BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Sunday, July 6, 2008

Tragedi Orang Usiran

Oleh Tanto Yakobus

Juminten, 45 tahun, masih terbayang saat ia bersembunyi di belantara Kalimantan Barat (Kalbar). Ia nyaris tewas ketika menghindar dari serangan penduduk local. Tak heran bila ibu tujuh anak ini merasa lebih baik menolak rencana relokasi yang dilakukan Pemda Kalbar.

Ia memilih bertahan di tengah 48.000 pengungsi di Gelanggang Olahraga (GOR) Pangsuma, Stadion Sultan Syarif Abdurrahman, dan Asrama Haji Pontianak Kalimantan Barat.
Tapi, Juminten tak kuasa menolak ketika di tengah malam, Minggu dan Senin pekan ini, para kerabatnya direlokasi ke Sungai Asam, satu lokasi baru yang disediakan untuk mereka.
Dalam dua gelombang, sebanyak 136 kepala keluarga (KK) pengungsi kerusuhan Sambas yang selama tiga tahun ini nasibnya terlunta-lunta kini menghuni daerah baru.
Nasib Juminten dan kawan-kawan memang bagai orang usiran. Sebelumnya mereka diultimatum warga local untuk meninggalkan kamp pengungsi dalam waktu lima hari sejak kerusuhan meletus Sabtu pekan silam.
Sikap para pengungsi pun terbelah. Sebagian menyetujui relokasi yang dilakukan pemda, sementara yang lainnya tetap memilih bertahan. Apalgi, mereka yang memilih menerima sempat diancam para pengungsi yang antirelokasi.
Namun, menurut Rokiah, 45 tahun, salah seorang pengungsi di GOR Pangsuma, sebenarnya mereka merasa lebih baik terus berada di lokasi pengungsian. Dengan begitu, mereka lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Menjadi buruh bangunan, misalnya.
Lagi pula, di lokasi yang disediakan pemerintah, menurut para pengungsi, itu belum ada jaminan kehidupan mereka akan berlangsung lebih baik. Apalagi, Pemda Kalbar kesulitan dana untuk menampung mereka.
Hingga kini baru 3.907 unit rumah yang dibangun untuk pengungsi. Padahal, jumlah total pengungsi sebesar 48.000 yang tersebar di tiga lokasi.
Bayangkan bila daya tampung pengungsi di enam lokasi (Sungai Asam, Parit Haji Ali, Sungai Nyamuk, Tanjung Saleh, Punggur dan Sungai Ambawang) hanya 1.832 KK. Sisanya akan ditampung di gedung LKMD dan sekolah dasar di Sungai Asam.
Bahkan, hingga kini, sebanyak 7.444 unit rumah yang rencananya menjadi tempat tinggal para pengungsi masih belum selesai dibangun karena dana dari pemerintah pusat hanya dapat membangun sekitar 2.000 unit rumah per tahun.
Ketidaksiapan pemda inilah yang sebenarnya memicu tokoh masyarakat Dayak dan Melayu mengultimatum pengungsi untuk segera meninggalkan lokasi pengungsian.
Sebelumnya, ultimatum lima hari itu diduga warga Madura ditujukan kepada mereka. Padahal, tokoh Dayak dan Melayu sengaja melakukan tekanan ini karena pemda dinilai tidak serius menangani nasib pengungsi.
“Ultimatum itu bukan gendering perang terhadap etnik Madura, melainkan buat kinerja pemda. Kami ingin masalah pengungsi ini cepat selesai dan penderitaan mereka yang tinggal selama tiga tahun di kamp bisa berakhir,” kata Ketua Harian Majelis Adat Dayak Kalbar, Ir. Saikun Riyadi, kepada GAMMA.
Tapi, bagi Ketua Lembaga Adat Melayu (Lembayu), Toto Alkadrie, ultimatum yang diberikan akan longgar jika pengungsi berniat baik meninggalkan kamp. Yang penting, bagi Alkadrie, pihak yang mengerjakan permukiman di daerah relokasi serius bekerja, sehingga warga Madura tidak kesusahan.
“Tempat yang dijanjikan adalah rumah siap huni, tapi ternyata tidak,” kata Alkadrie.
Walau begitu, menurut Ketua Ikatan Keluarga Besar Madura (Ikamra) Kalbar, H. Sulaiman, hingga saat ini sudah sekitar 40% warga yang keluar dari kamp-kamp pengungsi. Sebagian memilih relokasi dan lainnya ikut kelurga masing-masing.
Ketua Tim Gabungan Relokasi Pemda Kalbar, Eka Kawirayu, berjanji pemindahan pengungsi tidak akan berlarut-larut. Saat ini, katanya, untuk tahap pertama rumah-rumah sederhana siap menampung 1.822 KK. Mereka akan dilibatkan dalam program perkebunan berikut fasilitasnya.
“Ini ditambah dengan jatah hidup dan kelengkapan pertanian lainnya,” katanya kepada GAMMA.
Menyikapi konflik etnik di daerahnya, Gubernur Kalbar, H. Aspar Aswin membentuk tim gabungan yang akan menyusun alternatif pemecahan masalah. Hasil kerja tim ini, kata Aswin kepada GAMMA, menjadi bahan analisis bagi keputusan yang diambil pemda. Kepada para pengungsi, Aswin meminta mereka berpikir jernih, sehingga konflik berikutnya bisa dihindari.
Toh, di Stadion Sultan Syarif Abdurrahman masih tampak para pengungsi bertahan. Mereka suka mengendap-endap di semak belukar, mengintai kalau-kalau ada massa yang menyerang.

○Terbit di Majalah GAMMA 4-10 Juli 2001 hal 82

0 komentar: