BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Monday, October 29, 2007

Semua Bergerak dalam Satu Hati


Oleh: Tanto Yakobus

Dalam setiap kesempatannya tampil di depan publik, ia selalu menyuarakan persatuan dan demokrasi untuk kesejahteraan rakyat Kalimantan Barat. Untuk menuju impian rakyat yang sejahtera itu, maka “bersatu kita menang” yang disuarakan dari hati kehati (sehati) adalah jalannya.

Itulah yang dilakukan kandidat Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 4, Drs. Cornelis, MH saat berkeliling daerah Kalimantan Barat—dari kampung masuk kampung dan ke kampung lain lagi untuk mensosialisasikan diri menghadapi “pertarungan” politik pada tanggal 15 Nopember 2007 mendatang.
Selain menyuarakan persatuan dan demokrasi, Cornelis berupaya merangkul semua etnis, agama dan kelompok kepentingan yang ada di Kalbar ini. Semua perbedaan itu dirangkul menjadi satu. Ia paham betul bahwa persatuan itu adalah pilar demokrasi untuk mensejahterakan rakyatnya.
Cornelis yang maju berpasangan dengan Christiandy Sanjaya itu dalam setiap kesempatan mengunjungi daerah, termasuk kawasan perbatasan selalui mengingatkan masyarakatnya untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Bagi saya, NKRI itu harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kita wajib menjaganya,” tegasnya dalam setiap orasinya.
Lelaki yang punya pendirian dan bicaranya tegas dan lugas ini setelah ditetapkan sebagai calon Gubernur Kalbar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalbar beberapa waktu lalu, rajin mensosialisasikan dirinya ke daerah-daerah.
Bahkan menjelang pelaksanaan kampanye, pasangan yang menumpang perahu PDI Perjuangan ini telah mempunyai grand strategi politis yand dideklarasikan di Pontianak Convention Center (PCC). Grand strategi itu bernama “Tim Thung Sim” atau Sehati.
Sehati adalah jawaban atas sikap diam Cornelis yang selama ini seakan tidak “bergerak” setelah deklarasi politik pasangan mereka di depan halaman Korem 121 Alambhana Wanawai, 27 Agustus 2007 lalu.
“Saya berharap masyarakat jangan terkecoh, hanya memandang calon dari segi agama bukan kredibilitas”, “kita maju tidak didukung oleh partai lain seperti calon gubernur lainnya. Oleh karena itu mari kita bersatu untuk menang”, “Mari kita bersama-sama memajukan Kalbar yang akan datang dengan revolusi, yaitu memilih pemimpin yang peduli dengan kemajuan Kalbar,” tegasnya di hadapan sekitar 10 ribu pendukungnya kala itu.
Sejak resmi sebagai calon Gubernur Kalbar, Cornelis dan pasangannya, Christiandy Sanjaya, rating politis sesuai survey lembaga tertentu cendrung naik, bahkan kini sudah melampaui 27 persen.
Kecendrungan positif tersebut karena Cornelis mulai mendapat simpati—sebagai tokoh politik yang berjiwa nasionalis. Jadi benarlah secara politis bukan lagi persoalan keyakinan “agama” bukanlah masalah “kombinasi etnisitas” atau masalah “sectarian”, melainkan karena kredibilitas figure yang nasionalis itu.
Turiman Fachturahman Nur, Pengamat Psikologi Hukum dan Hukum Tata Negara Universitas Tanjungpura (UNTAN) menyatakan, bahwa simpul-simpul politik di masyarakat belum sinergis dengan “kecepatan membaca secara cerdas” seperti apa yang dimaui UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 17 Tahun 2006, bahwa proses Pilkada bertujuan menghasilkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan NKRI
“Maka kita butuh figure Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mampu mengembangkan inovasi, berwawasan ke depan dan siap melakukan perubahan ke arah yang lebih baik,” tegas Turiman yang rajin menulis opini di Borneo Tribune.
Kata Turiman, mengapa PP No. 6 Tahun 2005 menggunakan istilah “Figur Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah” ini bermakna, bahwa eliminasi politik Pilkada saat ini masih memilih figure KD, WKD, sedangkan “budaya politik” atau “alur berpikir politik” karakteristik sebagian elit politik Kalbar masih terjebak dengan “psikologis etnisitas”, sehingga jika rating politis dari beberapa pasangan calon menurun secara signifikan, maka salahsatu faktor politisnya adalah “alur pikir atau pola pikir politik” yang direkonstruksi PP No. 6 Tahun 2005 jo UU No. 32 Tahun 2004 berbanding lurus dengan kecepatan membaca secara cerdas “pendulum politik” dari pasangan yang tampil beda, yakni seperti mengajak masyarakat membuat revolusi pola pikir untuk merubah keadaan ke arah yang lebih baik.
Sekarang kata Turiman, bandingkan dengan cerdas, pasangan Cornelis-Cristiandy “BERSATU KITA MENANG” ini bukanlah sebuah program tetapi misi yang visinya belum jelas secara politis, ada kecenderungan “dipassword” dahulu dan baru terjawab di PCC misi itu ternyata dikemas dengan grand strategi politis, “Sehati” yang diberi nama “Tim Thung Sim” dan Suhu Ong turut serta di dalamnya. Jadi “bersatu kita menang” secara politis dikemas dengan “sehati” inilah bahasa ruh yang cerdas atau semua bergerak dalam satu hati dalam pencapaian kemenangan, jadi grand strategi politisnya yang berbasis pada “kekuatan kecerdasan emosional” dan efeknya “like and dislike” suka atau tidak masyarakat Kalbar diajak untuk “thawaf politik”, walaupun sendirian atau bersama-sama, karena pasangan ini dianggap lebih mudah menggerakan “satu pesawat” politik yaitu PDI Perjuangan untuk mencapai tujuan kursi Gubernur Kalbar.□

0 komentar: