BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Monday, July 20, 2009

Rutinitas Kabut Asap


oleh TY

Hari-hari terakhir di Kota Pontianak, kondisi udaranya semakin buruk. Terlebih pada malam hari, udara Kota Pontianak pekat dengan kabut asap.
Kabut asap yang kian menebal itu diduga berasal dari kegiatan pembukaan lahan dengan cara membakar. Disamping pengaruh tanah gambut yang memang rentan terbakar di saat kemarau panjang seperti sekarang ini.

Buruknya udara Kota Pontianak membuat pihak terkait, utamanya Dinas Kesehatan Kota Pontianak menghimbau warganya untuk tidak keluar di malam hari.
Bila udara tidak sehat seperti sekarang, dan masyarakat masih saja keluar di malam hari, resikonya jelas, terkena penyakit pernafasan.
Umumnya, bila kemarau tiba, rumah sakit atau puskesmas banyak merawat pasien yang mengalami penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), disamping penyakit menular lainnya, seperti diara dan muntaber.
Akibat lain dari kabut asap yang seakan sudah menjadi rutinitas ini, selain udara berkabut asap juga muncul abu sisa pembakaran yang terbang terbawa angin. Sisa abu yang terbang tersebut melekat dimana-mana, termasuk di sejulah rumah warga.
Untuk menghindari berbagai penyakit, sebaiknya bila kita berpergian ke luar rumah, jangan ragu untuk menggunakan masker. Tapi sayang, hanya sebagian kecil masyarakat yang mau menggunakan masker. Padahal itu baik untuk pencegahan diri terhadap berbagai kemungkinan penyakit menular tersebut.
Sebetulnya, kabut asap tersebut masih bisa diatasi. Itu pun tergantung kemauan kita bersama apakah kita mulai dari individu punya kesadaran untuk tidak melakukan pembakaran terhadap apa pun di saat memasuki musim kemarau seperti ini.
Sebab sudah bisa diukut, kemarau saja merupakan siklus alam yang juga rutin terjadi setiap tahunnya. Demikian pula dengan kabut asap ini, jelas bila ada kemauan dan kesadaran bersama, niscaya kabut itu tidak akan terjadi.
Berdasarkan catatan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalbar, setakat ini ada sekitar 134 titik panas terpantau melalui satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Titik panas itu tersebar di 12 kabupaten/kota di daerah ini. Celakanya lagi, satelit juga mencatat sebagian besar titik panas itu berada di kawasan perkebunan.
Nah, bila melihat peta kejadian itu, sebetulnya kabut asap tidak perlu terjadi bila semua pihak memahami ada kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan bersama terutama menyangkut kepentingan Negara.
Bila siklus rutinitas ini tidak dipahami, sampai kapan pun tetap terjadi kabut asap. Setelah terjadi, kita sendiri ribut, kita sendiri saling menyalahkan. Padahal pangkal permasalahannya ada pada kita masing-masing.
Banyak hal buruk bila kabut asap terus-menerus terjadi sepanjang tahun. Dampak terburuk, selain mewabahnya penyakit menular juga berdampak pada perekonomian. Kapal baik laut maupun udara tidak bisa melakukan aktivitasnya, karena menyangkut jarak pandang.
Tahun-tahun sebelumnya, beberapa penerbangan sempat menghentikan sementara aktivitasnya. Dan kita berharap kini hal tersebut tidak terjadi lagi. Karena kita tahu kabut asap sebagai rutinitas tahunan, maka kita juga tahu bagaimana mengatasinya. Dan cara yang paling ampuh, menyadarkan diri sendiri untuk tidak membakar!

1 komentar:

Swiss Serikin said...

Monday 10 Aug, pagi, pihak pemerintah di Sarawak telah membuat 'cloud seeding' di semua bandar utama di Sarawak.
Pada jam 4.35 petang,hujan datang selama setengah jam.
Tadi malam jam 10.30 semasa tengah2 makan kolok mee, hujan dan angin datang lagi. Ini pagi, I bangun menghidu udara yang lebih segar, tetapi masih banyak kabus.
I rasa tidak adil kita blame petani terus. Dari dulu bapa nenek saya membakar hutan, no problem.
Yang kita juga blame ialah pemerintah kerana pembakalan dan mining yang tidak control sehingga eco-system hutan kita rosak. Ini lah menyebabkan haze.