BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, May 6, 2009

Lampu Merah Sekolah Swasta


Oleh TY

Mulai Tahun 2009 ini, pemerintah mengratiskan biaya pendidikan bagi SD dan SMP Negeri di Republik ini. Sosialisasi sekolah gratis itu gencar dilakukan. Dengan skogan ‘sekolah harus bisa’ tiap hari ditayangkan di televisi, radio maupun surat kabar.
Tentu ini kabar gembira bagi dunia pendidikan kita. Anak-anak usia SD dan SMP dapat menikmati sekolah bebas sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP). Sebuah harapan yang diidam-idamkan, sekolah Indonesia bebas biaya.

Hal tersebut terwujud berkat kebijakan pemerintah menaikan biaya pendidikan di APBN mencapai 20 persen. Konsekuensinya, biaya santunan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang di dalamnya termasuk SPP, uang penerimaan siswa baru (PSB), biaya ujian sekolah dan juga BOS buku bisa ditingkatkan jumlahnya.
Kelak setiap siswa akan menerima dana BOS sebesar Rp400.000/tahun untuk SD/SDLB di wilayah kota, Rp397.000/tahun untuk SD/SDLB di kabupaten. Sedangkan untuk siswa SMP/SMPLB/SMPT di kota Rp575.000/tahun dan SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten Rp570.000/tahun.
Orang tua siswa tak perlu bingung soal biaya. Tentu pemerintah punya tujuannya, yakni menekan angka putus sekolah, dan pendidikan pun akan lebih terfokus kepada peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.
Dan sekolah gratis itu merupakan harapan baru bagi anak-anak miskin yang sebelumnya tidak memiliki harapan dan tidak berani bermimpi bisa mengenyam pendidikan. Itulah harapan kita. Jadi tidak hanya sekedar slogan ’sekolah harus bisa’, tapi betul-betul diimplementasikan di lapangan.
Bagaimana dengan sekolah swasta? Jangan-jangan sekolah gratis justru ‘lampu merah’ bagi sekolah swasta.
Kita semua tahu, sekolah swasta hidup dari iuran siswanya. Sepeti SPP, uang gedung, uang pangkal dan lain-lain. Memang ada juga yang ditanggung donatur atau sponsor atau pengelola seperti yayasan. Tapi jumlahnya tidaklah banyak.
Suatu dilematis memang. Di satu sisi kita senang dengan pendidikan gratis—walau mutu kita belum tahu, tapi di sisi lain, banyak juga anak kita yang menimba ilmu di sekolah-sekolah swasta. Jangan-jangan dengan program pemerintah yang mengratiskan pendidikan justru jerat bagi sekolah swasta.
Apalagi sekarang jaman serba susah, cari uang susah. Orangtua harus bayar biaya sekolah anaknya. Pilihan logis, jelas sekolah negeri yang gratis.
Bila itu terjadi, akan ada sekolah swata yang tutup, atau hidup segan mati tak mau.
Agaknya itu pula yang membuat Disdik Kalbar memperketat penerbitan izin pendirian sekolah swasta. Bahkan Kadisdik, Alexius Akim merinci ada 10 sekolah swasta baik di provinsi maupun kabupaten yang masuk kategori ’lampu merah’. Itu artinya hidup segan mati tak mau tadi.
Sekolah tersebut selain kekurangan murid, juga kekurangan guru, modal, maupun sarana dan prasana pendidikan.
Di sisi lain, program sekolah gratis secara nasional dilakukan untuk meringankan beban masyarakat serta memperluas kesempatan pendidikan di jenjang dasar.
Namun, disisi lain akan ada sekolah yang menjadi korban—penutupan akibat tak mampu lagi menanggung beban pendidikan.
pendek kata, sekolah gratis bagus, karena membantu anak-anak putus sekolah. Tapi, jangan sampai sekolah gratis lalu mutus terabaikan. Sebab kita ingin pendidikan yang standar luar negeri. Bila mutu rendah, pastilah tak ada manfaatnya. Harapan kita, sekolah boleh gratis, tapi mutu tetap nomor satu.

0 komentar: