BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, December 10, 2008

Syukur, Masih Berguna

Oleh P. Florus

Ini kegiatan dialog antar tokoh-tokoh agama. Seorang Kyai mengawali bicara. “Saya tak habis pikir,” katanya, “kenapa iman umat saya semakin tipis saja. Memang masih rajin sholat. Khotbah saya mereka dengarkan dengan khususk. Mengangguk-angguk tanda mengerti. Tapi pulang ke rumah, suami dan isteri masih berantem. Anak-anak tak diperhatikan. Korupsi jalan terus. Yang suka ke pelacuran juga tak berhenti.”

“Saya pun merasa seperti Pak Kyai,” sambung seorang Pastor Katolik. “Umat saya yang pemabuk, suka melacur, suka bertengkar, memeras buruhnya, atau yang usaha bisnisnya merusak lingkungan, bahkan duduk paling depan bila beribadat di gereja. Menyanyi paling nyaring. Penampilan sok suci. Lebih dari itu, saya sungguh merasa malu, karena para koruptor di negara kita ini kebanyakan jebolan sekolah-sekolah katolik. Pintar bukan untuk menolong sesama, tapi sebaliknya.”
Setelah suasana hening sejenak, seorang Pendeta Protestan menyambung: “Jujur saya akui, bahwa segala usaha saya menumbuhkembangkan dan membuahkan iman belum ada hasilnya. Jumlah umat memang bertambah. Namun kwalitasnya payah. Gereja kami memang selalu penuh pada hari minggu. Meski pembinaan umat jalan terus, segala perbuatan dosa juga jalan terus. Keadilan, kedamaian dan kesejahteraan masih jauh dari yang kita mimpikan.” Ungkapan penuh semangat Pak Pendeta mendapatkan tepuk tangan meriah dari para hadirin.
Kini giliran seorang Pendeta Budha. Dengan tenang, sambil memejamkan mata penuh konsentrasi, ia berujar: “Kami tak henti-hentinya mengajarkan kerendahan hati dan kebaikan untuk mencapai moksha. Tetapi kesombongan dipamerkan di mana-mana. Orang-orang berlomba-lomba membangun atau membeli barang mewah. Tak peduli dengan sesama yang melarat. Titel akademis pun banyak yang dipasang demi kesombongan, bukan tanda intelektualitas. Kami mengajarkan kasih, namun perkelahian masih terus terjadi. Bahkan semakin sering adanya tawuran massal. Penodongan dan perampokan hampir setiap hari terjadi. Segala usaha saya sia-sia belaka.”
“Masyarakat kita memang sudah rusak”, sambung seorang tokoh yang mewakili Hindu. “Saya rasa kita ini kalah oleh propaganda alat-alat teknologi canggih. Banyak umat kami yang lebih suka ke karaoke, suka nonton film porno atau setengah porno, suka jalan-jalan ke mall, atau bermain internet di rumah, daripada ikut upacara keagamaan. Akibatnya, beginilah. Agama hanya ada di KTP. Tidak dihayati.”
Wakil dari Kungfutzu tampaknya hanya ingin mendengarkan. Namun setelah berkali-kali dimintai oleh Moderator untuk sharing, ia akhirnya angkat bicara juga. “Kebijaksanaan hidup,” katanya, “tetap kami ajarkan. Kami mengajarkan standar moral yang tinggi untuk umat. Tetapi, seperti kita saksikan di mana-mana, moral bangsa kita ini semakin merosot. Berpolitik untuk mengejar kekuasaan, dan kekuasaan untuk kumpulkan kekayaan. Yang jahat dibiarkan, yang baik tertindas. Kota semrawut, karena banyak orang tak mau taat aturan. Kecelakaan lalu lintas meningkat terus dari hari ke hari.”
Dialog masih berlanjut. Semakin seru. Semakin tajam para peserta mengungkapkan segala bentuk kejahatan umat manusia. Semakin dalam analisis tentang akar-akar penyebabnya. Ada yang meyakini, bahwa kapitalisme adalah biang jahatnya. Ada yang menyalahkan system pendidikan. Ada juga yang mengganggap Negara (pemerintah) yang harus bertanggungjawab.
Tiba-tiba seorang anak muda angkat bicara. “Mari kita bayangkan sebaliknya. Maksud saya, bayangkan semua umat kita, dari agama mana pun, sudah serba baik. Mereka taat beribadat. Selalu berbuat baik, tertib dan bijak. Tak ada lagi korupsi, perampokan, perkelahian, pelacuran, kebohongan. Lalu, apa gunanya ibu-bapak sebagai pemimpin agama? Bukankah pemimpin agama semakin diperlukan karena di dunia ini masih banyak kejahatan dan dosa? Maka, menurut saya, kita harus bersyukur. Karena dengan adanya umat yang tidak beres, para pemimpin agama masih berguna. Seperti tabib perlu bagi orang sakit. Guru berguna bagi orang bodoh. Apa yang harus kita lakukan agar iman umat semakin baik? Bagaimana kita membantu umat agar menjalankan ajaran agama dalam hidup sehari-hari? Itulah pertanyaan-pertanyaan penting bagi kita. Pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab dengan tindakan-tindakan nyata. Tak ada gunanya mengeluh dan menuding sana-sini.”
Dialog langsung ditutup, karena para peserta keluar sendiri-sendiri tanpa bicara.

0 komentar: