BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Sunday, July 6, 2008

Tusukan Anak Membela Ibu

Oleh Tanto Yakobus

Sumardi adalah anak yang taat kepada orang tuanya, taat beribadah, dan tak pernah neko-neko. Ia baru berusia 12 tahun dan duduk di bangku kelas 5 SD. Saking taatnya kepada orang tua, Sumardi tahu persis pameo yang mengatakan “surga berada di bawah telapak kaki ibu.”

Saban hari, sehabis pulang sekolah, Sumardi membantu ibunya yang berjualan sayur mayor di Pasar Mawar, Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Begitu pula pada Selasa pekan lalu. Ia berada di kios milik keluarganya saat ibunya kedatangan tamu bernama Muderi.
Anak bungsu dari dua bersaudara itu tak menaruh curiga sama sekali pada Muderi. Sebab Muderi memang sering mampir ke rumahnya, ngobrol dengan ayah dan ibunya.
Namun, tiba-tiba saja—Selasa pekan lalu itu—Muderi memaki-maki ibunya di depan orang banyak yang berkunjung ke pasar. Lalu, plak, plek, plok, tangan Muderi hinggap bertubi-tubi ke pipi Sayari, ibu Sumardi.
Bukan hanya itu. Pria berusia 40 tahun itu menjambak rambut Sayari, memutar-mutarkan dan menariknya keras-keras, hingga ibu kandung Sumardi itu terlempar. Akibat perlakuan Muderi, darah segar keluar dari hidung Sayari. Kedua pipinya pun legam kebiru-biruan.
Melihat perlakuan tak senonoh itu, Sumardi naik pitam. Anak bau kencur itu pun gelap mata. Ia mengambil sebilah pisau sayur dan menusukkannya ke dada kiri hingga menembus jantung Muderi. Tusukan anak dibawah umur itu membuat Muderi tak dapat lagi menahan sakit. Sambil memegang lukanya, ia berusaha mengejar Sumardi, setelah ia nyaris menghantamkan kursi ke kepala Sayari. Belum jauh berlari, Muderi pun roboh bersimbah darah dengan napas terputus-putus. Kondisinya kristis, darah segar terus muncrat dari luka tusuk yang tepat mengenai jantungnya itu.
Warga sekitar yang sebelumnya sempat terpana melihat seorang perempuan penjual sayur dipukuli lelaki, jadi terkesiap lantaran bocah cilik itu bertindak cepat. Tak seorang pun bisa menahan bahkan melerai perkelahian yang berakhir di ujung pisau itu. Warga hanya menyaksikan Muderi roboh bersimbah darah saat akan memburu Sumardi.
Oleh warga, Muderi dilarikan ke Disdokkes Polda Kalbar di Jalan KS Tubun. Tak memungkinan dirawat di sana, aparat kepolisian mengirimnya ke RS Santo Antonius (RSSA) Pontianak, sementara sebagian petugas menghubungi pihak keluarga. Tindakan cepat dilakukan tim medis yang berusaha menyelamatkan nyawa Muderi.
Bahkan, di antaranya berkali-kali menekan bagian dadanya, dan memompa jantung. Namun, Tuhan berkehendak lain.
Dalam tempo 30 menit usai kejadian, sekitar pukul 10.55 WIB, nyata Muderi tidak tertolong lagi. Warga Jalan Nirbaya Gang Sukadamai Kotabaru itu menghembuskan napas terakhirnya akibat perdarahan dengan luka tusuk 12 centimeter tepat menembus jantung.
Sementara korban dilarikan ke rumah sakit, Sumardi bersama ibunya dengan kesadaran sendiri, langsung menyerahkan diri ke Polisi. “Setelah kejadian, saya dan anak saya naik becak menyerahkan diri ke Poltabes Pontianak,” tutur Sayari masih dengan rambut acak-acakan.
Kejadian itu sendiri bermula ketika Sayari menagih utang Rp 1,8 juta, yang sudah dua tahun tak dilunasi Muderi. “Saya sebenarnya mau pulang. Kebetulan ketemu dengan dia. Terus saya bilang, Bang minta uang, Bang. Saya sudah capek nih, bayarlah Bang utangnya,” ujar Sayari menyitir kembali ucapannya kepada Muderi.
Tapi, ditagih begitu, Muderi justru marah-marah dan memaki-maki Sayari. “Dia malah marah, Pak. Dia tarik rambut saya terus memukul saya sampai berdarah-darah,” tuturnya lagi sambil memperlihatkan bekas noda darah yang masih melekat di bajunya.
Khawatir akan keselamatan ibunya, Sumardi pun berlari. Pisau milik ibunya yang biasa digunakan untuk memotong sayur dan berada di dalam kantong plastic hitam, segera disambarnya. “Saya tidak mengira perbuatan saya menyebabkan dia meninggal. Saat itu saya hanya kasihan melihat itu saya yang dipukuli,” tutur Sumardi lirih.
Tertunduk lesu mengenakan bahu yang masih ada bercak darah dari lukanya, Sayari mengaku tidak menduga anak keduanya sampai nekat menusuk Muderi hingga tewas. “Saya kira Sumardi sudah tak tahan lagi melihat saya dipukuli Muderi di depan matanya sendiri,” tuturnya dengan suara pelan dan berat.
Ia tidak tahu dari mana anaknya mendapatkan pisau lalu menusukkannya. Yang diingatkannya waktu itu adalah rasa takut dan sakit akibat dipukuli Muderi dan mencoba mempertahankan diri. “Memang itu pisau saya untuk memotong sayur, tapi tidak tahu bagaimana dia mengambilnya lalu menikam,” kata Sayari, yang sehari-hari berjualan sayur di Pasar Mawar itu.
Kini, Sumardi masih daam pemeriksaan. Belum jelas hukuman apa yang akan ditimpakan kepadanya. Yang pasti, jika Sumardi tidak membunuh Muderi, mungkin justru ibunya yang tewas.

○Terbit di Majalah Forum Keadilan nomor 12, 27 Juli 2003. hal 40.

0 komentar: