BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Friday, July 4, 2008

Penusukan Beraroma Konspirasi

Oleh Tanto Yakobus

Diiringi tangisan ribuan pelayat, jenazah Dokter Mian Libertus Simanjuntak diterbangkan ke Medan dari Bandara Supadio, Pontianak, Rabu siang pekan lalu. Selanjutnya, di kota itulah lelaku kelahiran Balige, Tapanuli Utara 1950 itu dimakamkan.

Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Aspar Aswin, para bupati, tokoh agama dan tokoh masyarakat di Bumi Khatulistiwa itu silih berganti memberikan penghormatan terakhir.
“Atas nama pemerintah daerah, kami menyatakan dukacita sedalam-dalamnya,” kata Gubernur Aswin.
Malamnya, pengurus Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) Kalbar menghadap Kapolda Kalbar Brigjen Atok Rismanto di kediamannya di Jalan A. Yani, Pontianak. Mereka mendesak aparat kepolisian serius menangani kasus pembunuhan dokter spesialis penyakit dalam (internis) ini. Sebab, selain almarhum tokoh agama dan pegawai Departeman Kesehatan dengan pangkat terakhir Dokter Pembina Madya IV/a, ia adalah juga Ketua Umum PIKI Kalbar.
Peristiwa tragis yang menewaskan ayah empat anak itu terjadi di halaman parkir Apotek Kimia Farma di Jalan Tanjungpura, Pontianak, Senin 24 Januari lalu.
Usai merayakan ulang tahunnya yang ke-50 dengan keluarga dan kerabat dekatnya, sekitar pukul 19.30 WIB, dokter spesialis penyakit dalam ini—bersama dua anak angkatnya, Yunus (sopir) dan Efendi—tiba di apotek tersebut untuk buka praktik. Yunus turun lebih dulu, dan langsung membawa alat-alat praktik menuju ruang praktik di dalam apotek.
Setelah agak lama menunggu majikannya yang tak kunjung menyusul, Yunus pun keluar. Dari jarak 9 meter, Yunus terkejut melihat Mian menutup perut bagian bawah dengan sapu tangan, lalu minta diantar ke rumah sakit Antonius.
Menurut Yunus, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, ia hanya melihat Mian berdoa. Tiba di rumah sakit, tim dokter langsung melarikan Mian ke ruang bedah untuk dioperasi. Lalu, darah O untuk keperlu operasi, dalam waktu singkat terkumpul 13 liter dari 42 donor spontan para dokter, perawat, dan masyarakat.
Operasi berlangsung 6 jam, mulai pukul 21.00 hingga pukul 02.00 dini hari. Dalam keadaan koma, Mian dipindahkan ke ruang ICU. Namun, pendarahan tak kunjung berhenti. Sebab, banyak pembuluh darah (arteri dan vena) terluka dan putus. Luka tusukan itu pun ternyata menembus pinggang (ginjal) sampai liver (hati).
Akhirnya, Selasa 25 Januari, pukul 10.50 WIB, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 1976 ini mengembuskan napas terakhir.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pontianak mengutuk tindakan biadab tersebut. Sebagai sikap solidaritas sesama dokter, Ketua IDI Pontianak, Dr. Suhatman Emha, didampingi sejumlah pengurus dan anggota IDI, sepakat untuk mogok praktik selama dua hari.
“Kami juga menuntut polisi segera menangkap pelakunya. Ini penting untuk memberi rasa aman kami para dokter yang hendak berpraktik,” katanya.
Sejauh ini, belum jelas apa motif penusukan itu. Sebab, sampai Senin lalu, polisi belum berhasil menangkap pelaku penusukan. Empat saksi telah dimintai keterangan, yakni dua petugas parkir di apotek tersebut dan dua anak angkat Mian. Namun, polisi belum mendapat gambaran.
“Pihak kepolisisan terrus berusaha keras untuk menangkap pelakunya. Mohon masyarakat bersabar. Ini peristiwa kriminal biasa,” kata Kepala Dinas Penerangan Polda Kalbar, Mayor Suhadi, SW kepada GAMMA.
Tapi, menurut Ketua Partai Bhineka Tunggal Ika Kalbar, Dr. Hubertus Tekwaan Oevang Oeray, penusukan itu berbau konspirasi politik. Alasannya, selama ini dr. Mian, selaku Ketua PIKI Kalbar, getol memperjuangkan—baik langsung atau pun tidak langsung—orang Dayak untuk duduk di posisi strategis pemerintahan.
Hasilnya, tiga (dari 7 bupati) orang PIKI kini menjadi bupati di Kalbar, yakni Bupati Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, dan Mempawah. Dan sebulan terakhir, tatkala PIKI serius menggolkan kembali “jagonya” untuk meraih jabatan Bupati Sintang, berbagai teror melalui telepon ke rumah Mian, juga sopirnya, muncul. Bahkan, teror itu juga menghantui sejumlah pengurus dan penasehat PIKI Kalbar. Apakah ini penyebabnya?
Sulit menang, apalagi pelakunya belum tertangkap. Untuk itulah, Gubernur Aswin meminta masyarakat, siapapun, agar tidak melakukan analisis atau kesimpulan yang tak sesuai dengan kenyataan.
“Dikhawatirkan, kesimpulan atau analisis itu bisa menimbulkan efek lain dan sangat luas. Percayakan saja kepada polisi untuk menangkapnya,” katanya kepada GAMMA.

○Terbit di Majalah GAMMA No. 49 Tahun I 2-8 Februari 2000 hal 42.

0 komentar: