BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Saturday, July 5, 2008

Sakit Hati, Lalu Sadistis

Oleh Tanto Yakobus

Dengan tertunduk lesu, Madani, 35 tahun, menyandarkan kepalanya ke dinding rumah. Sesekali ia tampak memukul-mukul dinding melampiaskan amarahnya. Sorot matanya memandang iba kepada putra sulungnya, Mauridin, 12 tahun, yang duduk terpaku meratapi jenazah ibunya, Maimunah, 30 tahun, tiga adiknya (Zaenal 8 tahun, Bobby 5 tahun, dan Dandi 3 tahun), serta bibinya, Ani, 18 tahun.

Pemandangan memilukan itu akhirnya membuat Madani menangis sejadi-jadinya.
“Saya tak terima kenyataan ini. Ini sungguh perbuatan biadab dan tak berperikemanusiaan,” teriak ayak empat anak itu histeris.
Peristiwa pembunuhan lima anak-beranak yang menimpa keluarga Madani yang tinggal di Gang Mutiara, Jl. Adisucipto Km 12,5 Sungai Raya, Selasa pekan lalu, itu memang memilukan dan membuat geger Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Adalah Maryatun, tetangga Madani yang menemukan kelima korban pembunuhan biadab tersebut pertama kali, Selasa pekan lalu. Pagi itu, sekitar pukul 08.00 WIB, Maryatun heran kerana lampu teras Madani masih hidup dan suasana rumah tampak sepi.
Padahal, biasanya suara anak-anak sangat riuh dan Maimunah terlihat mencuci di belakang rumah. Bersama sejumlah warga, Maryatun lalu masuk ke rumah lewat pintu samping.
Ya, ampun, mereka mendapati lima mayat bergelimpangan di atas kasur di ruang tengah tempat keluarga menonton televise. Keadaan mayat tak utuh karena mengalami luka gorok di leher dan luka bacokan.
Bahkan, perut si bungsu Dandi hamper putus, shingga sebagian ususnya terburai. Tiga buah parang berlumuran darah kering tergeletak di samping mayat Ani yang baru lulus SMU dan berencana hendak mendaftar kuliah di Pontianak.
Temuan ini tentu membuat warga sekitar gempar. Madani, suami Maimunah, yang berada di Teluk Batang bersama putra sulungnya, Mauridin, pelajar kelas IV SD yang ikut bersamanya karena liburan, langsung dijemput petugas untuk dimintai keterangan. Usai divisum, kelima mayat tersebut dikubur di Kubu dan Teluk Batang pada esok harinya, Rabu, 4 Juli 2001.
Pembunuhan ini memang tergolong rapi. Tak satu pun di antara tetangga mengaku mendengar pembantaian itu. Padahal, jarak antar-rumah hanya selang satu meter. Indikasi perampokan terbantahkan karena tak satu pun barang hilang.
Berkat kerja keras polisi, dua hari setelah mayatditemukan, misteri itu terungkap.
Ternyata motifnya sakit hati. Pelakunya adalah Ridwansah alias Iwan, 20 tahun, keponakan Madani sendiri,” kata Kadispen Polda Kalbar, Komisari Suhari. S.W., kepada GAMMA.
Menurut Suhadi, Iwan selama ini tinggal di rumah Madani dan baru sebulan pindah dan tinggal di rumah mertuanya di Gang Masjid Jl. Adisucipto.
Ia sebetulnya berharap keluarga Madani yang sudah mapan bisa membantunya, apalagi Iwan baru menikah.
“Tapi, setiap memberi bantuan seperti tidak ikhlas karena selalu diikuti dengan sindiran, ‘Pengangguran, kok, berani menikah, nanti istri dikasih makan apa.’ Sindiran itu membuat saya sakit hati dan dendam,” kata Suhadi mengutip pengakuan Iwan.
Kepada polisi, Iwan mengaku membantai kelima anak-beranak itu dengan bantuan dua rekannya, Mus dan Syaf. Tapi, Mus dan Syaf membantah pengakuan Iwan tersebut.
Walau Iwan telah mengaku dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, menurut Suhadi, polisi masih meragukan kebenaran motif tersebut.
“Pengakuan itu rasanya belum kuat. Masa hanya gara-gara ejekan. Untuk itu, polisi akan terus mengembangkan kasus tersebut,” kata Suhadi lagi.
Kini tinggallah Madani yang terus menerus menyesali dirinya.
“Kenapa peristiwa ini terjadi justru saat saya tak ada di rumah,” katanya.
Ia pun kerap termenung mengingat istri, tiga anaknya, serta seorang keponakannya tersebut.
“Perbuatan mereka itu tak bisa saya maafkan,” katanya.

○Terbit di Majalah GAMMA tanggal 11-17 Juli 2001.

0 komentar: