sebatang lalu disulut dengan api dan menghisapnya dalam-dalam. Perlahan ia mengeluarkan asapnya. Akil pun membuka pembicaraan.
“Sambil menunggu waktu pertemuan dengan pimpinan atau perwakilan komisi II, saya ingin memanfaatkan waktu ini. Jarang ada waktu seperti ini, karenanya saya ingin menyampaikan beberapa hal selagi saya masih anggota DPR,” kata Akil membuka pembicaraan.
Kata Akil, kita semua barang kali sudah tahu baik lewat televisi maupun surat kabar atau dari koleganya, saya dipercayakan teman-teman di Komisi III sebagai salah seorang hakim konstitusi. Dan kemarin sudah diparipurnakan dan segera diserahkan ke presiden. Pelantikan saya selaku hakim konstitusi pada tanggal 15 Agustus 2008 oleh Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono di istana Kepresidenan. “Dan mudah-mudahan saya bisa berbuat untuk negara ini,” ujar Akil dengan nada datar, dan langsung disambut tepuk tangan riuh hadirin.
Mumpung kita bertemu, saya sekaligus ingin menyampaikan kepada kita semua, saya pamitanlah pindah rumah kepada masyarakat Kapuas Raya maupun Kalbar. Namun sebelumnya, saya juga banyak minta maaf kepada masyarakat Kalbar, selama saya menjadi anggota DPR mewakili Kalbar, mungkin ada perbuatan saya yang kurang berkenal atau di luar kontrol saya sebagai manusia biasa. Atau barang kali saya belum berbuat maksimal untuk Kalbar, untuk itu saya mohon maaf.
Selain memaparkan dirinya yang pindah rumah, Akil juga banyak menyoal pemekaran daerah. Menurut Akil, pemekaran provinsi lebih sulit dibandingkan dengan pemekaran kabupaten/kota. Sebab pembahasannya dalam bentuk pansus yang melibatkan semua komisi. Sedangkan pemekaran kabupaten/kota cukup dibahas di tingkat komisi saja.
Tapi selagi sebagai anggota DPR saya tetap membantu, asalkan syarat teknis sudah lengkap, saya pikir tidak ada masalah. Saya pesan, DPR pasti melihat syarat-syarat teknis tadi, sehingga pemerintah dan DPR satu suara. “Bila sudah satu suara, pasti jadilah provinsi itu,” katanya.□

Baca Selengkapnya..

Provinsi Kapuas Raya Maju Selangkah


KETUA Pokja Pemekaran Komisi II DPR-RI, Chosin Chumaidy menyatakan tidak ada kata yang tidak pantas untuk menjadikan Provinsi Kapuas Raya (PKR) menjadi sebuah provinsi baru di wilayah Kalimantan Barat seperti sekarang ini. Seluruh persyaratannya telah ada.

“Insya Allah Komisi II DPR RI akan bersedia menggunakan hak inisiatif untuk dapat melahirkan provinsi ini,” ungkap Chosin di hadapan Kontingen Pemekaran Calon Provinsi Kapuas Raya, di Ruang Rapat Komisi I (KK1) DPR-RI, Senayan, Rabu (19/3) lalu.
Tepuk tangan riuh-rendah pun mengembang di seantero ruangan sidang. Jabat tangan membuncah. Senyuman terpancar dari para bupati, wakil bupati, unsur pimpinan DPRD dari lima kabupaten di wilayah calon PKR, serta Ketua DPRD Provinsi Kalbar.
Haru biru pun terasa mengalir deras dan seakan melupakan segalanya dari mereka yang hadir di ruangan itu. Ada yang terlihat melafalkan doa seraya dihiasi mata yang berkaca-kaca.
Bagaimana tidak, inilah klimaks dari proses perjuangan yang dilakukan oleh Tim Pembentukan PKR sejak beberapa tahun lalu. Sekian lama menanti sesuatu yang tak pasti, ternyata tak selembar pun berkas yang terkait erat dengan proses pembentukan maupun pemaparan mengenai calon PKR di wilayah timur Kalbar itu sampai ke meja Komisi II.
Sebelumnya tidak ada satu orang pun yang percaya pertemuan tersebut bakal terlaksana. Bahkan pula disinyalir ada pihak tertentu yang berupaya agar Komisi II tidak menerima rombongan dari Kalbar, dengan target maupun tujuan bahwa PKR tidak boleh lahir di Kalbar. Entah apa alasan pihak tersebut.
Selain itu, mengingat jadwal di Gedung Senayan DPR RI memang belum mengagendakan bakal dilangsungkannya pertemuan tersebut. Namun pertemuan tertutup antara Sekretaris Komisi Hukum dan Pemerintahan DPRD Provinsi Kalbar, Drs. Zainuddin Isman, M.Phil bersama Chosin Chumaidy satu hari sebelumnya di lantai 15 Gedung Nusantara Satu, akhirnya melahirkan pertemuan dadakan tersebut. Sementara kontingen dari Kalbar sendiri mendatangi Gedung DPR-RI dengan jumlah puluhan orang. Sebut saja para kepala daerah dari lima kabupaten yang memang terlihat begitu bersemangat menghadiri pertemuan.
Mereka antara lain Bupati Sintang Milton Crosby, Bupati Sanggau Yansen Akun Effendy, Wakil Bupati Sekadau Abun Ediyanto, Wakil Bupati Melawi Firman Montaco, serta Bupati Kapuas Hulu Abang Tambul Husin.
Sementara pimpinan lembaga politik dari lima kabupaten tersebut juga tak ketinggalan. Sebut saja hadir Ketua DPRD Sintang Mikael Abeng, Wakil Ketua DPRD Sanggau Yordanus Pinjamin, Ketua DPRD Sekadau Yuni Yudarno, Ketua DPRD Melawi Sukiman, serta Ketua DPRD Kapuas Hulu Gusti Effendi.
Tampak diantara tokoh adat, masyarakat, seperti Sultan Sintang Kesuma Negara 5 Pangeran Ratu Tri Negara Raden Ikhsan Perdana, Asam Jarak, pratisi hukum, Adel SH dan seluruh anggota Komisi A DPRD lima kabupaten yang bakal bergabung dengan PKR.
Pertemuan sebelumnya dijadwalkan berlangsung pukul 12.00 WIB. Namun sejak pukul 11.00, ruang rapat telah disesaki masyarakat. Tiba-tiba pukul 11.46, anggota DPR-RI HM. Akil Mochtar memasuki ruangan sidang. Kedatangannya membuat suasana yang masih penuh dengan tanda tanya besar, apakah rombongan sungguh-sungguh akan diterima oleh Komisi II atau tidak pun mulai mencair.
Seketika Akil mendapat sambutan hangat dengan riuhnya tepukan dari hampir semua yang hadir. Calon anggota hakim Mahkamah Konstitusi tersebut kemudian menyalami satu persatu para kontingen. Usai bersalaman, akhirnya Akil berinisiatif untuk menghubungi Chosin Chumaidy melalui telepon selulernya. Dan tak berapa lama, Akil menyampaikan hasil pembicaraan kepada forum.
”Saya barusan telepon Pak Chosin Chumaidy, dan Beliau menyatakan akan menerima rombongan dari Kalbar pukul 12.30 WIB. Sebab saat ini Beliau juga sedang menghadiri fit and troper test calon Bawaslu,” papar Akil dan disambut dengan riuhnya tepukan.
Tidak lama kemudian menyusul Walman Siahaan, anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Damai Sejahtera. Terakhir anggota DPD-RI Maria Goretty duduk melengkapi para pejabat negara asal Kalbar.
Tepat pukul 12.30, para anggota Komisi II yang ditunggu-tunggu hadir. Lima anggota komisi tersebut dipimpin langsung Chosin Chumaidy. Bersamanya tampak Andi Yuliani Paris, Pastur Saut M Hasibuan, Syaifullah Maksum, serta Edi Minhadi.
”Kami mengundang Komisi II untuk hadir dan melihat langsung bagaimana kesiapan calon Provinsi Kapuas Raya,” ujar Ketua Tim Pembentukan PKR, Milton Crosby ketika memulai pembicaraan.
Milton yang juga Bupati Sintang kemudian memberikan penjelasan serta pemaparan mengenai usul pembentukan provinsi tersebut. Chosin yang mendengar pemaparan itu menanggapi apa yang disampaikan tersebut sangat memenuhi persyaratan untuk mengiyakan pembentukan Provinsi Kapuas Raya. Bahkan Andi Yuliani menambahkan begitu menantangnya kondisi perbatasan Kalbar, sehingga menjadikan alasan yang sangat tepat untuk membentuk provinsi tersebut.
”Kita mungkin akan mengagendakan berkunjung ke sana,” janjinya seraya menebar senyum.
Pastur Saut M Hasibuan menegaskan pemilu bukan menjadi alasan untuk menghentikan pembentukan Provinsi Kapuas Raya. Bahkan Edi Minhani berjanji akan menindaklanjuti usul tersebut.
Akhir dari pertemuan membuahkan senyum hangat serta perasaan lega dari kontingen Kalbar yang meminta waktu sekejap sekadar mendengar penegasan dari Komisi II. Chosin yang juga merupakan Wakil Ketua Umum DPP PPP bahkan berjanji akan memproses usulan tersebut untuk menjadi usulan hak inisiatif DPR-RI.
“Saat ini saja, telah bertumpuk tidak kurang 48 usulan di meja Komisi II. Sebanyak 12 usulan tersebut kini telah diproses, sedangkan 15 usulan telah mendapat Amanat Presiden (Ampres). Kami haqul yakin, namun kami harus melihat langsung kondisi sebenarnya di lapangan agar menjadi ainul yakin,” tandas Chosin.
Zulfadhli yang ditemui secara terpisah menyebut pertemuan itu sebagai upaya politik yang mereka lakukan. Ketidakhadiran satu pun wakil dari Pemerintah Provinsi Kalbar, kata Zulfadhli tak menjadi sebab gerak langkah Provinsi Kapuas Raya bakal tersendat. ”Ini upaya politik yang dilakoni oleh DPRD Kalbar. Dan di sini menjadi peran kami untuk memperjuangkan Provinsi Kapuas Raya agar terwujud di Kalbar. Maka tak menjadi masalah meskipun tanpa kehadiran wakil dari pemerintah provinsi Kalbar,” ujar Zulfadhli.■Edisi cetak terbit di Harian Borneo Tribune

Baca Selengkapnya..

Sunday, March 16, 2008

Jejek Orang Kalbar di Pentas Nasional


GAGAL meraih kursi Gubernur Kalbar, HM Akil Mochtar tidak tenggelam. Kini ia justru terpilih menjadi salah seorang hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) RI. Pemilihan yang dilakukan secara terbuka di Komisi III DPR-RI itu, dari 49 anggota Komisi III memilih tiga nama dari 13 calon yang sebelumnya 16 calon mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III.

Dalam pemilihan, Mahfud MD memperoleh 38 suara, menang tipis atas Jimly Asshiddqie yang meraih 37 suara, Akil Mochtar meraih 32 suara. Sedangkan Harjono meraih 15 suara disusul Deddy Ismatullah dengan sembilan suara dan Taufiequrrochman Syahuri meraih tiga suara dan satu kertas suara dianggap tidak sah karena ditulis empat nama calon.
Akil yang juga duduk di Komisi III, setelah terpilih praktis harus mundur dari DPR maupun partai Golkar. Namun dia baru bisa bertugas sebagai hakim konstitusi pada Agustus 2008 mendatang, menunggu masa tugas hakim konstitusi perode sebelumnya berakhir.
Walau sudah terpilih menjadi hakim konstitusi, Akil tetap Akil yang dulu yang selalu ramah dengan siapa saja. Ketika saya mengirim pesan singat (SMS) mengucapkan selamat, segera dibalasnya. “Terima kasih banyak, GBU,” balasanya, Sabtu (15/3) tadi malam.
Pria kelahiran Kapuas Hulu 1960 itu sebelum terpilih menjadi hakim konstitusi, memulai karier dari bawah. Di dunia politik diawali sebagai Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Sekretaris Bidang Hukum dan Advokasi Bappilu DPP Partai Golkar, Pengurus LPPH Partai Golkar, Pengacara/Advokasi dan anggota DPR-RI selama dua periode yang dimulai sejak tahun 1999.
Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung itu sebelum memantapkan langkah ke hakim konstitusi, sempat mengikuti Pemilu Gubernur Kalbar pada 15 November 2007 lalu. Namun sayang, Dewi Fortuna belum berpihak kepada sosok yang mudah diterima semua kalangan tersebut.
Tapi semua itu tidak sia-sia. Akil menyeruak di blantika hukum nasional—jabatan yang belum pernah dicapai putra-putri Kalbar—di mana dia terpilih menjadi salah seorang hakim konstitusi yang pemilihannya berlangsung, Jumat (14/3) malam lalu.
Bagi kita orang Kalbar, terpilihnya Akil sebagai salah seorang hakim konstitusi jelas membanggakan. Sebab Akil satu dari sekian banyak orang Kalbar yang bisa muncul dengan memegang jabatan di tingkat nasional.
Zaman Presiden Soekarno, Kalbar dikenal lewat kiprah Sultan Hamid II. Habis era Sultan Hamid, Kalbar seakan kehilangan kader yang sanggup berbicara di tingkat nasional. Parahnya, selama Orde Baru tak satupun tokoh Kalbar yang muncul, kecuali sebagai anggota DPR-RI. Namun setelah reformasi bergulir, di era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Kalbar dikenal lagi lewat kiprah putra Kayong, H Hamzah Haz yang duduk di jajaran kabinet dan Oesman Sapta Odang sebagai Wakil Ketua MPR-RI.
Ketika Gus Dus jatuh akibat Bulog-gate, Megawati Soekarno Putri tampil dengan menggandeng Hanzah Haz sebagai Wakil Presiden. Jelas itu posisi tertinggi yang pernah diduduki putra Kalbar di sejarah Republik ini.
Di jajaran eksekutif setinggi Dirjen, memang ada putra Kalbar seperti Dirjen Pertanian Prof Dr H Syarifudin Karama dan Ketua Program Pasca Sarjana UI Prof Dr Wan Usman, tapi tidak begitu menonjol. Namun dengan terpilihnya Akil, tentu menjadi harapan besar bagi kita masyarakat Kalbar. Kita patut mendukung kiprahnya di Mahkamah Konstitusi. Banyak hal yang bisa kita perjuangkan lewat keberadaan Akil di MK.
Kabar terpilihnya Akil langsung menyebar ke seluruh pelosok Kalbar, mulai dari pejabat, tokoh politik hingga masyarakat biasa. Tak ayal Akil pun menjadi pembicaran hangat di warung-warung kopi Jalan Hijas maupun Tanjungpura sepanjang Sabtu kemarin.
Bagi Partai Golkar sendiri dengan mundurnya Akil, baik sebagai anggota DPR maupun partai, jelas memberi kanderisasi di tubuh pohon beringin tersebut. Posisi Akil tentu segera diisi oleh caleg Golkar nomor urut di bawahnya. Dan itu pastilah jatah Sekretaris DPD Partai Golkbar Provinsi Kalbar, Nicodemus Nehen. Sebab dalam pencalegan Partai Golkar pada Pemilu 2004 lalu, Nehen menempati nomor urut 4 di bawah Akil, Ny Asiah Salekan dan H Gusti Syamsumin. Nehen bakal menuju kursi DPR RI di Senayan. □

Baca Selengkapnya..

Friday, March 14, 2008

Meretas Jalan Kapuas Raya


KOMISI II DPR-RI akhirnya menyediakan waktu untuk mendengarkan presentasi dari lima bupati yang dikordinir Bupati Sintang, Milton Crosby terkait rencana pemekaran Provinsi Kapuas Raya. Bila tidak ada kendala teknis, pertemuan tersebut dilaksanakan pada, Selasa (18/3) pekan depan.

Sebelumnya, tim pemekaran Kapuas Raya terkesan tak digubris pemerintah pusat. Itu terbukti setelah melewati perjuangan yang cukup panjang, yakni hampir tiga tahun ini, Kapuas Raya belum juga mendapat respon. Bahkan pembahasannya tidak masuk dalam agenda pembahasan pemekaran di Komisi II DPR bersama daerah lainnya.
Dan menariknya, menjelang pelaksanaan pilkada gubernur beberapa waktu lalu, memang kencang sekali angin pemekaran tersebut dihembuskan. Tapi usai pilgub, anginnya drastis menjadi sepoi-sepoi. Tak sedikit kalangan yang menilai isu pemekaran provinsi Kapuas Raya hanya dijadikan konsumsi politik semata.
Namun Milton Crosby selaku kordinator pemekaran tak patah arang. Melalui pendekatan politik maupun pribadi dengan person anggota DPR-RI asal Kalbar dan lewat partai politik tertentu, terjadilah lobi-lobi politik. Hasilnya, sungguh diluar dugaan, Komisi II malah sudah mengagendakan pertemuan itu pada, Selasa depan.
”Pemekaran ini tidak bisa ditunda lagi, ini aspirasi masyarakat bukan kemauan elit. Kita harus memperjuangkannya,” ujar Nicodemus R Toun, di Pontianak, Jumat (14/3) siang kemarin.
Menurut Nico—demikian sapaan akrab politisi Demokrat itu, sekarang Komisi II telah menjadwalkan pertemuan dengan bupati lima kabupaten yang bakal bergabung dengan Kapuas Raya. Selain itu juga hadir semua anggota Dewan lima kabupaten tersebut, termasuk tokoh masyarakat.
Menurut Nico, sebagai bentuk dukungan langsung terhadap rencana pemekaran tersebut, maka masyarakat akan boyongan ke Senayan. ”Kami anggota Dewan diminta mensponsori paling tidak lima orang untuk beranngkat. Sedangkan bupati mensponsori 100 orang. Kita diterima Komisi II selama dua jam, yakni dari pukul 10.00 sampai pukul 12.00 WIB,” papar Nico.
Tentu lanjut Nico, agenda yang dipaparkan di hadapan Komisi II, selain syarat administrasi soal terbentuknya provinsi baru, juga peluang apa saja yang bisa mendukung agar daerah otonom baru tersebut bisa mendiri atau sumber apa saja yang menjadi penopangnya kelak.
Termasuklah potensi kekayaan alam yang meliputi hutan, perkebunan, pertanian maupun pertambangan. Termasuk berapa perguruan tinggi maupun perbankan yang ada di calon ibukota provinsi. ”Syarat administrasi maupun pendukung, termasuk jumlah kabupaten maupun penduduk minimal, Kapuas Raya jelas telah memenuhi syarat tersebut,” katanya.
Menurut Nico, rekan-rekannya di legislatif maupun eksekutif sangat antusias menghadiri undangan Komisi II tersebut. Bahkan pihaknya akan membawa akan membawa rombongan besar ke Senayan sana. Yang jelas, kehadiran masyarakat bukan untuk demo, tapi sebagai bentuk dukungan moral bahwa kita serius mengurus pemekaran ini.
Hal yang sama dikatakan Andel, SH. Pengacara yang mulai naik daun ini mengatakan, selain lobi-lobi politik, tekanan massa juga penting untuk menyakinkan pemerintah pusat.
Sebab menurut Andel, belakangan agak kentor perjuangan pembentukan provinsi Kapuas Raya, tapi karena keuletan Bupati Sintang selaku kordinator, akhirnya jadwal untuk presentasi itu keluar juga. ”Secara pribadi saya mendukung kehadiran masyarakat di gedung DPR tersebut. Itu bentuk dukungan konkrit mereka,” ujarnya.
Kata Andel, sudah terlalu banyak analis maupun pemikiran mengenai untung ruginya pemekaran provinsi Kalbar ini. Tapi sebagai bagian masyarakat calon Provinsi Kapuas Raya, dirinya sangat mendukung pembentukan provinsi dimaksud. Sebab selain memperpendek rentang kendali, juga mengantisipasi kerawanan daerah perbatasan. Bila hanya dikontrol dari provinsi Kalbar saja, jelas itu terlalu luas. Sebab Kabupaten Sanggau, Sekadau, Sintang dan Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan Malaysia selama ini penuh dengan kerawanan baik sosial maupun politik. ”Bila provinsi baru ini betul terwujud, maka beban pemerintah pusat agak ringan, sebab ada dua provinsi yang menangani perbatasan, terutama masalah kerawanan dan pencablokan batas negara bisa diatasi.
Sebelumnya, Bupati Sintang, Milton Crosby, mengatakan pihaknya siap membawa rombongan besar dari Kapuas Raya langsung terbang ke Jakarta. Rombongan dipastikan terdiri dari pemerintah lima kabupaten di wilayah timur Kalbar, ketua dewan dan anggota DPRD serta sejumlah tokoh masyarakat.
”Kita akan ramai-ramai menuju Senayan, sebagai bukti bahwa Kapuas Raya ini bukan hanya kepentingan elit politik namun murni kebutuhan dan kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Saat ditanya jumlah rombongan dari 5 kabupaten yang mungkin ikut ke Senayan, Milton hanya mengatakan akan berupaya sebanyak-banyaknya. Ia menyebutkan bahwa salah satu daerah yaitu Sumatera Utara yang saat itu kepala daerahnya berkomitmen untuk sama-sama melakukan pemekaran wilayah membawa sekitar 130 orang menuju Senayan untuk bertemu dengan komisi II. ”Bila perlu kita akan membawa lebih banyak dari itu dan termasuk anggota dewan khususnya komisi A harus ikut dalam rombongan kita,” katanya.
Dengan ditentukannya waktu oleh komisi II untuk bisa menerima tim pemekaran Kapuas Raya dan rombongan dari 5 kabupaten wilayah timur Kalbar, Milton semakin optimis 2008ini Kapuas Raya akan terwujud.□

Baca Selengkapnya..

Saturday, March 8, 2008

Simon Ajak Mahasiswa Bangun Sekadau


BUPATI Sekadau, Simon Petrus, S.Sos, M.Si mengajak mahasiswa asal Kabupaten Sekadau yang saat ini tengah menuntut ilmu di berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Pontianak untuk kembali pulang dan membangun daerah asalnya.

Ajakan bupati tersebut disampaikannya langsung di hadapan puluhan mahasiswa dia didaulatkan membuka acara Musyawarah Besar III Forum Komunikasi Mahasiswa Sekadau (Fokmas) bertempat di gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Pontianak, Sabtu (8/3) pagi kemarin.
Banyak potensi yang menunggu untuk segera digarap oleh tenaga-tenaga profesioanl, seperti mahasiswa manakala dia menyelesaikan pendidikannya kelak.
Potensi itu kata Simon, yang utama adalah potensi bidang pertanian. Sebagai daerah tropis, Kabupaten Sekadau sangat potensial menjadi lumbung padi, jagung dan sayur-sayuran.
Untuk padi, saat ini Pemkab Sekadau tengah giat-giatnya membuka lahan pertanian khususnya persawahan, terutama di daerah-daerah yang ada potensi dibuat irigasi untuk pengairan sawah.
Selanjutnya, jagung. Untuk jagung ini kata Simon, pekan lalu Pemkab Sekadau bersama para kepala dinas dan para camat melakukan studi banding ke Kabupaten Bengkayang, tepatnya di daerah Sanggau Ledo. “Kesempatan itu kita manfaatkan untuk mempelajari tanaman jagung, termasuk pemasarannya,” ungkapnya.
Belum lagi potensi sayur. Sebagai kawasan yang menjadi pemukiman transmigrasi, Kabupaten Sekadau sangat potensi sebagai pemasok utama sayur di Kalbar ini. Canton kecil kata Simon, PT Erna saja, dia harus mendatangkan sayur dari Jawa Tengah. Itu jelas memerlukan biaya yang besar. Dimana sayur tersebut harus melewati pelabuhan Tanjung Mas Semarang, lalu transit di pelabukan Dwikora Pontianak dan selanjutnya diangkut lagi ke Sanggau, selanjutnya ke PT. Erna. “Coba kalau sayur tersebut di hasilkan di Sekadau saja, jelas biayanya lebih murah dan lebih dekat,” katanya.
Potensi-potensi pertanian seperti itu, sampai saat ini memang belum tergarap. Untuk itu kata Simon, dirinya sangat berharap kepada para mahasiswa untuk segera menyelesaikan pendidikannya. Terutama mahasiswa pertanian. “Jangan berlama-lama kuliah, kasihan orang tua terlalu banyak keluar biaya. Garaplah potensi yang sekarang lagi tidur itu,” pinta Simon.
Potensi lain lanjut Simon, adalah pariwisata berupa wisata alam yang memanfaatkan air terjun. Bila itu dikemas dengan baik, bukan hanya wisatawan yang tertarik mengunjungi daerah tersebut, tapi juga investor yang ingin memanfaatkan air baku tersebut sebagai sumber air bersih.
“Potensi air terjun tersebut ada di Kecamatan Nanga Taman dan Nanga Mahap. Semuanya sudah bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua,” ungkapnya.
Lalu yang lagi getol-getolnya ditawarkan ke pemilik modal atau investor sekarang ini adalah potensi perkebunan. Baik berupa HTI maupun perkebunan sawit. Sama halnya dengan Kabupaten Sanggau, Sekadau juga merupakan daerah pengembangan perkebunan sawit.
Ini baru potensi yang bisa digarap langsung oleh tenaga-tenaga profesional, seperti adik-adik sekalian. “Karena itu, saya pesan cepat selesai dan kembali ke daerah membangun daerahmu,” himbau Simon.
Agar kelak bisa berbuat untuk daerah maupun dirimu sendiri, mahasiswa harus punya skill atau keahlian. Jangan menjadi mahasiswa untuk bergaya saja, tapi keterampilan nol. Giliran penerimaan pegawai baik swasta maupun PNS, pasti mengutamakan yang punya keterampilan.
Sebagai daerah baru yang dimekarkan, Sekadau butuh tenaga-tenaga yang terampil. Janga jadi mahasiswa yang malas mengasah kemampuan diri. Tapi carilan keterampilan lain yang tidak di dapatkan di bangku kuliah. Sekarang banyak sarjana, tapi tidak punya skill. Dan itu preseden buruk bagi kegerasi berikutnya termasuk orang tua kita, mereka jadi malas menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi, toh tidak ada keterampilan. “Saya minta jangan sampai terjadi hal demikian,” katanya.
Lalu ada pula model mahasiswa yang mengejar nilai tinggi atau indek prestasi komulatif (IPK) minimal 3.00, tapi kerana tidak punya keterampilan tambahan tetap saja tak bisa kerja apabila kembali ke masyarakat. Jadi pegawai pun ya seperti itu, tidak kreatif.
Lebih baik jadi mahasiswa yang kuliah singkat, walau nilainya cuma C, tapi punaya keahlian atau skil, maka dia kalau selesai akan menjadi sarjana plus. “Kalau sudah menjadi sarjana plus, maka apabila kembali ke daerah dia akan bisa membuka lapangan kerja sendiri dan tidak hanya menunggu lowongan,” sindir bupati.
Mahasiswa yang kuliahnya singkat juga kata Simon, sangat membantu orang tua, sebab orang tua tidak terlalu lama membiayai kuliah anak-anaknya. Kasihan orang tua harus membiayai anaknya sampai 8-10 tahun, selesai tidak bisa kerja lagi. “Nah, itu sangat menyedihkan,” ujarnya.

Dukungan Pemkab
Lebih jauh Simon mengatakan, secara pribadi maupun sebagai bupati, dirinya sangat memperhatikan dunia pendidikan. Pemkab Sekadau sangat mendukung dunia pendidikan. Bagi anak-anak yang kuliah, Pemkab menyediakan anggaran untuk itu.
Namun harus dilihat dulu bentuknya, apakah untuk biaya perkuliahan atau proses penyelesaian akhir (skripsi). “Bagi mahasiswa yang kesulitan atau ingin mendapat bantuan Pemkab Sekadau, silakan mengajukan proposal, kita aka pelajari dan ada bantuan untuk itu,” kata Bupati yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Sekadau itu.
Bentuk bantuan Pemkab bukan hanya bagi mereka yang membutuhkan bantuan karena kekurang mampuan orang tuanya saja, tapi juga kita memperhatikan mahasiswa yang berprestasi. “Bila ada yang berprestasi kita akana bantu, termasuk kalau ada yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, S2 misalnya,” jelas Simon.
Bentuk dukungan Pemkab yang lainnya adalah, mulai tahun 2008 ini, berupaya mencari tempat untuk asrama mahasiswa Kabupaten Sekadau. “Untuk asrama ini, kita sudah dapat tempat di sekitar Univertias Tanjungpura (Untan) dan tahun 2009 nanti sudah selesai dibangun. Pendanaannya semua dari APBD Sekadau,” ucap Simon yang tanpak buru-buru menyambut kedatangan istri tercinta, Scolastica Simon Petrus yang baru pulang ziarah dari Jerusalem.
Kehadiran Bupati Simon di gedung KNPI didampingi sejumlah pejabat Kabupaten Sekadau, diantaranya, Kepala Kantor Kesbanglinmas Henry Lisar dan Kabag Humas T Arsyad. Mereka jauh-jauh datang dari Sekadau hanya untuk menghadiri pembukaan Mubes III Fokmas yang mengambil tema, “Kita Tingkatkan Solidaritas dan Kreativitas Mahasiswa Dalam Semangat Baru Bersama Fokmas”.□

Baca Selengkapnya..

Villa Jerusalem


RABU (6/2) lalu, aku bersama enam rekan kantorku berkunjung ke Kabupaten Landak. Tujuan kami ke datang ke Negeri Intan—julukan Kabupaten Landak--adalah untuk bertemu dengan Bupati Landak, Adrianus Asia Sidot. Memanfaatkan hari libur Imlek, aku dipercayakan teman-teman atur waktu janjian ketemu bupati.
Kalau PNS atau kantor lain libur pas hari Imlek, Kamis (7/2), maka kami yang bekerja di institusi penerbitan surat kabar liburnya justru tanggal 6, sehari sebelum Imlek. Aku pun buat janji ketemu bupati tanggal 6 tersebut.


Hari itu, sekitar pukul 07.00 WIB aku, Nur Iskandar, Ukan Dinata, Alex Mering, Stefanus Akim, Rustam, Lazarus dan seorang teman dari LSM Yohanes Supriyadi berangkat dari kantorku di Jalan Purnama Dalam No. 02 menggunakan mobil xenia.
Dengan kecepatan sedang kami menelusuri jalan utama dalam kota menuju arah jembatan tol dan selanjutnya menuju luar kota ke arah Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak. Kabupaten Landak adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Pontianak pada tahun 2000 lalu.
Sekitar 50 menit dalam perjalanan, kami sampai di Sungai Pinyuh. Sungai Pinyuh adalah kota perdagangan dengan penduduk mayoritas etnis Tionghoa. Sungai Pinyuh juga dikenal sebagai daerah segi tigas mas. Sebab kota ini letaknya sangat strategis. Dia adalah pintu keluar masuk untuk menuju ke arah utara dan timur Kalbar.
Ke utara adalah rute ke Kota Singkawang, Kabupaten Sambas maupun Bengkayang. Sedangkan ke selatan, adalah rute ke Kabupaten Landak, Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang dan Kapuas Hulu. Pun demikian bila hendak menuju Sarawak Malaysia, kita mesti melintasi kota Sungai Pinyuh.
Walau terbilang kota kecil di Kalbar, tapi Sungai Pinyuh kota hidup yang lengkap dengan aktivitas masyarakat perkotaan. Penduduknya selain mengandalkan jasa dan perdagangan, juga ada yang mengantungkan hidupnya dari pertanian.
Setelah ngopi sejenak di Sungai Pinyuh, kami melanjutkan perjalanan dengan Nur Iskandar sebagai drivernya. Setelah meliuk-liuk di gunung Sehak, sekiar pukul 11.00 kami tiba di Ngabang, ibukota Kabupaten Landak. Aku coba kontak bupati, ternyata beliau sedang mimpin rapat dengan DPRD dan seluruh dinas.
Maklum Adrianus baru beberapa hari dilantik menjadi bupati mengantikan bupati Cornelis yang terpilih sebagai Gubernur Kalbar dalam pemilu gubernur 15 November 2007 lalu. Dan Cornelis sendiri baru dilantik Mendagri, Mardiyanto pada 14 Januari 2008.
Sebelumnya, Adrianus adalah wakil bupati Landak. Ia mendampingi Cornelis dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) Kabupaten Landak periode 2006-2010. Pasangan yang diusung PDI Perjuangan dan partai pendukung lainnya ini dipercaya masyarakat Landak untuk memimpin Negeri Intan itu.
Namun dalam perjalanannya, karena tuntutan politik masyarakat Dayak Kalbar yang merindukan putera Dayak untuk memimpin Kalbar, maka tampillah Cornelis sebagai kandidat gubernur dan selanjutnya dalam pemilu ia memenangkan pertarungan itu dengan mangalahkan incumbent Usman Ja’far, Anggota DPR-RI Akil Mochtar dan pengusaha nasional, Oesman Sapta Odang.
Setelah Cornelis terpilih jadi Gubernur, Adrianus otomatis menjabat Bupati Landak yang dilantik langsung oleh Cornelis selaku Gubernur Kalbar. Dalam menjalankan tugasnya, kini Adrianus berjalan seorang diri, tanpa ada wakil. Itu terkait dengan UU politik dan pemerintahan kita yang belum mengatur kasus seperti di Kabupaten Landak. “Sendiri pun tak apa, lebih enak,” ujar Adrianus kepada kemi ketika menerima kami di ruang kerjanya ketika itu.
Pertemuan kami dengan Adrianus berlangsung akrab. Hari itu wajahnya tanpak berseri-seri, maklum hari itu tanggal 6 Februari 2008, Adrianus berulang tahun ke 47. Ini sungguh kebetulan. Sebagai seorang bisnis, momen itu sangat baik bagi aku dan teman-teman kantorku untuk membicarakan kerjasama pemberitaan dengan Pemkab Landak.
Sebab momen itu sungguh hari baik bulan baik. Sehingga semuanya berjalan lancar. Saking senangnya, sang Pemred Nur Iskandar berujar, “bagaimana kalau kita melanjutkan perjalanan kita ke Kabupaten Sanggau, sekaligus kita menjengguk Agus disana,” ajaknya.
“Oke,” jawabku seraya menambahkan “kan besok libur kita tidak terbit”.
Kami pun makan sejenak dan langsung tancap ke Kabupaten Sanggau. Rencana balik hari berubah total. Teman-teman ku ada yang SMS dan ada pula yang telepon langsung memberitahukan keluarganya kami akan ke Sanggau, balik hari atau nginap belum tahulah.
Tepat pukul 14.30 WIB kami meluncur ke Sanggau. Syukur jalan poros Sanggau-Ngabang kondisinya lumayan bagus, sehingga kami walau santai tak terasa akhirnya tiba juga di Kota Bumi Daranante itu. Tapi dalam perjalanan, Alex kontak Akim—seorang pengusaja kontraktor di Sanggau. Alex pastikan kami akan menginap di Sanggau dan rencananya di Villa Jerusalam milik Akim tersebut.
Bagiku pribadi, Villa Jerusalem bukanlah barang baru. Baik sendiri maupun bersama teman-teman, aku sudah berkali-kali menginap di villa itu. Villa itu lokasinya amat strategis di atas bebukitan. Jaraknya dari Kota Sanggau kurang lebih 7 kilometer. Embun pagi, udara segar sangat membangkitkan selera hidup. Sebab kondisi alami seperti itu tidak akan ditemukan di Pontianak atau kota lainnya di Kalbar, termasuk Singkawang konon menurut tamu dari luar Kalbar, sudah sangat bagus dan sejuk. Tapi Villa Jerusalem milik Akim pemandangannya lebih asyik lagi.
Bila kita bangun bagi, terasa di atas awan, sebab gumpalan embun-embun bergulung-gulung di atas pepohonan yang mengitari bebukitan di sekitar villa. Ketika matahari keluar dari selimut bumi, kita bisa melihat sejauh mata memandang Kota Sanggau dan delta Sungai Sekayam yang menginduk ke Sungai Kapuas—sungai terpanjang di Kalimantan.
Lekukan Sungai Kapuas yang tanjungnya membentuk Kota Sanggau bak ular bila dipandang dari Villa Jerusalem. Namun sayang, sang pemilik villa, tidak mau mengkomersilkan villa miliknya itu. “Kalau kalian mau nginap bilang saja, ambil kunci buka sendiri, lampunya hidup sendiri, tak usah bayar segala lah,” ujar Akim ketika bertemu kami. Dia pun buru-buru menelpon koleganya minta diantarkan kunci.
Tapi tambah Akim, villa itu terbatas, hanya teman-teman dekat atau pejabat saja yang boleh menginap di situ. “Yang lain tidak, masih banyak usaha lain yang bisa mendatangkan uang, termasuk fotografer,” katanya seraya menunjukan kamera digital merk Cannon. Akim masih tergila-gila dengan dunia barunya sebagai fotografer. Apalagi dia sudah mulai mengenal program photoshop di komputer.
“Wah asyik juga bikin foto pernikahan orang-orang tua yang di kampung ketika kawin tidak bisa foto, sekarang aku bikin fotonya, mereka senang lho,” ujarnya.
Setelah bincang-bincang sama Akim yang tampak sibuk mempersiapkan show lagu-lagu dan busana Tionghoa dalam rangka hari raya Imlek di sebuah kelenteng yang bersebelahan dengan masjid di pasar Senggol Sanggau, kami pun pamit menuju villa di arah bebukitan tadi.
“Waw…..pagi ini idah sekali,” ujar Yohanes Supriyadi, ketika menyaksikan pemandangan idah pagi harinya. Maklum ketika datang malam tadi, dia tidak bisa melihat apa-apa. Hanya sebuah rumah gelap di tengah hutan belantara.
Bukan hanya Lancur—sebutan Yohanes Supriyadi, teman-teman kantorku yang lain juga pada terpesona dengan keindahan alam di sekitar villa. Tapi bagiku pribadi, karena mungkin sudah terlalu sering, gak ada yang aneh. Beda dengan teman-temanku, mereka seperti burung lepas dari sangkarnya. Atau seperti narapidana terbebas dari hukuman. Bebas menghirup udara segar pegunungan.
Setelah puas menikmati keindahan alam Villa Jerusalem, mata hari mulai beranjak naik. Kami pun siap-siap meninggalkan villa dan mencari makanan di bawah sana. Kami lalu mampir ke tempat pemancingan ikan untuk sarapan pagi.
Usai sarapan pagi, kami manfaatkan untuk rapat kantor di tempat pemancingan ikan sekaligus kafe itu. Setelah semua beres, sebelum kembali ke Pontianak, kami mampir ke rumah Bupati Sanggau, Yansen Akun Effendi. Kami Imlekan sama pak bupati. Yansen adalah bupati Tionghoa pertama di Kalbar bahkan Indonesia. Usai imlek kami pun menuju Pontianak. Wah gak terasa hari ini aku kerja rutin lagi. Bisa melakukan editing berita wartawan yang sangat melelahkan. Itulah kerjaanku.□

Baca Selengkapnya..

Thursday, March 6, 2008

Untuk Kita Renungkan


PERTENGAHAN Februari lalu saya tak sengaja jumpa teman dari Jakarta. Dia datang ke Pontianak karena ada urusan bisnisnya. Namun dalam perjumpaan singkat itu ada ucapannya yang mengelitik saya sebagai orang Dayak. Jujur saya kaget sekali ketika dia mengatakan, bangsa Dayak adalah bangsa pertama cikal bakal membentuk Indonesia.
Lalu saya tanya, apa pasal? Trus teman saya itu mengatakan, apa kamu lupa kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai di Kalimantan Timur yang sudah berkembang pada abad ke 4 Masehi.


Nah, bangsa Dayak di Kalimantan (Indonesia) tidak ada bedanya dengan bangsa Aborigin di Australia. Bila bangsa Aborigin kalah dengan bangsa pendatang dari Eropa sehingga dia terbelakang bahkan terancam punah, maka bangsa Dayak kalah dalam hal pendidikan, ekonomi dan budaya dari bangsa-bangsa lain yang ada di Indonesia. Bahkan Dayak cenderung terbelakang dalam segala hal, bila dibanding dengan Melayu yang lebih modern.
Saya sebetulnya tidak peduli dengan meteri obrolan santai itu. Pikiranku kebetulan Perdana Menteri Australia yang baru, Kevin Rudd, minta maaf secara terbuka kepada bangsa Aborigin atas kasus pembersihan etnis Aborigin di Australia yang berlangsung ratusan tahun oleh bangsa kulit putih.
Memang langkah Kevin mencengangkan dunia. Belum pernah perdana menteri Australia sebelumnya yang berani minta maaf secara terbuka dan mengakui keberadaan kaum Aborigin. Baru Kevin inilah yang benar-benar membebaskan bangsa Aborigin dari segala bentuk penindasan dan diskriminasi.
Padahal bangsa Aborigin itu adalah penduduk asli Australia, tapi mereka tidak pernah terlibat dalam pembangunan, pendidikan bahkan budaya. Mereka cenderung menjadi bangsa terasing di tanahnya sendiri. Mereka menjadi penonton pembangunan dan kemakmuran negara benua yang menjadi jajahan Inggris itu.
Sudah bertahun-tahun bangsa Aborigin memperjuangkan hak-haknya dan mengakuan sebagai penduduk asli Australia yang mempunyai hak dan kewajibannya sama dengan kulit putih. Tapi nyatanya, mereka tetap saja terasing di kampung sendiri. Dan baru Perdana Menteri Kevin inilah mereka bisa bernafas lega. Sebab apa yang mereka perjuangkan selama ini telah diakui pemerintah. Terutama soal hak asasi manusia Aborigin itu sendiri.
Nah kembali ke bangsa Dayak tadi, kalau dipikir-pikir secara logika, memang ada benarnya ucapan teman saya tadi. Keberadaan kerajaan Kutai itu jauh sebelum munculnya kerajaan-kerajaan besar di Nusantara ini. Bahkan kerajaan terbesar Majapahit dan Sriwijaya muncul beberapa abad setelah Kutai.
Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman memang punya pengaruh yang besar di pulau Kalimantan (Borneo) pada masa itu. Tidak ada sejarah yang mengungkap suku bangsa apa yang membentuk kerajaan Kutai itu. Tapi sekali lagi secara logika, tentu penduduk asli Kalimantan yang tak lain adalah Dayak. Merekalah yang membentuk kerajaan Kutai yang kemudian terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan di Pulau Jawa, Sumatera dan lain sebagainya.
Soal perpecahan dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil memang ada diceritakan dalam pelajaran sejarah kita di sekolah. Misalnya Kerajaan Majapahit, dengan Gajahmadanya, adalah kelanjutkan dari perpecahan kerajaan Kutai di Kaltim. Gajahmada sanggup menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil dan mempersatukannya dalam sumpah palapa—yang juga dikenal dengan Nusantara sekarang ini.
Memang tidak ada cerita mendetail soal keturunan atau kelanjutan kerajaan Kutai itu. Sebab dalam pelajaran sejarah kita hanya dikisahkan kulitnya saja, tidak mendetail. Maka tak heran pengetahuan kita pun terpotong-potong juga, seperti pengalan cerita sejarah dalam pelajaran di sekolah itu.
Termasuk saya sendiri, umur segini (kepala tiga) dengan pendidikan yang memadai pula, masih bisa terkaget-kaget dengan ocehan teman tadi. Memang ocehan itu patut untuk kita renungkan. Dan tentunya jangan dipertentangkan, tapi layak kita telusuri sebagai pelajaran di sekolah. Tentu ini menjadi tugas kalangan akademisi, termasuk para jurnalis untuk meneliti dan menulis ceritanya. Saya kita bila dikerjakan, hasilnya akan menarik bagi semua orang.

DISADARI atau tidak, belakangan orang mulai memperhitungan etnis. Itu juga tidak terlepas dari politik sektarian untuk meraih kekuasaan. Politisasi etnis atau agama tidak dapat dihindari dalam dunia perpolitikan di negara kita (Indonesia—Indopahit) ini.
Bukti konkrit, ketika ada pesta demokrasi tingkat lokal, apakah pemelu gubernur, bupati atau walikota. Orang mulai mempertimbangkan komposisi etnis yang menjadi penduduk daerah tertentu, apakah tingkap provinsi, kabupaten atau kota.
Para pelaku politik (Politisi) akan melihat kapasitas pribadinya, apakah akan didukung atau tidak dalam pertarungan meraih kekuasaan. Nah, akrab di kuping kita, mereka selalu mengatakan, bila maju, maka akan ada dukungan dari kelompak A, B dan C. Untuk kondisi Kalbar termasuk di daerah-daerah, komposisinya sudah jelas, A,B dan C adalah gambaran suku dominan di Kalbar, yakni Dayak, Melayu dan China (Tionghoa).
Setiap kandidat yang akan maju dalam pilkada, mereka selalu memperhitungan komposisi penduduk tersebut. Kondisi itu memaksa si calon mulai mencari jati dirinya. Bila dia Melayu, maka dia akan mencari akarnya dari mana ia berasal, termasuk siapa nenek moyangnya dan di mana awal mulanya di tanah Borneo. Begitu pun dengan Dayak, ia akan mengatakan sebagai penduduk asli Kalbar, sama dengan Melayu juga asli, tapi Dayak saudara tuanya Melayu. Dan cerita asal usul itu menjadi santapan pagi pada setiap warung kopi di kota-kota besar di Kalbar dimana ada perhelatan pilkada.
Kalau Tionghoa sudah jelas, kedatangnya mereka bersamaan dengan perburuan emas di Monterado (Singkawang) dan Mandor (Kabupaten Landak). Dimana pada masa itu pernah ada negara yang sudah berbentuk republik tertua di dunia, bahkan jauh sebelum Amerika Serikat membentuk republik. Yang pertama tahun 1770 di Monterado dan yang kedua adalah Republik Lan Fang tahun 1777 di Mandor. Sepuluh tahun kemudian yakni tahun 1787 baru Amerika Serikat mendirikan republik.
Nah, fakta sejarah yang terpotong-potong yang diketahui dari mulut ke mulut itu, kini mulai laku menjadi konsumsi publik ketika ada pesta demokrasi. Sebetulnya komposisi penduduk dalam mencapai kekuasan bukan barang baru di West Borneo ini. Bahkan sudah berlangsung sebelum era reformasi.
Bila pada masa akhir Orde Baru ada istilah sharing power (pembagian kekuasan) bagi mereka yang ingin menjadi kepala daerah, karena waktu itu seorang kepala daerah atau paket kepala daerah dipilih oleh DPRD. Maka sharing power pun mencerminkan komposisi anggota DPRD yang ada di parlemen baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Bentuk sharing power itu sangat sederhana, ada kesepakatan bila sekarang gubernur atau bupatinya Melayu maka wakilnya Dayak. Demikian sebaliknya, bila gubernur atau bupati Dayak, maka wakilnya Melayu.
Tapi sekarang sharing power seperti itu agak diabaikan. Karena pemilihan langsung dilakukan rakyat. Tapi hitung-hitungan pendukung dan calon pendukung masih menjadi pertimbangan calon atau kandidat.
Karena pertimbangan itu pula, maka setiap kandidat yang hendak maju, selalu mempertimbangkan komposisi etnis yang ada. Termasuk jati dirinya yang sebelumnya tidak diketahui publik bahkan dirinya dan keluarganya sendiri tak penting tahu asal usul, sekarang jadi penting diketahui.
Maka tak heran menjalang suksesi kepala daerah, kandidat kasak-kusuk mencari tahu asal usulnya, termasuk asli dirinya dari kelompok mana yang dominan. Ada tokoh yang sudah puluhan tahun tak mengenal Dayak, tiba-tiba menjadi Dayak. Demikian sebaliknya, tiba-tiba muncul darah Melayunya. Itu fakta riil yang bikin geli saya ketika menghadapi pilkada. Setiap kandidat lancar menceritakan sisilah dirinya.
Teringat dengan cerita-cerita konyol menjelang pilkada seperti itu, ketika teman saya tiba-tiba berceloteh Dayak sebagai cikal-bakal membentuk Indonesia dengan ditandainya kerajaan Kutai tadi, saya jadi berpikir saatnya kalangan akademisi menelusuri kisah kerajaan Kutai dari suku bangsa apa sebenarnya. Daripada sekarang kita menduga dan mengira-ngira Dayak berasal dari Yunan, China atau Melayu juga dari sana cuma datangnya belakangan. Keduanya sama-sama penduduk asli Kalimantan. Cuma kedua suku ini beda nasib di panggung politik dan pemerintahan. Melayu agak diuntungkan, kerana negara kita kebetulan 98 persen pemeluk Islam, maka Melayu identik dengan Islam. Tapi Dayak justru sebaliknya, mayorita non Islam.
Bila dibandingkan dengan Aborigin, maka Melayu tidak ada persamaannya, tapi Dayak nasibnya tidak lebih baik dari Aborigin. Tapi sekaran dunia sudah berubah, saya kita Dayak sudah jauh lebih baik dari Aborigin, apalagi gubernur di Kalimantan ini terutama Kalbar, Kalteng dan Kaltim dari kalangan Dayak.
Barang kali yang masih sama, adalah masalah penyerobotan tanah. Tanah bangsa Aborigin dikuasai bangsa Barat, maka tanah adat Dayak dikuasai pemerintah lewat Undang-Undangnya, dan belakangan perusahaan perkebunan yang ikut-ikutan merampas tanah adat.
Tulisan saya tidak tidak ada maksud melecehkan pihak tertentu, tapi marilah kita sama-sama berpikir bagaimana supaya sejarah itu lurus adanya dan dipelajari di sekolah-sekolah kita. Kita orang Kalbar tahu sejarah Jawa dan Sumatera. Tahu cerita Pangeran Diponegoro dan sebagainya. Tapi bila ditanya tanah kita dan pahlawan yang menjadi nama jalan dan gedung yang ada di Kalbar, kita justru tidak tahu. Nah semua itu perlu kita renungkan bersama.□

Baca Selengkapnya..

Tuesday, March 4, 2008

Motor Bandung


Dulu motor bandung ini merupakan alat transportasi utama di Kalimantan Barat (Kalbar). Dia tidak hanya mengangkut penumpang (orang), tapi juga berbagai jenis barang kebutuhkan pokok yang dipasokan ke pedalaman Kalbar. Pun demikian sebaliknya, motor bandung juga dipakai untuk mengangkut segala hasil hutan dan hasil pertanian lainnya untuk dijual ke kota-kota mulai dari kota kecamatan hingga ibukota provinsi di Pontianak.


Motor bandung ini terbuat dari kayu keras macam belian (ulin) atau tembesuk. Kayu ini adalah jenis kayu yang tahan dengan hempasan batu dan sanggup terendam sepanjang tahun di dalam air.
Untuk mengerakkan motor bandung, harus didorong dengan mesin diesel yang berkapasitas 60 hingga 200 PK. Mesin ini dipasang di dasar badan motor bandung dengan baling-baling di bagian belakang bawah air.
Ukurannya bermacam-macam sesuai kebutuhan si pemiliknya. Bila pemiliknya menjadikan motor bandung sebagai alat transportasi penumpang maka ukurannya agak lebih kecil. Tapi umumnya motor bandung digunakan untuk keperluan niaga oleh para taoke (sebutan untuk pedagang) barang kebutuhan pokok di Kalbar.
Selain itu, ukuran motor juga disesuaikan dengan kondisi sungai atau lebarnya sungai yang menjadi rute motor bandung. Kalau untuk Sungai Kapuas yang membelah bagian selatan pulau Kalimantan yang panjangnya hampir 800 km dan lebar 300-500 meter dan kedalamannya mencapai rata-rata 6 hingga 40 meter, maka ukuran motor bandung bias mencapai lebar 4-6 meter dan panjang bica mencapai 30-40 meter.
Tapi kalau untuk rute anak-anak Sungai Kapuas ukuran rata-rata motor bandung 2,5 x 20 meter. Kalau yang lebih kecil lagi, masyarakat Kalbar menyebutnya sampan atau motor air.
Dulu motor bandung ini sangat vital sekali keberadaannya bagi masyarakat Kalbar. Tidak saja untuk bepergian ke daerah lain, tapi juga sebagai urat nadi perekonomian masyarakat. Dengan bobot muatan 30 hingga 50 ton, dia sanggup menyuplai kebutuhan pokok untuk suatu daerah. Namun bila musim kemarau tiba dan sungai mengering, maka ketersidiaan kebutuhan pokok juga terhenti, karena motor bandung tidak bisa beroperasi. Yang bisa jalan hanya sampan-sampan kecil.
Kondisi itu hampir terjadi setiap tahun. Itu setelah terjadi pembalakan terhadap hutan Kalimantan secara besar-besaran di masa Orde Baru oleh perusahaan-perusahaan berskala besar. Bahkan bila musim kemarau tiba selama dua atau tiga bulan, Sungai Kapuas bisa bermain bola di badan sungai. Padahal dulu menurut kesaksian para orang tua, Sungai Kapuas tidak pernah kering sepanjang tahun debit airnya tetap stabil, tidak seperti sekarang, kemarau tiba langsung kering.
Kondisi sekarang lebih parah lagi, sudahlah hutannya habis, bukit-bukitnya ditanami kelapa sawit oleh perusahaan perkebunan yang memang marak belakangan ini. Tahulah, sawit tidak bisa menyerap dan menahan air. Akitanya, bila kemarau sungai menjadi kering dan bila musim hujan banjir mengenang sebagian besar wilayah Kalbar. Tak bisa dibayangkan berapa kerugian baik yang diakibatkan kemarau panjang maupun banjir.
Yang sungguh merasakan adalah para petani. Bila kemarau panjang, maka lahan pertanian menjadi kering dan padi atau tanaman lainnya tidak bisa tumbuh karena tidak ada asupan air. Jelas petani akan mengalami paceklik, karena mereka gagal bertani. Itu belum lagi resiko kebakaran lahan.
Kebakaran lahan ini lagi-lagi petani jadi kambing hitam yang mengekspor asap ke luar negeri macam Malaysia dan Singapura. Padahal kebakaran lahan itu belum tentu dibuat oleh petani, tapi ulah perusahaan yang melakukan land claring atau pembersihan lahan perkebunan mereka. Atau memang karena musibah gesekan ranting atau dahan yang terlalu kering menimbulkan api dan terjadilah kebakaran lahan yang hebat.
Sebaliknya bila musim hujan, jelas banjir akan mengenani lahan pertanian, ternak bahkan perkampungan bisa hanyut. Jelas akan menyebabkan kerugian yang tidak terhingga. Mulai dari gagal panen hingga hilang harga benda disapu banjir. Nah, itulah fenomena alam yang sengaja dibuat manusia.
Selagi menikmati hasilnya, manusia lupa bahwa dia telah merusak ekosistem dan mengganggu ketenangan makhluk atau tumbuhan lainnya. Bila mereka marah da murka, maka manusia hanya bisa saling menyalahkan tanpa mau introspeksi diri. Mulai menyalahkan pejabatlah, perusahaanlah atau malah marah sama Tuhan sang pencipta alam yang indah ini.

Colombo plan
Tahun kedua presiden Soeharto berkuasa yakni sekitar tahun 1970-an hingga awal 1980-an, Soeharto gencar melakukan pembangunan di Indonesia. Negara-negara donor diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan di Indonesia.
Khusus di Kalimantan untuk membuka isolasi daerah yang sebelumnya hanya mengandalkan jalur sungai, maka mulai dibuka jalur transportasi darat. Untuk mendukung program tersebut, Negara maju terutama Eropa dan Amerika turut berpartisipasi dalam pembangunan di Jawa-Sumatera dan Kalimantan.
Di Kalbar proyek membuka isolasi itu disponsori oleh Eropa dan Amerika yang tergabung dalam Colombo Plan. Sebagai pelaksana proyek adalah Australia yang membuka jalan poros selatan Kalbar.
Yakni mulai dari Kabupaten Sanggau hingga Sintang. Kemudian proyek itu dilanjutkan oleh Korea Selatan hingga pertengahan tahun 1980-an.
Proyek Colombo plan adalah upaya pengerasan jalan utama yang menjadi tanggung jawab Negara mulai dari ibukota provinsi dan menembus seluruh kabupaten. Mereka hanya mengeraskan jalan rintisan jaman penjajahan Belanda.
Belanda membuka jalan yang menembus rimba belantara Kalbar menerapkan kerja paksa yang dikenal dengan Romusa. Ribuan nyawa melayang akibat Romusa. Selanjutnya pada jaman Jepang dilanjutkan dengan kerja Rodi. Walau hanya 3,5 tahun, kekejamannya lebih terasa. Bahkan puncaknya satu generasi orang Kalbar tewas di bunuh Jepang tahun 1942 di Mandor yang kini dijadikan Hari Berkabung Daerah yang diperingati setiap tanggal 28 Juni.
Semenjak adanya jalan poros selatan atau lintas selatan, maka transportasi utama mulai bergeser dari transportasi air menjadi darat. Dan pada akhir tahun 1980-an hingga sekarang, transportasi darat jadi urat nadi utama perekonomian masyarakat Kalbar. Selain cepat, juga aman, karena rutenya melintasi setiap kota yang ada di Kalbar.
Walau demikian, transportasi air yang mengandalkan motor bandung juga tetap eksis. Sebab selain biaya murah, juga muatannya banyak.
Bila dulu jarak tempuh Pontianak-Putussibau di Kapuas Hulu menggunakan motor bandung bisa 5 hingga 6 hari, maka pakai jalan darat hanya ditempuh 1 hari 1 malam. Atau sekitar 18 jam. Bila jalan mulus bisa lebih cepat lagi.
Nah itulah cerita motor bandung, kapan persis masyarakat menggunakannya tidak ada yang tahu, tapi yang jelas masyarakat Kalbar dari awal menemukan pulau Kalimantan sudah menggunakan sampai atau rakit mudik mengikuti aliran sungai mencari daerah subur untuk berladang dan menetap hingga ada keturunan. Begitulah seterusnya, mereka terus mudik dan menetap lalu perjalanan mudik dilanjutkan oleh keturunannya hingga dikenal sebagai orang Dayak Kalbar sekarang. Konon asal mereka dari Yunan, China bagian selatan.□

Baca Selengkapnya..