BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, June 10, 2009

Eforia Pilpres

Oleh TY

Dalam nuansa eforia pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) 8 Juli 2009, sebagai rakyat kita semua dibuat pusing dengan berbagai pilihan yang ditawarkan oleh ketiga pasangan capres maupun tim kampanye masing-masing.
Bagi kader, pendukung maupun simpatisan mereka jelas sangat merasakan eforia politik lima tahunan itu. Tapi bagi kita yang memposisikan diri non partisan, jelas kita pusing tujuh keliling.

Pusing, bukan karena sulit menentukan pilihan terhadap salah satu capres pada hari H pilres kelak, tapi pusing memikirkan jargon-jargon yang didegungkan maupun progam-program yang diusung semua tidak masuk akal.
Sebagai rakyat, kita maunya yang praktis saja. Kita sudah capek banting tulang mencari makan setiap hari, jadi agak mustahil turut mencermati program-progam yang ditawarkan baik lewat televisi maupun Koran dan termasuk tim kampanye masing-masing kandidat.
Pasangan yang menawarkan ekonomi kerakyatan. Bentuknya juga belum jelas. Sementara bagi orang kampung, mungkin mereka lebih kenal credit union (CU) sebagai fisik dari ekonomi kerakyatan tersebut.
Kita patut khawatir, ekonomi kerakyatan itu tidak lebih hanya kekadar jargon belaka yang tanpa makna. Sebab mereka sendiri yang mengkoordinir, tidak mempraktikan ekonomi kerakyatan itu sendiri.
Apalagi memberi contoh konkrit ekonomi kerakyatan, oh tidak mungkin. Begitupun dengan pasangan yang menawarkan ekonomi jalan tengah semberi melanjutkan apa yang sudah berjalan sekarang.
Yang patut dipertanyakan, apa benda ekonomo jalan tengah itu, apakah kredit lunak yang tanpa agunan itu, sementara praktiknya bank tetap saja menuntut agunan?
Lalu ada lagi capres yang menjual kemandirian bangsa. Juga masih mimpi. Kalau soal kemandirian adalah cita-cita semua orang, tapi untuk bangsa kita ini rasanya seratus abad sekalipun masih sulit mendari. Kita sudah terlanjur biasa menjadi bangsa yang ‘disuap’ terus.
Nah, jargon-jargon seperti itu susah dicerna masyarakat kelas bawah yang mayoritas menjadi pemilih potensial kelak. Mereka tidak terpengaruh dengan berbagai bentuk jualan kempanye yang ditawarkan capres-cawapres maupun tim kampanyenya.
Masyarakat lebih senang menikmati apa yang bisa dinikmati hari ini, apa yang bisa dimakan hari ini. Soal pilihan, ya terserah siapa yang bisa memberi makan hari ini.
Maka tak salah banyak kalangan luar menilai bangsa kita masih sebagai bangsa yang ‘perasa’. Artinya, mereka lebih merasakan apa yang mereka liat langsung, terima langsung.
Sebagai ungkapan dari ‘perasa’ itu, orang juga menilai bangsa kita sebagai bangsa yang pandai berterima kasih. Maka sebagai wujud terima kasih terhadap apa yang dirasakannya secara langsung, maka pilihan suaralah taruhannya.
Singkat kata, siapa yang memberi dan dirasakan langsung masyarakat, maka dialah yang menjadi curahan suara masyarakat kelak. Dan itu bisa kita tebak sendiri, dari ketiga capres ini siapa yang lebih banyak memberikan program pro rakyat, dialah yang akan menerima manfaatnya. Ingat masyarakat kita belum bisa menilai figure, tapi mereka pandai menilai pemberitan.
Mereka juga pandai memeriahkan pesta demokrasi itu, tapi tak lebih dari sekadar eforia belaka. Ada yang meragukan? Mari kita buktikan bersama.

0 komentar: