BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, May 27, 2009

Siapa yang Busuk?

Oleh TY

Demokrasi tidak hanya melahirkan sikap yang pandai menghargai perbedaan pendapat. Tapi juga sikap keteladanan dari pihak-pihak yang turut dalam permaian pesta demokrasi itu sendiri.
Dalam alam demokrasi, kita bebas untuk melakukan apa saja, karena semua pihak sudah memahami itu dibolehkan. Namun juga kebebasan itu haruslah dibarengi dengan aturan main yang jelas pula.
Dan bagi kita bangsa Indonesia, aturan main itu sudah ada di UUD 1945 dan Pancasila. Jabarannya, sangat lugas dan jelas baik mengenai maksud maupun tujuannya. Makna pun mudah dicerna.

Itulah yang dikatakan oleh rezim Presiden Soeharto bebas bertanggung jawab. Sayang ketika itu, tanggung jawabnya lebih besar dari bebasnya, sehingga kita merasa terbelenggu. Semua kebebasan terlindas atasnama kekuasaan Negara, dalam hal ini simbolnya Soeharto sebagai presiden.
Setelah reformasi yang bergulir sepuluh tahun terakhir, kebebasan itu hampir-hampir kebablasan. Kebablasan, karena sudah keluar dari jalur atau koridor etika adat ketimuran kita. Terlebih dalam menghadapi pesta demokrasi sekarang ini.
Idealnya, dengan semakin baiknya demokrasi yang kita jalannya, makin banyak pelajaran yang bisa dipetik. Tapi buah demokrasi, politisi makin seenaknya menyerang dengan kampanye negatif. Mereka cenderung tidak senang dengan kampenye beretika dan santun.
Karena kampanye beretika dan santun itu, daya serapnya lamban di masyarakat, karena hampir-hampir tidak terasa. Tapi bila kampanye negatif, wah, dalam seketika efeknya sudah dirasakan masyarakat.
Apakah itu sebagai akibat masyarakat kita sudah tidak peka dengan hal-hal yang mengiring kita kepada kebaikan, dan cendrung menyenangi hal-hal negatif? Entahlah.
Sekarang kita akan menghadapi pemilu presiden. Dimana pilpres ini adalah kali kedua masyarakat memilih secara langsung, setelah 2004 silam.
Disini kita kembali diuji untuk memilih pemimpin yang betul-betul keberja untuk rakyat, bukan pemimpin yang mencari kekuasaan, mencari kedududukan. Dan ujung-ujungnya menggunakan kekuasaan itu untuk memperkaya dirinya dan melindungi bisnis keluarganya.
Terhadap ketiga calon presiden dan wakil presiden itu, tentu mereka semua punya rekam jejak masing-masing. Rekam jejaknya ada yang kelam, dan ada pula yang terang. Tapi memasuki masa kampanye yang sebentar lagi digelar, rekam jejak itu tidak lagi di lihat masyarakat.
Masyarakat cendrung melihat apa yang dibuatnya saat kampanye, apa yang ditebarnya di lapangan. Mental kita mental transaksional. Artinya, suara kita bisa diperjaulbelikan. Tidak ada lagi idealisme dalam menentukan pilihan.
Siapa yang banyak menabur uang, kesitulah mencurahkan suaranya.
Kita tidak lagi melihat figure yang layak dan memang terbaik dari yang ada itu, tapi kita lebih melihat apa yang dirasakan hari ini, apa yang diterima tadi.
Singkat kata, bukan salah calon capres-cawapres, tapi kita pemilihlah yang mau mengadaikan suara kita. Padahal suara itu sangat berharga untuk kemaslatan orang banyak. Bila dulu ada istilah politisi buruk, sekarang justru berubah, pemilihnya yang busuk.
Celakanya lagi, setelah tidak memilih dengan benar, lantang pula mencibiri kebijakan yang salah itu. Menghujat seenaknya.
Harapan kita, itu semua bisa dihindari. Sebab kita sudah cerdas dalam menentukan pilihan. Kita juga tidak mau pesta demokasi ini, justru menjadi ajang untuk membusukkan diri. Jangan sampai deh!

0 komentar: