BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Sunday, January 11, 2009

Jalan Terjal Meraih Status PNS


Oleh Tanto Yakobus

Suatu hari menjelang akhir Desember 2008 lalu, saya pulang kampung untuk Natalan bersama keluarga.
Seperti biasa, bila ada keluarga dari kota datang, pasti tetangga menyambut kedatangannya. Tidak pilih keluarga dekat atau siapa, pokoknya yang kebetulan ada di rumah saat itu pasti menyambut walau hanya sekedar ingin tahu siapa yang barusan tiba di kampung itu.

Di tengah kerumunan warga tadi, mata saya tertuju ke sosok yang sangat saya kenal. Dia adalah Kornelius. Kini pria 43 tahun itu bertugas sebagai guru SD di desaku.
"Dia bukan lagi guru honor, tapi sudah guru PNS," kata salah seorang tetangga yang turut menyambut kedatanganku.
Di tengah carut-marutnya rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) saat ini, ingatan saya langsung tertuju kepada sosok Korneluis, di kampung.
Perjuangannya menjadi PNS bukanlah mudah. Dia diterima menjadi PNS justru di saat dia sudah putusasa, stress dan hanya pasrah pada nasib.
Ceritanya sangat miris. Sejak tamat dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Sekadau tahun 1988, dia sudah sembilan kali ikut tes PNS. Setiap ada rekrutmen CPNS dia selalu ikut. Untuk melanjutkan pendidikan, jelas tidak mungkin lagi.
Tamat SPG sudah sangat luar biasa untuk ukuran Kornelius yang berasal dari keluarga petani yang juga hidupnya pas-pasan.
Menjadi PNS bukan hanya menjadi cita-citanya, tapi mimpi dari kecilnya. Dia pun tak kenal lelah mengikuti tes. Sudah berapa rekrutmen di Kabupaten Sanggau, Sintang maupun Kapuas Hulu diikutinya. Setiap usahanya selalu gagal. Tapi dia tidak putus asa, setiap ada lowongan atau pembukaan CPNS, dia kejar. Hanya sekedar ikut tes, ia rela menjual harta bendanya yang tersisa.
Namun pemekaran Kabupaten Sanggau menjadi Kabupaten Sekadau membawa berkah baginya. Pada tahun 2005 lalu, ia kembali tes untuk yang ke 10 kalinya, dan syukur Kornelius dinyatakan lulus.
Kini dia mengabdi sebagai guru PNS di SDN Desa Pantok Kecamatan Nanga Taman, Kabupaten Sekadau. Dia bisa bahagia mengabdi di kampung halamannya sendiri. Tapi yang menjadi kerisauan saya, dia justru mengabdi dengan masa kerja yang tidak begitu lama lagi. Sebab dia lulus PNS dengan umur maksimal. Artinya, masa kerjanya paling untuk 15 atau 20 tahun kedepan saja.
Pada kesempatan pulang kampung kemarin, saya menyempatkan diri menjumpainya. Dia pun cerita panjang hingga bisa menjadi PNS seperti sekarang.
"Sudah banyak harta benda yang terlelang untuk mengejar status PNS itu," ujarnya.
Dari sembilan hingga 10 kali tes baru lulus ini, sudah banyak pula usaha yang dilakukan. Setiap tes selain ikut tes murni, pernah juga main belakang. "Mungkin karena mainnya kecil, ya tetap saja tak lolos," katanya sembari tertawa.
Tapi syukur dengan kabupaten baru, mungkin juga perlu banyak pegawai, sehingga dirinya bisa merengkuh cita-citanya sejak lama itu.
Selain bahagia karena sudah berstatus PNS, rumah kecilnya juga diramaikan dengan istri dan seorang anaknya. "Aku sudah bahagia sekarang, ya beginilah hidup," ujarnya.
Aneh tapi nyata memang. Untuk menjadi PNS di Republik tercinta ini tidaklah mudah. Selain harus berebut dengan ribuan bahkan jutaan tenaga kerja, juga harus merogohkan kocek dalam-dalam. Konon kalau tidak nyogok, susah menjadi PNS.
Entah dari kapan mulai praktik suap atau sogok itu dimulai. Tidak ada data pasti. Tapi istilah sogok itu sudah saya dengar ketika saya masuk SMP tahun 1987. Mungkin sebelum itu sudah dikenal, tapi saya baru paham ketika duduk di bangku SMP.
Kalau sudah begitu, yang menjadi PNS bukan lagi melihat kemampuan atau keahliannya, tapi siapa yang punya duit, dialah yang bisa menjadi PNS. Atau ada juga praktik nepotisme, bila ada keluarga atau saudaranya yang PNS, maka ketika ada rekrutmen, maka keluarga atau saudaranyalah yang diutamakan.
Akibat praktik sogok dan nepostisme itulah yang akhirnya muncul istilah KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). KKN itu bukan saja soal uang, tapi juga kelulusan, pangkat dan jabatan. Bahkan yang paling parah KKN birokrasi.
Beruntung reformasi sekarang ini, praktik tak sedap itu sedikit demi sedikit mulai di kikis. Persoalannya sekarang, tidak mudah memang mengikis habis praktik KKN itu. Perlu waktu, apalagi mereka sudah terbentuk dan melembaga, baik secara struktural maupun individu yang di dalamnya.
Karena individu-individu itu bagian dari keluarganya, maka secara otomatis dia akan melembaga, karena mereka bekerja pada dinas atau instansi tertentu. Itulah mengapa susah menghilangkan praktik KKN itu.
Mungkin suatu saat bisa diberantas manakala mereka sudah memasuki masa pensiun. Tapi harus dengan catatan, generasi atau penganti mereka bukan lagi bagian dari keluarganya, tapi orang-orang yang lulus karena intelektualitas, keahlian dan mempunyai kapasitas untuk itu.
Itulah lika liku menjadi PNS di negeri ini. Negeri yang baru bermimpi. Mimpi yang sama juga kini tengah hinggap pada ribuan bahkan jutaan orang yang mendambakan status PNS itu. Mudah-mudahan kedepan, rekrutmen PNS tidak lagi mengedepankan suap, keluarga dan sebagainya. Tapi bagaimana rekrutmen PNS bisa berjalan sesuai dengan harapan, yakni kelulusan murni sesuai kemampuan, keahlian kepintaran si peminatnya.
Sebagai generasi penerus kita harus berani melakukan perang terhadap praktik-praktik busuk dalam perekrutan PNS. Kita harus berani katakan tidak pada korupsi itu. Semoga!

0 komentar: