BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, January 24, 2008

DAD Prihatin Vonis Petani Sawit Sanggau

*Makarius: Jangan Ada Lagi Petani Jadi Korban




Oleh: Tanto Yakobus

Vonis hakim pengadilan negeri (PN) Sanggau terhadap empat terdakwa masing-masing Sh, Am, Al dan Ad memang sudah dijatuhkan pada, Senin (21/1) lalu. Keempat warga yang juga petani sawit itu didakwa melakukan pengrusakan terhadap fasilitas PT. Mitra Austral Sejahtera (MAS) II.


Walau mereka sudah melakukan pembelaan melalui kuasa hukumnya, Sulistiono, SH dan Agatha Anida, SH dari Partners Advocates and Legal Cosultan serta didukung oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), namun tetap saja mereka yang disalahkan dan harus menjalani hukuman.
Keempat terdakwa itu adalah, Sh yang divonis 2 tahun penjara, Am, Al dan Ad masing-masing 1 tahun penjara.
Kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat Sanggau tersebut menjadi keprihatinan dari Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalbar. Melalui sekretaris umumnya, Makarius Sintong, SH, MH, DAD sangat menyayangkan kejadian tersebut, apalagi kasus tersebut menjadikan masyarakat petani yang harus jadi korban.
“Saya harap ini kasus yang terakhir yang mengorbankan petani, ke depan jangan ada lagi petani yang jadi korban,” kesal Makarius.
Selama ini tambah Makarius, petani selalu berada di pihak yang lemah, karena itu, Pemkab maupun DPRD harus tanggap dengan kasus seperti ini. “Mereka harus jemput bola bila ada kasus di lapangan, jangan hanya menunggu laporan baru bergerak atau hanya terima laporan lalu diam saja,” kata Makarius.
Menanggapi kasus masyarakat petani melawan PT MAS II, DAD merasa prihatin dengan adanya masyarakat yang dipenjara, hanya gara-gara menuntut haknya kepada perusahaan. “Enak benar setelah tanah diambil, lalu pemiliknya dihukum lagi, di mana keadilan? Sebetulnya kasus petani sawit versus PT MAS II di kabupaten Sanggau itu bisa diselesaikan, tapi yang terjadi justru empat petani yang harus dipenjara,” kata Makarius tak habis pikir.
Adanya kasus tersebut menunjukkan bahwa beberapa investor yang masuk belum sinergi dengan kepentingan masyarakat setempat.
Sebetulnya tambah Makarius, pada tanggal 9 Januari 2008 lalu, DAD Provinsi Kalbar telah memfasilitasi pertemuan masyarakat petani sawit yang tergabung dalam SPKS (serikat petani kepala sawit) dengan Waka Polda Kalbar, Kombes Pol. Winarso.
Dalam pertemuan tersebut cukup banyak permasalahan yang diungkapkan oleh masyarakat, bukan hanya dengan PT MAS II, tapi juga beberapa investor, di antaranya, PT KML di Beduai, PT KGP dan PT MAS I, II dan III.
Di antara permasalahan yang paling krusial antara lain, ada perusahaan yang menelantarkan lahannya, lalu ada pula yang tidak melaksanakan konversi walaupun sudah melampaui batas 5 tahun sesuai ketentuan yang berlaku.
Keluhan lain, harga TBS (tandan buah segar) yang diterapkan kepada petani berbeda atau tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Lalu yang tak kalah mirisnya, lahan-lahan perusahaan tersebut telah diperjualbelikan kembali kepada investor lain.
Di samping itu potongan kredit yang harus dibayar petani tidak jelas.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, diharapkan semua pihak seperti pemerintah daerah dan DPRD harus tanggap dan jangan membiarkan masyarakat berjuang sendiri.
Dan kepada pihak aparat hukum juga diharapkan tidak mengabaikan laporan yang disampaikan masyarakat terhadap perusahaan-perusahaan yang merugikan mereka. “Jadi jangan hanya memperhatikan laporan perusahaan saja, tapi tolong pahami juga masalah yang dihadapi dan harus dibebankan ke masyarakat,” papar Makarius.
“Untuk ke depan tidak boleh satu orang pun petani yang diproses maupun dipenjara gara-gara memperjuangkan haknya, saya melihat di sini ada unsur kesengajaan pihak perusahaan untuk mengulur-ulur waktu apabila masyarakat petani mau berurusan atau bernegosiasi dengan harapan masyarakat emosi dan dijadikan dasar laporan ke aparat untuk ditangkap,” dugaan Makarius.
Kepada pihak penegak hukum diharapkan jangan melihat kesalahan masyarakat pada saat dia melakukan aksinya saja, tapi tolong dipertimbangkan penyebab mengapa masyarakat sampai emosi. “Jadi jelas ada penyebabnya,” tegasnya.
Dengan banyaknya investor kebun sawit yang masuk pada setiap kabupaten di Kalbar ini, maka diharapkan pada pemerintah daerah masing-masing supaya melakukan seleksi yang ketat karena banyak terbukti di antaranya yang tidak serius menggarap lahannya dan bahkan diperjualbelikan kembali kepada investor lain, kalau ini terjadi maka hak-hak masyarakat yang sudah disepakati pada saat sosialisasi dengan perusahaan sebelumnya menjadi kabur atau hilang, lantas mereka menjadi tumbal kesalahan lagi.
Ke depan kata Makarius, perlu dikaji kembali pola kemitraan investor dengan masyarakat pemilik lahan harus jelas, sedangkan pola PIR sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. “Banyak contoh kegagalan pola PIR, salah satunya pada PT MJP di Sekadau, itu sudahlah pola PIR-nya gagal, lahan sudah beberapa kali mengalami pergantian kepemilikan, masyarakat jelas jadi korban, sebab kesepakatan awal jadi kabur,” kata Makarius yang juga mantan Anggota DPRD Provinsi Kalbar itu.
Sekarang lanjut Makarius, banyak investor sawit yang ingin berinvestasi di hampir setiap kabupaten. Pemda harus betul-betul selektif terhadap investor tersebut. “Memang di satu sisi kita butuh investor, tapi harus dilihat dulu apakah investor tersebut bisa memberikan keuntungan bagi daerah atau tidak. Yang harus ditekankan, selain memberikan keuntungan bagi daerah, investor dimaksud harus bisa membangun masyarakat di sekitar perkebunannya, jangan malah masyarakat yang disalahkan dan dipenjara seperti kasus PT MAS II,” ingat Makarius.
Seperti diberitakan Borneo Tribune, Selasa (22/1) lalu, empat petani yang tergabung dalam Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), divonis penjara oleh PN Sanggau, Senin (21/1). Keempat warga tersebut didakwa melakukan pengrusakan terhadap fasilitas PT. Mitra Austral Sejahtera (MAS) II.
Sidang yang disaksikan ratusan petani itu, Majelis Hakim diketuai oleh Marisi Riregar, SH. Dalam putusannya, masing-masing menjatuhkan vonis 2 tahun penjara untuk terdakwa Sh, dan masing-masing 1 tahun penjara untuk terdakwa Am, Al dan Ad.□

1 komentar:

Apaienduq said...

Salam dari Sarawak, juga kepada Pak Makarius. Saya percaya DAD dapat membantu penyelesaian masalah Dayak yang tinggal di kampung2 terpencil.