BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Tuesday, July 22, 2008

Tribune Harumkan Nama Kalbar

Raih Penghargaan Jurnalistik




Susul menyusul prestasi yang diraih Kalbar. Selain Pemprov meraih prestasi trafiking, Borneo Tribune juga meraih penghargaan bergengsi nasional.

Borneo Tribune, Jakarta

Jurnalis Harian Borneo Tribune, Muhlis Suhairi meraih penghargaan Mochtar Lubis Award (MLA), untuk kategori investigasi.

Tulisan berjudul The Lost Generations, dimuat secara bersambung di Harian Borneo Tribune pada 10 Februari-28 Februari 2008. Acara penghargaan berlangsung di Hotel Century Park, Jakarta, Jum'at (18/7).
MLA baru tahun ini diselenggarakan. Dalam sambutannya, Ignatius Haryanto, Direktur Program Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) mengatakan, MLA diberikan sebagai penghargaan terhadap profesi
jurnalistik. "Kita ingin merangrang munculnya karya-karya jurnalistik terbaik.," kata Ignatius.
Aristides Katoppo, dari Sinar Harapan dan Dewan pengawas MLA ketika memberikan sambutan berkata, pena wartawan digunakan untuk kepentingan umum, kebenaran, dan tidak takut dengan bahaya, serta tidak tergoda dengan materiel. "Wartawan memerlukan profesionalisme dan dilindungi dengan sistem nilai dan etika," kata Katoppo.
Mengapa penghargaan ini diberi nama MLA? Ia lahir pada 7 Maret 1922 di Padang. Meninggal pada 2 Juli 2004 di Jakarta. Sebagai jurnalis, Mochtar Lubis dianggap konsisten terhadap kemerdekaan pers. Pendiri dan Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya, tak gentar menghadapi berbagai tekanan dan kekuasaan pemerintah Orde Lama dan Baru, yang terus menekan kebebasan pers. Demi memperjuangkan idealismenya tersebut, Mochtar Lubis harus mendekam beberapa kali dalam penjara pemerintah Orla dan Orba. Konsistensi dan keberaniannya, membuat Mochtar Lubis diberi gelar Wartawan Jihad.
Sebagai wartawan, Mochtar Lubis pernah meliput di berbagai medan berbahaya. Seperti, perang Korea pada 1950. Berkat kegigihannya memperjuangkan kebebasan pers, ia mendapat penghargaan Ramon Magsaysay pada 1958.
Selain sebagai wartawan, Mochtar Lubis juga dikenal sebagai sastrawan. Beberapa karya novel dan kumpulan cerpen antara lain: Tidak Ada Esok (novel, 1951). Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950). Teknik Mengarang (1951). Teknik Menulis Skenario Film (1952). Harta Karun (cerita anak, 1964). Tanah Gersang (novel, 1966). Senja di Jakarta (novel, 1970). Novel ini diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta, 1963. Judar Bersaudara (cerita anak, 1971). Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972). Manusia Indonesia (1977). Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980). Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982). Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983).
Selain itu juga ada berbagai terjemahan yang dilakukannya.
Segudang prestasi dan konsistensi itulah, yang membuat nama Mochtar Lubis diabadikan untuk penghargaan tertinggi di bidang jurnalistik ini. Penghargaan ini didukung orang-orang handal dan punya kemampuan di bidangnya. Ada tokoh pers, praktisi hukum, aktivis, dosen, fotografer, dan lainnya. Dewan juri itu antara lain, Arya Usis, Atmakusumah Astraatmadja, Bimo Nugroho, Dana Iswara, Farid Gaban,
Julian Sihombing, Maria Hartiningsih, Murizal Hamzah, Oscar Motuloh, Riza Primadi, Sinartus Sosrodjojo, Sori Siregar, Susanto Pudjomartono, Teten Masduki, Tulus Abadi, Yosep Adi Prosetyo dan Yusi Avianto
Pareanom.
MLA tahun ini, ada 234 peserta. Dari jumlah itu, 21 orang merupakan jurnalis perempuan. Peserta merupakan jurnalis dari seluruh Indonesia. Ada lima kategori yang diusung: Public service, feature, investigasi, foto jurnalistik dan In-Dept Reporting bagi TV. Satu lagi penghargaan adalah, pemberian Fellowship atau dana liputan untuk menulis buku.
Setiap kategori ada lima finalis. Setiap pemenang mendapat hadiah Rp 50 juta. Untuk Fellowship sebesar Rp 40 juta.
Malam itu, pengumuman pertama diberikan untuk kategori Fellowship. Ada dua finalis. Proposal Investigasi Korupsi Dana Rekonstruksi Pasca Gempa Bumi di Yogyakarta 27 Mei 2006 oleh Bambang Muryanto dari The Jakarta Post, Masjidi dari MQ Radio dan Gigin W Utomo dari Majalah Swasembada, Yogyakarta. Proposal kedua berjudul, Divestasi KPC: Menggerus Batu Meninggalkan Bara oleh I Gusti Gede Maha Adi, Majalah Tempo, Jakarta. Pemenangnya adalah Bambang Muryanto, Masjidi dan Gigin
W Utomo.
Kategori In-Depth TV Reporting: Kartini yang Terdampar di Negeri Orang oleh Widyaningsih dkk dari SCTV, Jakarta, 20 April 2008. Mengeruk Laba dari Bangkai Sapi Darussalam Burnahan dkk dari ANTV, Jakarta, 19 September 2007. Pengoplosan di Balik Kisruh Minyak Tanah oleh Darussalam Burnahan dkk dari ANTV, Jakarta, 5 September 2007. Perburuan Ilegal Gading Gajah oleh Andi Azril dkk dari SCTV, Jakarta, 9 Maret 2008. Pintu Harapan untuk Si Miskin oleh Endah Saptorini dkk dari Astro Awani, Jakarta, 27 Oktober 2007. Kategori ini memiliki dua pemenang, Endah Saptorini dari Astro dan Darussalam Burnahan dari ANTV.
Untuk kategori public service adalah, Hancurnya Infrastruktur di Sulawesi Barat oleh Sidik Pramono dari Harian Kompas, Jakarta, 10 Mei 2008. Krisis Air Bersih Ancam Bandung oleh Zaky Yamani dari Harian Pikiran Rakyat, Bandung, 17 Maret 2008. Mencari Angka dalam Jerami oleh Daspriani Y. Zamzami dari Majalah Aceh Kini, Januari 2008. Politik Pendidikan Penebus Dosa oleh Asrori S. Karni dari Majalah Gatra, Jakarta, 23 Januari 2008. Save Our Airport oleh Gatot Rahardjo dari Majalah Angkasa, Jakarta, Maret 2008. Pemenang untuk kategori ini, Asrori S. Karni dari Majalah Gatra.
Kategori feature, Frederick Sitaung: Guru Sejati Papua oleh Ahmad Arif dan Luki Aulia dari Harian Kompas, Jakarta, 1 September 2008. Hari Kembang oleh Agus Sopian dari Majalah Arti, Jakarta, Mei-Juni 2008. Mbak Suko: Simbol Perlawanan Petani oleh Ahmad Arif dan Sri Hartati Samhadi dari Harian Kompas, Jakarta, 10 April 2008. Meno Kaya Tidur di Selokan oleh Ahmad Arif, Luki Aulia dan Aryo Wisanggeni Genthong dari Harian Kompas, Jakarta, 13 September 2007. Ya Ampun, Sulitnya Sekolah
oleh Indira Permanasari dari Harian Kompas, Jakarta, 31 Juli 2007. Kategori ini dimenangkan oleh Luki Aulia dan Aryo Wisanggeni Gentong dari Kompas.
Kategori Fotojurnalistik, Dag Dig Dug di Bukit Segambut (Operasi TKI) oleh Arie Basuki dari Koran Tempo, Jakarta, 9 Maret 2008. Jalan Tol Sedyatmo Km 26 Terputus oleh Agus Susanto dari Harian Kompas, Jakarta, 3 Februari 2008. Limbah di Banjir Kanal oleh Lasti Kurnia dari Harian Kompas, Jakarta, 5 September 2007. Mengungsi di Rel Kereta Api oleh Yuniadhi Agung dari Harian Kompas, Jakarta, 4 Februari 2008. Sepak Bola Rusuh oleh Ignatius Danu Kusworo dari Harian Kompas, Jakarta, 17
Januari 2008.
Kategori investigasi diumumkan terakhir kali. Dalam sambutannya sebelum membacakan pemenangnya, Yosep Adi Prasetyo atau biasa dipanggil Stanley menyatakan, puncak dari karya jurnalistik adalah
jurnalistik. "Diperlukan berbagai kemampuan untuk melakukan peliputan ini," katanya.
Lima finalis itu adalah, The Lost Generation oleh Muhlis Suhaeri dari Harian Borneo Tribune, Pontianak, 10-28 Februari 2008. Menguak Tabir Dosa Ekologi di Balik Proyek PLTP Sibayak oleh Erwinsyah dari Surat Kabar Harian Ekonomi Medan Bisnis, Medan, 31 Maret-5 April 2008. Muslihat Cukong di Lahan Cepu oleh Bagja Hidajat dkk dari Majalah Tempo, Jakarta, 7 Januari 2008. Roger... Roger... Intel Sudah
Terkepung, oleh Budi Setyarso dari Majalah Tempo, Jakarta, 26 Agustus 2007. Zatapi dengan Sejumlah Tapi oleh Yosep Suprayogi, Philipus SMS Parera dkk dari Majalah Tempo, Jakarta, 30 Maret 2008. Pemenangnya adalah Muhlis Suhaeri dari Harian Borneo Tribune.
Mendapat penghargaan ini, bulu kudukku kian merinding. Apalagi bila mengingat kata-kata dari Mochtar Lubis, "Mestinya pers bisa berfungsi sebagaimana seharusnya. Kalau dia tidak lagi berfungsi sebagaimana
seharusnya, saya rasa lebih bagus dia berhenti, tutup."
Secara tegas, Mochtar Lubis juga mengatakan, bila tidak bisa menjalankan profesi wartawan sesuai dengan kode etiknya, maka harus mencari profesi lain yang tidak perlu berkorban sebesar profesi jurnalis...... SEPAKAT.

0 komentar: