BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, December 10, 2008

Katakan Tidak Pada Korupsi


Oleh Tanto Yakobus

Tanggal 9 Desember kemarin adalah hari anti korupsi se-dunia. Hampir setiap negara memperingati hari anti korupsi itu dengan gaya dan ekspresinya masing-masing. Termasuk di Indonesia, peringatan hari anti korupsi itu dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Didampingi Wapres Jusuf Kalla, peringatan hari anti korupsi itu dipusatkan di silang Monas, Jakarta, dengan melibatkan ribuan elemen masyarakat termasuk pelajar dan mahasiswa. Tak ketinggalan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan para penegak hukum di negeri ini.
Selaras dengan iklan Partai Demokrat yang ditayangkan di sejumlah stasiun televisi, kita ingin katakan tidak pada korupsi. Sebab korupsilah yang menjadi biang kemiskinan yang mendera bangsa ini hingga usianya 63 tahun.
Agaknya korupsi yang terjadi di negeri ini bukan lagi penyakit, tapi sudah menjadi budaya. Kalau penyakit masih bisa disembuhkan, karena banyak obat yang diperjual-belikan baik di toko-toko obat atau apotik.
Termasuk penyakit yang kronis sekalipun, atau penyakit tumor ganas, masih bisa disembuhkan lewat operasi atau sinar laser. Walau keberhasilannya hanya 20 atau 10 persen saja, tapi masih ada upaya penyembuhannya.
Lain halnya bila korupsi itu sudah menjadi budaya. Sebab untuk membunuh budaya korupsi suatu bangsa, kita harus menghilangkan satu generasi dan menggantikanya dengan generasi baru.
Itu persoalan kita, manakala korupsi sudah membudaya, terutama di kalangan birokrat dan penegak hukum. Dari urusan sepele sampai yang rumit sekalipun, pasti ada unsur korupsinya. Yang sepele ya biasa, uang rokok. Tapi kalau yang rumit, ya apalagi kalau bukan uang sogok. Itulah bentuk korupsi yang lumrah kita temui.
Itu baru urusan administrasi. Belum lagi urusan anggaran atau biaya yang bersumber dari APBN atau APBD. Wah pengelolaanya sulit menghindari korupsi itu. Namanya pun tak tanggung-tanggung, sang koruptornya disebut juga sebagai kerah putih. Dengan kata lain, siapa lagi yang melakukan korupsi kalau bukan kalangan yang berdasi dan duduk di belakang meja itu.
Tak heran, dalam amanahnya pada peringatan hari anti korupsi se-dunia, Presiden SBY mengingatkan kita semua, bahwa di Republik ini ada beberapa sektor yang rawan terjadi korupsi, yakni sektor pendapatan negara, baik melalui pajak dan segala bentuk penerimaan lainnya, kemudian sektor perencanaan dan anggaran APBN/APBD, kolusi antara penguasa dan pengusaha, bisnis keluarga pejabat negara yang berada di wilayah anggaran APBN dan APBD. Selanjutnya di sektor pengadaan barang dan jasa, pajak dan bea cukai, pendaftaran pegawai negeri maupun swasta serta pengurusan izin. Itu semua ladang-ladang yang rentan terjadi korupsi di kalangan birokrat dan penguasa di negeri ini.
Karena korupsi itu sudah membudaya, maka sebanyak apapun lembaga yang dibentuk untuk mengobatinya bahkan membedahnya, selalu tak berhasil. Celakanya lagi aparat hukum kita yang ditugaskan menangani kasus korupsi justru jadi pelakunya.
Tak perlu disebutkan contohnya, masyarakat pun sudah tahu dan mengikuti ceritanya, bagaimana sepakterjang Jaksa Urip misalnya atau dan masih banyak kasus korupsi yang justru menjeratkan penyidiknya sendiri yang notabene penegak hukum di negeri ini.
Belakangan cahaya baru yang bernama KPK (Komisi Pemberantas Korupsi)—suatu lembaga independen bentukan pemerintah yang khusus menangani korupsi tersebut.
Kita berharap sepakterjang KPK yang agak beda dengan lembaga hukum lainnya itu tetap dipertahankan, sehingga masyarakat sedikit percaya dengan kasus-kasus yang ditangani KPK.
Tapi kita juga jangan terlena dengan garangnya KPK, sebetulnya lembaga hukum lainnya sama garangnya, tapi bila pemerintah intervensi, maka KPK juga akan menjadi macan ompong—gayang di wajah tapi tak punya gigi untuk mengigit pelaku korupsi.
Dalam membumihanguskan korupsi yang sudah membudaya itu, maka tak ada pilihan bagi kita selaku masyarakat, bersama pemerintah kita harus tegas katakan tidak pada korupsi!

7 komentar:

Anonymous said...

Apa anda yakin, bisa tidak korupsi jika mungkin nanti anda menjadi caleg ?

Kadang orang bisa berbicara seperti ini saat mereka belum duduk, tapi jika sudah duduk semuanya hanya omong kosong.

BTW maaf mas Tanto, udah antipati soalnya ama yang namanya anggota Dewan yang katanya (terhormat) itu... apalagi setelah mereka kembali minta kenaikan gaji sampai 250% disaat kondisi rakyat yang serba susah saat ini.

Saya cman gak habis pikir, kenapa sekarang banyak yang nyalonin diri jadi caleg yah ? apa niat mereka suci ? yah mungkin mas tato perlu sekali lagi bertanya ke hati nurani yang paling dalam, apa memang benar niat menjadi caleg untuk kepentingan rakyat?

Anonymous said...

Terima kasih peringatan dininya, Rizko.
Semoga bila terpilih kelak saya tetap amanah.
Pengalaman sebagai jurnalis cukup memberikan pemahaman kepada saya tentang korupsi tersebut.
Dari berbagai investigasi yang saya lakukan, cukup banyak kasus-kasus korupsi atau hal-hal yang menjurus ke korupsi terangkat ke permukaan dan ditangani serius oleh aparat penegak hukum.
Kiranya berbagai kasus yang pernah saya tulis selanjutnya menjadi pengalaman saya, bisa memberikan bimbingan dalam setiap langkah saya kelak. Kita lihat saja nanti.

Anonymous said...

Yah, kita lihat nanti :) kalo mas terpilih. mungkin jika kita bertemu saat raker dinas dan dewan (jika mas terpilih) saya Insya Allah gak akan malu atau takut ngomong blak2an di depan mas tanto :)

Soalnya sampai saat ini hanya 1 anggota dewan yang biasa ketemu pas raker yang saya hormati, yang laennya mah dari hati saya yang paling dalam hanya do'a "semoga mereka sadar"...

Anonymous said...

Corruption start from campaigning period. The voters will corrupt the candidates by asking for the moon. The candidates will then offer whatever financial accomodations they can ill afford; including empty promises, inorder to be voted in. By the time the winning candidates are in office, they will be damned broke dan hutang sekeliling pinggang. They will then go for bribery to pay off the debts and to make ends meet.
To prevent that, 1. the electorates should only vote for candidates whom they have faith in, and not for the money; 2. strict enforcement of the law wihout fear or favour.

United States Of All-Borneo said...

Kalau nak masuk ke KalBar membawa mobil, harus beli assuransi dan cukai jalan dan daftar dengan kastam. Tidak ada masalah di kastam, assuransi dan cukai jalan. Tetapi yang tidak elok ialah kita harus bayar kepada polisi selepas kita menulis nama dibuku mereka. Tidak ada receipt diberi. Do we have to pay the polisi? For what? To prove it, tanya warga negara jiran yang daftar mobil masuk.
Sekarang kalau nak masuk I guna coach. Saya jimat duit assuransi, jimat duit polisi, jimat petrol, jimat parkir. Kerana tidak bawa mobil, saya beli barang sedikit sahaja. Siapa rugi?
Korupsi merugikan tourism.
Komen ini demi tourism industry.

Anonymous said...

to united states of all borneo,
benar adanya korupsi yang dilakukan oknum petugas di lapangan, terutama mereka yang bekerja di lintas batas.
kita sangat komitmen dengan pemberantasan korupsi, contoh jelas duta besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdyharjo kini tengah menunggu vonis pengadilan karena melakukan pungutan kepada tki atau tenaga kerja Indonesia di Malaysia lewat cap pasport maupun colling visa.
dan bagi oknum yang melakukan pungutan liar yang merugikan pengunjung atau pelancong ke Kalbar terutama lewat Entikong, bila saya terpilih saya akan cek dan minta atasan mereka untuk melakukan penertiban, sebab DPRD punya komisi A yang menjadi mitra kerja aparat penegak hukum termasuk kepolisian, terima kasih atensinya. salam

Anonymous said...

Bagaimana dengan urusan imigrasi? Kalau applicant dari Jawa, harga mahal; kalau applicant dibawah umur, masih bisa tapi mahal; applicant lelaki lebih murah daripada applicant perempuan. Very funny. Tidak ada receipt pembayaran di beri oleh pihak migrasi. Tak percaya?... pergilah sendiri dengan senyap di Entikong dan Sanggau Kapuas. Saya tak puas hati kerana kita Dayak dan cewek Dayak yang miskin lah yang menjadi mangsa.