BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Friday, August 8, 2008

Partai “Menjual Orang”


Oleh Tanto Yakobus

PEMILU legislatif kurang lebih delapan bulan lagi. Namun pemilu kali ini agak beda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Kali ini waktu kampanyenya terlama, yakni sembilan bulan. Yang sudah-sudah kampanyenya hanya berlangsung satu atau tiga bulan saja. Dan ini tentu sejarah baru dalam demokrasi di Indonesia.

Masa kampannye terlama ini jelas pemerintah punya tujuan tertentu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di hadapan kader Partai Demokrat di kediamannya Puri Cikeas, usai pelatihan kader Juni lalu, menjelaskan tujuan kampanye panjang pemilu tersebut adalah agar orang atau figur yang ditampilkan partai untuk maju sebagai calon legislatif benar-benar dikenal dan mengenal masyarakat pemilihnya. Kedekatan emosional antara pemilih dan calon legislatif (caleg) itu penting untuk mensinergiskan aspirasi dengan program pembangunan kedepan.
Jadi tidak ada lagi istilah “keren” dalam politik, dimana masyarakat memilih kucing dalam karung. Atau pameo lain, tak ada kawan abadi selain kepentingan. Artinya kesuksesan seseorang lebih karena faktor figur atau ketokohannya di masyarakat, bukan karena kedekatan dengan pimpinan partai atau ada kepentingan lain dengan pimpinan partai.
Dengan kampanye panjang seperti ini, masyarakat dan kandidat sendirilah yang menentukan sukses tidaknya si kandidat tersebut. Bila sang kandidat kredibel, maka masyarakat tidak ragu menaruh kepercayaan kepada dirinya dengan memilihnya secara langsung dalam pemilu mendatang. Bila tidak, maka dengan sendirinya ditinggalkan masyarakat. Sekarang masyarakat pemilih sudah pintar. Mereka sudah bisa menilai orang atau figur yang dapat dipercaya.
Janji-janji kampanye atau visi misi partai yang ditawarkan ke masyarakat itu sifatnya sangat normatif. Masyarakat sangat berpengalaman dengan janji dan visi misi partai tersebut. Ya, partai apapun bentuknya, jelas punya tujuan yang baik. Tapi itu hanya diucapkan saat kampanye saja, setelah terpilih dia akan melupakan janji-janji itu, apalagi menjalankan visi misi partai. Jauh panggang dari api!
Start kampanye sudah dimulai pada 8 Juli lalu dan berakhir menjelang pemilu 9 April 2009 mendatang. Namun bentuk kampanyenya bukanlah pengerahan massa atau rapat umum di lapangan terbuka, tapi cukup dengan tatap muka atau pertemuan dari rumah ke rumah.
Dan metode kampanye seperti itu sangat efektif untuk mendekatan calon dengan pemilihnya. Selain pemilih atau kontituen memahami figur yang akan di pilihnya, juga ada saling kepercayaan di antara mereka. Muaranya, figur yang dipercaya kelak betul-betul orang yang aspiratif dan memahami konstituennya.
Jadi sekarang partai betul-betul “menjual orang”. Beda dengan dulu yang mengandalkan nama besar partai, nama besar pimpinan partai secara nasional. Tapi sekarang bila hendak memenangkan hati rakyat, partai harus betul-betul menempatkan orang yang kredibel, punya ikatan emosional dengan pemilihnya dan punya daerah basis.
Bila itu diabaikan, maka sebesar apa pun partai itu pasti tidak akan mendapat dukungan masyarakat.
Di era keterbukaan sekarang ini, kejujuran adalah harga mati. Masyarakat tidak mudah lagi dibohongi. Sekarang masyarakat sudah pintar. Pintar menilai, pintar mengukur kemampuan, dan pintar pula memilih.
Pilkada yang sudah berlangsung beberapa kali di Kalbar, cukup memberikan pemahaman dan pembelajaran politik kepada masyarakat. Buktinya, masyarakat bisa memilih calon atau tokoh yang diinginkannya untuk menjadi kepala daerah sesuai hati nuraninya.
Kembali ke penjelasan SBY tadi, kedepan pemerintah ingin wakil-wakil rakyat yang akan duduk, mulai dari DPD, DPR dan DPRD baik provinsi maupun kabupaten/ kota, betul-betul pilihan rakyat. Bukan lagi orang-orang titipan, orang dekat dan lain sebagainya.
Disamping itu, perlu ada keterwakilan dari kelompok-kelompok tertentu. Karenanya, figur atau calon perlu punya basis massa. Karenanya, SBY minta kader partainya membina masyarakat, memberi contoh berpolitik yang baik kepada masyarakat dan tidak menebar janji-janji palsu.
Hal senada dikatakan Bupati Sekadau, Simon Petrus. Dalam pengarahannya kepada sejumlah kader Partai Demokrat Sekadau usai dirinya dilantik akhir bulan lalu, Simon menegaskan menghadapi pemilu mendatang bukan perkara gampang. Butuh pengorbanan, baik waktu, tenaga maupun dana. Tapi itu semua bisa diatasi apabila setiap kader partai mau bersatu padu memenangkan partai.
Tentu untuk memenangkan partai tidak cukup hanya bersatu, figur yang ditampilkan juga menentukan. Sebab dalam pemilu kita menjual orang, beda dengan dagang yang menjual barang. Apalagi dengan kampanye panjang sekarang ini. Bila figur tidak berkualitas, maka masyarakat cepat menilainya. Namun bila figur berkualitas, maka masyarakat akan ingat sampai ke bilik suara. Sebab ia sudah punya nilai plus. Itulah beda partai dengan berdagang. Partai menjual orang, berdagang menjual barang dengan bagaimana triknya agar barangnya laku.
UU No 10/2008 tentang pemilu jelas calon yang duduk harus memenangi 30 persen suara dari daerah pemilihannya. Dengan 34 partai sekarang ini, rasanya tak ada caleg yang sanggup memenuhi kuota itu. Demikian juga dengan partai politik peserta pemilu, bila ingin memenangkan pemilu, tak ada jalan lain selain menjual orang-orang yang kredibel, orang-orang bersih dari praktik KKN.
Dan bagi partai, sebetulnya agak sulit mencari orang yang kredibel tersebut, sebab sudah pasti dia tidak mendapat tempat di partai. Partai jelas mengutamakan pengurus maupun simpatisannya, setelah itu baru melirik figur dari masyarakat umum. Namun tak dipungkiri juga di partai masih ada figur-figur kredibel tersebut.
Daerah basis. Kemenangan Cornelis dalam pilkada gubenur lalu, sejatinya bukanlan kemenangan PDIP, tapi lebih pada kerinduan masyarakat Dayak untuk ”merebut” kursi KB-1. Dan itu tergambar di daerah basis Dayak, terutama di tujuh kabupaten yakni, Sanggau, Sekadau, Landak, Bengkayang, Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu. Lalu basis lainnya, Tionghoa di Singkawang.
Suka atau tidak suka, dalam pemilu apa pun, kita masih sulit melepaskan ikatan primodial, yakni etnisitas. Pun demikian dalam pemilu mendatang, faktor tersebut masih dominan.
Bila ingin memenangkan hati rakyat, partai harus menempatkan caleg sesuai daerah basis tersebut. Terutama soal nomor urut. Ingat ada 34 partai yang ”bertarung” meraih suara rakyat. Jadi nomor urut caleg sangat berpengaruh di daerah basis tersebut.
Betapa pun hebatnya seorang tokoh, bila ditaroh pada nomor sepatu atau urut bawah, hasilnya sudah bisa ditebak. Dalam pemilihan langsung seperti sekarang ini, calon tersebut pasti dilewatkan. Sebab masih ada figur lain yang nomor urutnya lebih bagus, dan itu yang menjadi pilihan masyarakat, bukan partainya.
Singkat kata, dalam pemilu, masyarakat tidak lagi fanatik denan partai politik tertentu, tapi ia lebih fanatik terhadap orang atau figur tertentu. Maka dalam pemilu kali ini, pimpinan partai mau tidak mau jangan lagi menjual logo partainya, tapi bagaimana menjual orang yang kredibel dan punya basis massa demi memenangkan partainya.□

1 komentar:

Anonymous said...

Wah..., yakobus Pak Ongkoy kah ini..!
He.e.e.e dah ganteng juga kamu ya..!

Biasa Warga Unit Petrus Wilayah Bengkayang
siapa ya..?