BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, July 3, 2008

Panasnya Pontianak, Panasnya Politik

Milis Andreas Harsono, Jakarta

Dengan hormat,

Saya menulis email ini untuk memberitahu Anda, yang tertarik untuk tahu ketegangan antar etnik di Pontianak, membaca majalah Gatra minggu ini. Saya akan menerbitkan naskah, "Panasnya Pontianak, Panasnya Politik," pada hari Kamis. Mungkin naskah itu membantu Anda untuk tahu detail dari sebuah ketegangan antar-etnik di Indonesia.

Dr. Yusriadi, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak, mengatakan "orang Melayu tertentu" memang hendak menyerang orang Tionghoa sejak kemenangan Gubernur Cornelis dan Wakil Gubernur Christiandy Sanjaya. Ada saja alasan yang mereka manfaatkan, termasuk perkelahian di Gang Tujuhbelas maupun protes di Majelis Adat dan Budaya Melayu. Namun Melayu militan itu masih berhitung. "Bukan mereka menghitung kekuatan orang Tionghoa. Tetapi mereka menghitung orang Dayak yang sekarang berada di belakang orang Tionghoa," kata Yusriadi. Ada banyak contoh ketika orang Melayu ribut-ribut terhadap orang Tionghoa, orang Dayak memberikan sinyal: ketaksukaan mereka terhadap aksi ini.

Analisis Yusriadi sejajar dengan tesis Jamie Davidson: Melayu maupun Dayak bersaing dan mereka yang di tengah jadi korban. Orang Dayak mengusir orang Madura dari Sanggau Ledo, pada 1997, karena Madura adalah puak yang lemah. Orang Melayu mengusir Madura dari Sambas, pada 1999, juga karena jumlah Madura kecil. Ketika orang Dayak mengusir orang Madura dari Sampit, Kalimantan Tengah, pada 2001, alasannya juga sama. Kini golongan Madura sudah keok. Ribuan orang Madura dipotong kepalanya, dibelah punggungnya, dimakan hatinya. Kini persaingan mereka mencari korban yang tetap minoritas: golongan Cina. Pepatah, "Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung," dulu dimanipulasi untuk membenarkan diskriminasi terhadap etnik Madura. Sekarang pepatah sama dimanipulasi untuk menyudutkan pendatang lain: golongan Tionghoa.

Yusriadi mendapatkan gelar doktor dari Universiti Kebangsaan Malaysia di Kuala Lumpur. Dia murid James T. Collins, professor bahasa-bahasa Borneo. Yusriadi menulis buku, bersama rekannya Hermansyah, "Orang Embau: Potret Masyarakat Pedalaman Kalimantan."

Gatra memberi tempat 10 halaman untuk saya. Saya juga riset selama tiga bulan sebelum turun ke lapangan. Naskah ini juga sudah di-fact-checking oleh beberapa orang, mulai dari ejaan hingga tanggal, dari argumentasi hingga teori. Mereka termasuk wartawan, akademisi maupun orang-orang yang terlibat dalam ketegangan. Saya mewawancarai lebih dari 40 nara sumber selama berada di Pontianak Mei lalu. Baik dari kelompok Melayu, Dayak, Tionghoa, Jawa dan sebagainya. Saya juga menyinggung soal ketidakakuratan media ketika memberitakan ledakan-ledakan tersebut.

Saya kira Anda bisa belajar sesuatu dari Gatra edisi ini. Terima kasih.

--
Andreas Harsono
Jakarta
www.andreasharsono. blogspot. com

0 komentar: