BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, September 17, 2009

Menyoal Parsel


Oleh TY

Setelah Walikota Sutarmidji menghimbau pejabat di lingkungan Pemkot untuk tidak menerima parsel, hal sama dilakukan Gubernur Cornelis.
Gubernur menghimbau pejabat di lingkungan Pemprov untuk tidak menerima parsel, terlebih parsel itu diberikan terkait jabatannya.

Jelas himbauan ini akan membingungkan perusahaan penyedia parsel. Dimana mereka tentu berharap parsel yang hanya bisa dijual musiman itu, bakal laris manis menyambut hari raya Idul Fitri ini. Dan konsumen yang lebih dominan, tentu dari kalangan pejabat dan dunia usaha.
Parsel umumnya diberikan oleh masyarakat kepada rekan kerja dan teman sebagai ungkapan silaturahmi yang diikuti pemberian makanan yang dihias agar menarik dilihat.
Bagi orang yang memberikan parsel belum tentu bisa dikaitkan dengan indikasi suap, karena kalau suap tidak berbentuk parsel melainkan berupa uang. Dan harga parsel paling berkisar antara Rp100-500 ribu per paket parsel.
Karena itu, Sutarmidji mengatakan, walau dirinya menghimbau pejabatnya, tapi ia melihat parsel dari lebih dari sekedar seni untuk makanan yang marak menjelang lebaran sehingga tidak perlu dipermasalahkan.
Kalau suap kepada pejabat negara pasti jumlahnya besar, dan kecil kemungkinan parsel yang isinya hanya makanan dan minuman ringan dari berbagai jenis, kecuali parselnya berbentuk lain yang harganya puluhan hingga ratusan juta.
Disamping itu, pemberian parsel juga ada nilai positifnya, karena dengan membeli parsel secara tidak langsung bisa menggerakkan ekonomi masyarakat, karena bisnis parsel melibatkan banyak orang mulai dari pengrajin keranjang, pedagang buah-buahan, makanan ringan hingga jasa pengirim parsel itu sendiri.
Kita sangat memahami pelarangan penerimaan parsel di kalangan pejabat itu erat kaitannya dengan kemungkinan penyalahgunaan paket parsel ke arah yang merugikan pejabat itu sendiri.
Dengan himbauan ’bosnya’ tersebut, sebagai pejabat tentu berpikir dua kali untuk menerima parsel dari siapa pun, termasuk dari teman, karena sesuai undang-undang yang berlaku memang ada larangan pejabat menerima parsel.
Padahal maksud pemberian parsel itu sangat bagus sekali, selain membina hubungan juga bisa mempererat silaturahmi antara pemberi dan penerima.
Namun urusan yang sederhana ini bisa saja berbuntut panjang, karena bagi pejabat negara bila menerima parsel harus dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena parsel dikategorikan gratifikasi.
Aturan ini diatur pada Pasal 12B UU No 20 tahun 2001 yakni pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Namun dengan pengecualian, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, Pasal 12 C ayat (1) maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku bila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.
Bagi mereka yang melanggar aturan ini maka akan terkena ancaman pidana hukuman minimal satu tahun, maksimal lima tahun dan atau denda minimal Rp50 juta, maksimum Rp250 juta. Sanksinya cukup mengerikan.

0 komentar: