BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Friday, July 4, 2008

Bahan Nuklir dari Sintang

Oleh Tanto Yakobus

Dua pertanyaan besar kini menggelantung di Kalimantan Barat (Kalbar): akan kaya raya atau malah tertimpa malapetaka? Pertanyaan itu mengemuka dan menghantui masyarakat Kalbar menyusul berita hendak dieksplorasinya tambang uranium di Desa Karangankora, Kecamatan Ella Hilir, Kabupaten Sintang. Uranium, bahan baku nuklir itu, merupakan asset strategis dan sumber energi masa depan. Tapi, kalau ceroboh, maut siap mengintai.

Sayangnya, justru kekhawatiran akan munculnya bencana besar yang sedang menyergap warga Kalbar. Pasalnya, kegiatan pengeboran yang sudah melampaui tahap eksplorasi itu berlangsung sangat tertutup.
Penggalian deposit sejak 1963 yang dimotori Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) itu praktis tidak terendus oleh instansi setempat, apalagi oleh warga. Maklum, lokasinya agak terpencil dan terisolir. Bahkan, ada radius terlarang yang kabarnya dijaga pasukan Kopassus.
Aktivitas ini baru terbuka setelah Advokasi Tambang Adat (ATA), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kalbar, bersama Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), melansir tambang di atas lahan seluas 20 kilometer persegi itu.
Dua LSM ini mendesak Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) agar bisa blak-blakan membeberkan kegiatan tersebut kepada masyarakat Kalbar. Transparansi dinilai penting, agar antisipasi dini bisa disiapkan, mengingat pengetahuan warga sekitar, juga kalangan akademisi, terhadap dampak tambang uranium sangat minim.
Menurut Janting, Direktur ATA, setelah 6 tahun melakukan penggalian rintisan, Batan menindaklanjuti dengan melakukan kontrak kerja sama dengan French Atomic Energy (CEA), Prancis, pada 3 Agustus 1969.
Kolaborasi CEA-Batan akhirnya menemukan cebakan uranium di Karangankora tadi. Kerja sama berakhir pada 1979, dan Batan meneruskan pengalian dengan ongkos dari pemerintah.
Penggalian dimulai dengan membangun terowongan tembus dan silang sepanjang 760 meter. Dengan tingkat ketelitian terukur, dilakukan pengeboran hingga kedalaman 24.800 meter.
Setelah dilakukan penelitian komprehensif hasilnya, di daerah tersebut ditemukan cadangan uranium ditaksir mencapai lebih 10.000 ton. Anehnya, Pemda Kalbar, terutama Kanwil Deptamben, seolah ditelikung, sehingga tidak banyak tahu eksplorasi ini.
Menurut Nanang Suryana, Kepala Kanwil Deptamben Kalbar, ia sebetulnya tahu proses eksplorasi itu.
“Tapi, mekanisme kerja Batan sulit dimengerti,” kata Nanang.
Yang diketahui Nanang, Batan belum memberi laporan rinci ke Deptamben Jakarta. Padahal, mestinya izin berakhir pada 22 April 1995, setelah tiga tahun dieksplorasi.
Kabarnya, Batan memperpanjang izin. Tetapi, Mentamben belum menyetujui, karena laporan hasil eksplorasi belum rampung. Seandainya sudah dikeluarkan, kata Nanang, pasti ia mendapatkan tembusan.
Atas dasar itu, Nanang yakin tidak akan ada eksploitasi dalam waktu dekat. Kalau hendak dieksploitasi, Batan tidak bisa melakukannya sendiri, melainkan harus ditunjuk perusahaan melalui tender. Perusahaan pemenang tender tidak bisa langsung nyelonong, tanpa berunding secara teknis dengan Pemda Kalbar, menyangkut studi kelayakan, analisis dampak lingkungan, hingga materi bagi hasil.
Ketertutupan aktivitas eksplorasi itulah yang membuat ATA mencak-mencak. Dari pengalaman Negara lain, kata Janting, pertambangan uranium sangat rentan menyebarkan radiasi, yang setiap saat mengintai keselamatan warga sekitar. Karena itu, ATA menuntut sosialisasi mendalam sebelum proses eksploitasi dilakukan.
“Kalau tidak, kami bersama LSM lain akan mendemo Mentamben,” ancam Janting.
Ia tidak ingin kasus tambang emas di Timika dan Freeport terulang di Kalbar. Pihak DPRD Kalbar juga berencana menemui Mentamben Susilo Bambang Yudhoyono.
Di dunia, dikenal dua jenis uranium, yakni 235 dan 238. Uranium 235 usianya lebih tua dan kandungannya murni, sehingga bisa digunakan membuat bom atom dahsyat, seperti yang dipakai untuk mengebom kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada Perang Dunia II. Sedangkan uranium 238 usianya lebih muda dan kadar pakainya sekitar 99%. Uranium ini bisa digunakan reactor pembangkit listrik.
Menurut Muhammad Bakau Darimin, ahli fisika terapan, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontianak, pertambangan uranium sebetulnya tidak berbahaya, sehingga masyarakat perlu arif menyikapinya. Karena, bila Karangankora mengandung uranium 235, itu pasti akan mengundang sorotan dunia. Masyarakat internasional sangat berkepentingan agar Indonesia tidak membangun reaktor nuklir.
“Kehadiran reaktor nuklir menyangkut harga diri bangsa, karena bisa dipakai untuk sarana tawar menawar dalam kancah politik,” kata Bakau.
Harga diri bangsa memang perlu, tapi nasib rakyat lokal jauh lebih penting.

○Terbit di Majalah GAMMA No. 50 Tahun II 9-15 Februari 2000 hal 54.

0 komentar: