BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Tuesday, April 28, 2009

Menunggu Kiprah Srikandi Kalbar di Senayan






Oleh TY

Hasil pemilu legislatif (pileg) 9 April 2009 lalu sudah hampir bisa dipastikan siapa-siapa saja yang berhasil terpilih untuk mewakili Kalimantan Barat di tingkat nasional. Walau Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menetapkan mereka sebagai calon terpilih, namun berdasarkan hasil rapat pleno KPU Provinsi Kalbar, sudah diketahui nama-nama yang bakal melenggang mulus ke Senayan.

Berdasarkan kuota, Kalbar dapat jatah 10 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 4 kursi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun terlepas dari siapa yang bakal duduk di kursi empuk tersebut, ada hal menarik yang patut untuk dicermati—terpilihnya lima perempuan Kalbar yang akan berkiprah di Senayan.
Lima srikandi Kalbar tersebut, satu orang lewat jalur partai politik dan empat orang lewat jalur non partai. Mereka adalah, Karolin Margret Natasa, yang juga putri Gubernur Kalbar, Cornelis. Karolin bukan hanya sihir yang mampu mendongkrak suara PDIP di Kalbar saja sehingga menjadikan partai moncong putih itu sebagai jawara di Kalbar, tapi secara pribadi mendapat dukungan mayoritas masyarakat Kalbar dengan 222.021 suara.
Selanjutnya, Sri Kadarwati, istri almarhum Aspar Aswin—mantan Gubernur Kalbar—yang juga incumbant masih mendapat tempat di hati masyarakat. Buktinya, mantan ketua Dekranasda Provinsi Kalbar itu mendulang dukungan signifikan, dengan 151.602 suara. Lalu, Hairiah, yang berprofesi sebagai advokat di Pontianak—ia cukup dikenal luas lewat aktivitasnya membela para TKI yang bermasalah di luar negeri. Maka tak heran dengan sedikit bergerak ia banyak mendapat simpati dari masyarakat dengan meraup dukungan 124.854 suara.
Berikutnya, Maria Goreti—anggota DPD periode 2004-2009, kini terpilih kembali dengan meraup dukungan masyarakakat sebanyak 157.915 suara, dan yang terakhir adalah Erma Suryani Ranik, mantan wartawan yang kini aktif di lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan. Erma—sapaan akrabnya meraup dukungan masyarakat dengan 118.340 suara.
Dengan kehadiran lima srikandi Kalbar di tingkat nasional, kita tidak hanya menunggu mereka membuktikan janji-janjinya pada pemilu lalu saja, tapi lebih pada kiprah mereka kelak.
Apakah kelak mereka bisa kembali bersinar di level yang lebih tinggi, yakni mengulangi kesuksesan mereka ketika memenangi pertarungan yang ketat pada pemilu lalu dengan membuat terobosan-terobosan yang menguntungkan daerah.
Di sisi lain, kita juga boleh berbangga hati. Sebab di tengah kekhawatiran banyak orang akan minimnya partisipasi politik perempuan, Kalbar justru bisa menyumbangkan lima perempuan untuk berkiprah di Senayan.
Itu juga mematahkan anggapan banyak orang yang selama ini berkembang di masyarakat, dimana mereka masih melihat perempuan sebagai kelompok nomor dua. Tapi fakta di lapangan, mereka justru unggul jauh mengalahkan laki-laki yang selama ini selalu dominan di panggung politik kita.
Nah, apakah ini ada hubungannya dengan peringatan hari Kartini 21 April lalu--yang juga tak jauh dari pelaksanaan pileg? Tapi yang jelas semangat juang para perempuan ’perkasa’ itu patut ditunggu.
Sebagai perempuan—terlebih sebagai ibu, mereka jelas melihat segala sesuatunya lebih dengan perasaan. Beda dengan laki-laki yang lebih menonjolkan rasionalitas, bahkan parahnya lagi emosionalitas. Yang penting bisa menguntungkan kelompok atau kalangan sendiri. Dia tidak memikirkan pihak lain, terutama pihak yang selama ini tidak berdaya. Apalagi ini jargon politik. Tidak ada yang abadi, selain kepentingan. Nah, itu agaknya melekat para politisi laki-laki—karena menyangkut harga diri dan kepentingan partainya.
Oleh karena itu kita banyak berharap kepada para perempuan ini. Mudah-mudahan kehadiran mereka bisa memberikan keuntungan ganda bagi Kalbar. Kehadiran mereka bisa memberikan nilai tambah untuk kemajuan daerah Kalbar lewat kiprah mereka di Senayan sana. Nah, mari kita tunggu saja. Setuju?

Baca Selengkapnya..

Friday, April 24, 2009

Isu Kebocoran Soal UN


Oleh TY

Secara umum pelaksanaan ujian nasional (UN) hari pertama di Kalbar berjalan aman dan lancar. Namun di tengah khusuknya para siswa mengikuti UN tersebut, berembus kabar tak sedap. Merebak isu kebocoran soal.

Padahal sehari sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kalbar, Alexius Akim, telah menjamin naskah dan lembar jawaban UN kali ini tidak akan bocor. Sebab selain pengamanan ketat yang melibatkan Kepolisian dalam distribusinya, juga ada pengawas independen yang melibatkan Perguruan Tinggi, dalam hal ini para dosen dari Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak.
Keterlibatan pihak Perguruan Tinggi dan Kepolisian sejak awal dimaksudkan agar pelaksanaan UN kali ini benar-benar berkualitas. Sebab belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, bahwa setiap pelaksanaan UN selalu saja diwarnai berbagai macam kecurangan, sehingga kualitasnya rendah.
Mulai dari kebocoran soal hingga ditemukannya siswa yang mengunakan contekan. Terkesan siswa menggunakan berbagai cara agar bisa lulus. Sebab dari tahun ke tahun UN adalah momok yang menakutkan bagi para siswa.
Sebetulnya, dalam menghadapi UN ini tidak ada yang perlu ditakutkan, asal siswa betul-betul mempersiapkan diri. Sebab soal yang diujikan juga tidak terlalu mengalami perubahan setiap tahunnya.
Artinya, bila ingin berhasil dalam mengikuti UN, tak ada jalan lain, para siswa harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Perlu ketenangan, jangan gugup dan menganggap beban UN.
Lagi pula, dalam menghadapi UN tersebut, setiap sekolah sudah membuat tip-tip khusus bagi para siswanya. Termasuk memberikan mereka pelajaran tambahan.
Namun demikian, para siswa dalam menghadapi UN ini masih saja tidak punya rasa percaya diri yang tinggi. Mereka sangsi dengan kemampuan mereka; apakah bisa melewati syarat kelulusan nasional minimal 5,50 untuk enam mata pelajaran yang diujikan itu, atau malah tidak berhasil sama sekali.
Mereka menilai syarat minimal itu masih terasa tinggi. Maka tak heran berbagai cara masih ditempuh, termasuk upaya mendapatkan soal.
Di satu sisi, itu merupakan peluang bisnis bagi oknum-oknum tertentu. Namun disisi lain, dalam kondisi yang sempit sekalipun, para siswa bahkan orangtua butuh dengan soal itu. Tak heran isu kebocoran soal justru merebak di hari pertama pelaksanaan UN ini.
Isunya, untuk satu mata pelajaran dipatok dengan harga Rp6 juta. Dan angka itu bagi orang tertentu memang tinggi, tapi bagi yang butuh soal, uang Rp6 tidaklah ada artinya. Prinsip yang penting dapat soal.
Tapi kebocoran soal yang berhembus kencang di masyarakat tersebut hingga kini juga belum bisa dibuktikan. Namanya juga isu, bisa benar bisa angin lalu saja.
Namun sebagai bangsa, kita harus memerangi berbagai praktik kotor tersebut, apalagi praktik kotor itu justru dipraktikan kepada para siswa yang notabene calon pemimpin di masa depan. Nah, mudah-mudah itu hanya isu belaka. Sebab bila isu itu benar, rasanya tidaklah elok kita melaksanakan UN dengan standar tertentu itu.

Baca Selengkapnya..

Thursday, April 16, 2009

Berhenti Mengeluh


Oleh Tanto Yakobus

Mengeluh, mengeluh dan mengeluh! Itu ada di mana-mana. Dia tidak mengenal tempat, tidak mengenal ruang dan tidak mengenal waktu.
Dia meluncur begitu saja dari mulut siapa pun. Tidak pula mengenal status atau pun kasta. Dia begitu akrab dengan siapa saja. Baik dengan si kaya maupun dengan si miskin.
Kita akhirnya juga maklum, sebab dia paling mudah dan gampang dilakukan oleh siapa pun. Siapa sih yang tidak pernah mengeluh di dunia ini?

Mungkin hanya Tuhan yang tidak pernah mengeluh dengan ciptaannya. Atau mungkin juga Tuhan pernah mengeluh dengan ulah manusia yang berlumuran darah dan dosa, cuma kita tidak tahu kapan Tuhan mengeluh?
Tapi kita bisa mengenal tanda-tanda Tuhan murka, dengan berbagai bencana yang terjadi di dunia ini. Itu saja.
Soal mengeluh. Ya mengeluh tentang apa saja yang ada di sekitar kita. Dengan kondisi yang ada, kita hanya pandai mengeluh dan mengeluh. Sedikit yang pandai mencari jalan keluarnya atau mencari apa penyebabnya—selanjutnya mengatasinya.
Sikap atau kebiasaan mengeluh itu sebetulnya bukanlah sifat kodrati manusia, sebab kita sudah diberi akal dan kepintaran oleh sang pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan akal dan pikiran yang cerdas itu, kita bisa mengatasi persoalan di sekitar kita.
Sebab, orang cerdas memberikan solusi, bukan menambah masalah. Dan solusi itu tentu ditemukan jalan keluar untuk mengatasi masalah di sekitar kita yang selama ini membelenggu.
Hanya orang-orang yang tidak bisa menggunakan kecerdasan atau kepintarannya sajalah yang tetap mengeluh dengan kondisi sekitarnya. Sampai dunia kiamat pun dia tetap mengeluh dan mengeluh.
Orang yang menghargai kepintarannya memberikan ide-ide alternatif untuk mencari solusi agar bisa keluar dari persoalan yang menjadi keluhannya selama ini. Ibarat dokter dia akan membuat diagnosa terhadap suatu penyakit yang diderita oleh pasiennya. Diagnosa itu untuk mengetahui jenis penyakit apa yang diderita oleh pasiennya. Setelah ditemukan penyakitnya, baru dokter memberikan obat untuk penyembuhannya.
Bila diagnosa salah, maka obat juga salah. Bila diagnosa benar, obat yang diberikan juga akan benar.
Diagnosa dan obat itu ibarat ide-ide atau gagasan dari orang-orang cerdas untuk mengatasi permasalahan yang dikeluhkan selama ini.
Demikian juga dengan kita. Dalam kondisi apa pun atau tempat apa pun, kita selalu ditantang untuk mengatasi masalah kita dengan ide atau gagasan cemerlang itu.
Bila kita selalu berpikir punya gagasan atau ide cemerlang, maka kita semakin kurang mengeluhkan situasi kita. Maka, mulai sekarang berhentilah untuk mengeluh. Gunakan kecerdasan itu untuk mengatasi keluhan yang selama ini mengalir begitu saja dari bibir kita. Dengan kurang mengeluh, kita jadi berpikir lebih rasional dan bukan emosional.
Jangan menjadikan masalah sebagai sesuatu yang membebankan, tetapi jadikanlah masalah itu sebagai tantangan untuk lebih maju lagi. Sebab saya yakin dengan ide-ide cemerlang, kita bisa melakukan apa pun tampa banyak keluhan lagi.

Baca Selengkapnya..

Tuesday, April 14, 2009

Jalan Rusak, Masalah Kita


Oleh Tanto Yakobus

Jalan Negara yang terbentang sepanjang kurang lebih 600 kilometer lebih yang menghubungkan beberapa kabupaten dengan ibukota provinsi, yang menjuntai mulai dari Kota Putussibau di Kabupaten Kapuas Hulu hingga Kota Pontianak, kini kondisinya memilukan.

Keluhan jalan rusak sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Tak jarang pula kerusakan jalan jadi jualan politik ketika berkampanye pilkada, pileg maupun pilpres sekalipun.
Namun jualan politik itu tak satu pun yang menjadi kenyataan. Faktanya, jalan tetap saja rusak. Berlubang di sana sini, lubang yang berukuran besar maupun kecil terhampar hampir di sepanjang jalan.
Nah, itulah masalah kita sesungguhnya. Dari dulu kita selalu direpotkan dengan persoalan transportasi kita yang tidak pernah genah, apalagi mulus. Kita boleh iri ketika menginjakkan kaki ke tanah sebelah, yakni tetangga di Sarawak, Malaysia. Jalan mereka begitu mulus, kendaraan butut pun terasa mewah ketika melintasi ruas jalan mereka.
Tidak ada goncangan, apalagi rasa menahan nafas ketika kemiringan kendaraan melewati ambang batas karena saking dalamnya lubang. Parahnya, bila salahsatu bannya terperosok, nafas terasa sesak, jantung berdetak kencang menahan rasa takut.
Ya, bila kondisi jalan seperti itu, jelas nyawa taruhannya.
Jalan mulus saja cukup banyak nyawa yang melayang, apalagi bila jalan buruk seperti kondisi jalan kita—yang menghubungi Pontianak-dengan beberapa kabupaten di wilayah pedalaman Kalbar ini, tentu angkanya cukup pantastis. Dan angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya itu selalu di keluarkan pihak Kepolisisan setiap menjelang akhir tahun.
Itu baru soal nyawa yang melayang. Sebetulnya yang paling krusial akibat jalan buruk tersebut, adalah soal mobilisasi orang dan barang.
Jalan yang jelek, orang jadi malas bahkan takut bepergian. Pertimbangannya, selain keselamatan, jelas kelelahan selama di perjalanan. Badan pasti bergoyang-goyang tampa henti selama 6 hingga 12 jam.
Belum lagi mobilisasi barang. Akibat jalan jelek, ongkos menjadi mahal. Bayangkan saja, pemilik kendaraan harus mengeluarkan biaya perawatan dua kali lipat dari biasanya. Biaya perawatan itu tidak hanya ban kendaraan, tapi juga spare part lainnya, termasuk konsumsi BBM yang juga mengalami dua kali lipat.
Nah, dengan membengkaknya biaya perawatan kendaraan tersebut, jelas berimbas kepada kebutuhan pokok masyarakat. Ujung-ujungnya masyarakat jadi korban karena harus menanggung biaya perawatan itu dengan membeli sembako yang mahal. Nah, mungkinkah ada sembako murah dengan kondisi jalan yang demikian?
Itulah masalah kita sekarang. Biaya untuk bidang infrastuktur baik dari APBN maupun APBD provinsi cukup besar tersedot ke sana, tapi mengapa hingga kini jalan Negara itu belum juga mulus-mulus.
Perlu ada komitmen para pemimpin kita untuk mewujudkan janji-janjinya untuk membenahi infrastruktur tersebut, utamanya jalan Negara yang menghubungi ibukota provinsi, Pontianak dengan beberapa kabupaten di bagian selatan Kalbar ini.
Sebab dengan membenahi jalan, maka sedikit banyak membantu meringankan beban yang harus ditanggung masyarakat. Artinya, bukan slogan sembako murah, tapi jalan mulus baru sembako bisa murah. Sebab jalan rusak itulah yang menjadi masalah kita selama ini.

Baca Selengkapnya..