BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, February 26, 2009

Perencanaan


Oleh Tanto Yakobus

Pekerjaan wartawan bukanlah pekerjaan yang rutinitas. Dia dinamis, bukan statis. Dia tidak terbatas pada ruang dan waktu. Tapi menembus semua sekat. Menembus kasta. Singkat kata, wartawan itu tahu segalanya (kecuali Tuhan). Benarkah wartawan tahu segalanya?

Itu sebetulnya standar ideal bagi wartawan. Teori klasik mengatakan, wartawan itu harus mensejajarkan dirinya dengan siapa pun, agar dia bisa menulis dengan baik. Bila mewawancarai presiden, dia harus mensejajarkan diri dengan presiden (jangan minder apalagi merendahkan diri). Termasuk dengan gubernur, bupati, walikota, atau siapa pun. Wartawan harus memposisikan dirinya sejajar dengan mereka.
Sebaliknya, bila mewawancara seorang pemulung, dia harus menjiwai dan memahami karakter pemulung itu. Jangan membuat jarak apalagi menganggap mereka rendah. Tapi perlakukanlah mereka seperti Anda memperlakukan diri sendiri.
Nah, dengan demikian, maka si wartawan bisa menulis dengan baik. Ia bisa melihat persoalan dengan jernih. Beda bila kita membuat jarak, maka banyak hal-hal yang justru tidak terungkap dalam tulisannya, karena memang si wartawan tidak meliput secara mendalam. Akhirnya tulisannya menjadi kering.
Padahal tulisan yang enak dibaca itu, sama dengan sayur yang berkuah dan berdaging. Rasakan saja bila kita makan nasi tanpa kuah sayur dan daging?
Dilema kita, wartawan belum bisa bekerja menembus ruang dan waktu tersebut. Mereka masih terpola dengan kerja PNS yang rutinitas. Wartawan masih tergantung dengan jam kantor pejabat.
Lihat saja, apa yang wartawan kerjakan sejak ia bangun tidur. Dia pasti menunggu jam kantor buka baru beranjak dari rumahnya. Itu pun masih binggung juga mau buat apa? Turun dari rumah dengan kosong, tanpa bekal baik dari kantor (Pemred, Wapemred, Redpel, Korlip atau redaktur) maupun persiapan diri sendiri.
Ya kasarnya, mereka asal berangkat kerja dan meninggalkan rumah. Setelah sampai di jalan SMS sana sini, atau telepon teman cari isu mau liputan apa hari ini. Itulah yang dilakukan wartawan kita di Pontianak ini. Sehingga hasilnya pun tak ada yang wah, segitu-segitu saja.
Agar tulisan kita baik, dan hasil liputannya baik, maka mesti ada rapat perencanaan, buatlah assignment atau penugasan. Lembar penugasan, selain memuat nama rubrik, masalahnya, nama narasumber, dan angle (sudut pandang), tentu saja memuat daftar pertanyaan.
Dan jangan lupa: foto apa dan bagaimana yang dikehendaki. Sangat dianjurkan kepada redaktur yang menugasi untuk (selalu) berdiskusi dengan wartawan yang ditugasi. Sebelum kolom pertanyaan, harus ada kolom mengenai reportase--apa yang harus digambarkan oleh si wartawan. Dalam hal pertanyaan, sekali lagi tuliskan pertanyaan yang strategis--bukan pertanyaan yang biasa-biasa saja. Dan jangan lupa, si wartawan harus mengembangkan penugasan--tidak hanya membebek kaku pada penugasan mati itu.
Bila itu dilakukan si wartawan, maka tiap hari dia akan melangkah pasti dari rumahnya. Tidak ada lagi perasaan ngambang, bingung mau liputan kemana, karena semuanya sudah terencana dengan baik. Prinsipnya, apa pun yang direncanakan dengan baik, maka hasilnya juga akan baik. Gak repotkan?

2 komentar:

Anonymous said...

bukan cuma wartawan ya pak, apapun kalo direncanakan dan terencana hasilnya juga kan bisa wah

Sekolah Pramugari said...

Selamat Siang…
Salam Kenal dari Balikpapan…
Boleh bertukar link..? :)