BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Friday, July 4, 2008

Aksi Kampus Mirip FBI

Oleh Tanto Yakobus

Seorang pegawai Dinas Kehutanan Kalimantan Barat berbisik kepada Satrio. Mahasiswa Fisipol Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, ini dikenal sebagai Koordinator Front Mahasiswa Indonesia Kelimantan Barat (FMIK).
“Ada penyelundupan rutin berupa kayu olahan ke Singapura lewat kapal KM Clover malam ini,” kata si pembisik.

Tak syak, Satrio dan 20-an mahasiswa pun memasang strategi.
Diam-diam anak-anak FMIK itu melindap masuk kea real pelabuhan Dwikora Pontianak di Jalan Pak Kasih. Dari sela-sela peti kemas, mereka mengamati kegiatan bongkar muat peti kemas ke atas kapal yang berlangsung di bawah remang-remang lampu malam.
“Aneh, bongkar muatan kok lampunya remang-remang,” kata Satrio, belakangan, kepada GAMMA.
Mereka lalu mengepung kapal dan memerintahkan para buruh berhenti bekerja. Dadakan ini membuat tiga pemilik barang—seoirang diantaranya perempuan—yang semula memandori kegiatan bongkar muat menjadi panic, lalu buru-buru bubar. Satrio dan kawan-kawan menggeledah kapal. Ternyata benar, puluhan peti kemas berisi kayu olahan.
Ketika “barang haram” itu disampaikan ke arapat kepolisian yang bertugas di pelabuhan, polisi malah mengaku tak tahu menahu siapa pemilik barang.
Akhirnya Satrio memerintahkan menduduki kapal tersebut sampai pemilik barang dating. Ratusan rekan mereka yang menunggu di kampus Untan dikontak untuk bergabung. Sedangkan, buruh kapal disuruh bubar.
Aksi limaratusan mahasiswa FMIK, Senin pekan lalu itu, mirip gaya FBI dalam film Hollywood, dan membuat mata pejabat di Pontianak terbelalak. Bayangkan, mereka mampu membongkar sindikat penyelundupan kayu olahan, yang terkesan dibiarkan oleh para pejabat di Pontianak. Terutama, pejabat di Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, dan Kanwil Bea dan Cukai Pontianak.
Borok busuk yang sudah rahasia umum itu pun menebar baunya.
Namun, esok paginya, sejumlah preman dari Pasar Tengah Pontianak secara mendadak menyerang dan memukuli para mahasiswa sampai banyak yang luka memar.
Anehnya, aksi preman itu seolah dibiarkan saja oleh aparat kepolisian yang bertugas di pelabuhan tersebut.
“Kami terpaksa mundur dan melaporkannya kepada pimpinan DPRD Kalimantan Barat,” kata Satrio.
Ia mensinyalir preman itu disuruh Gandi, Direktur Utama PT Sangkar Mas Pontianak, pemilik barang tersebut.
Dari kantor DPRD, ratusan mahasiswa FMIK itu kembali ke pelabuhan. Karena para preman tadi sudah bubar, mereka kembali menduduki kapal KM Clover.
Menjelang senja, sejumlah pegawai BC, Dinas Kehutanan, Pelindo II, dan Syahbandar, merayu mahasiswa seraya mengatakan kayu olahan itu lengkap dokumennya. Segepok dokumen disodorkan. Namun setelah dokumen itu diperiksa, isinya ternyata meragukan.
“Masa bisa keluar SPEB (surat pengangkutan ekspor barang) tapi tidak dilengkapi SAKO (surat angkut kayu olahan)? Tinta di dokumen yang dibikin buru-buru itu pun masih basah,” kata Satrio.
Mungkin, karena permohonan “lembut” tak mempan, akhirnya setelah seharian menduduki KM Clover, malamnya sejumlah preman kembali dikerahkan secara kasar mengusir para mahasiswa tersebut. Tak ayal para mahasiswa itu pontang panting mundur dan bertahan di kampus mereka.
“Kami memilih mengalah, karena ulah preman itu atas suruhan orang,” kata Satrio.
Lagi-lagi, aksi brutal preman itu dibiarkan saja oleh aparat kepolisian. Parahnya, walau sudah ketahuan bahwa kapal KM Clover itu bermasalah, tak ada tindakan apa pun yang dilakukan aparat terhadap kapal tersebut. Malah, kapal tersebut dengan tenang sandar di pelabuhan Pontianak dan melakukan kegiatan bongkar muat.
Mahasiswa tak hilang akal. Mereka memasang taktik baru: menculik pejabat yang diduga terlibat konspirasi dalam penyelundupan tersebut. Targetnya, dari “nyanyian” pejabat yang mereka culik, akan ketahuan peta konspirasi penyelundupan.
Scenario pun dibuat. Surat ketua DPRD Kalimantan Barat, H. Gusti Syamsumin, berisi undangan dialog Rabu pagi di kantor DPRD, menyusul adanya temuan FMIK disebarkan ke sejumlah pejabat.
Esok paginya, dua utusan Dinas Kehutanan, Ir. Soenarno dan Hapsono Raharjo, lalu Administratur Pelabuhan Pontianak, Salehudin, Kepala Kantor Syahbandar, Zainuddin, dan petugas keamanan pelabuhan laut dan penyeberangan (KPLP) Pontianak, A. Wahid tiba di kantor DPRD.
Usai menghadap pimpinan DPRD, sekitar pukul 10.00 WIB, ratusan mahasiswa FMIK yang sudah menunggu langsung membawa para pejabat itu sejauh 700 meter ke kampus mereka. Selanjutnya, di ruangan berukuran 14 meter persegi di lantai II Rektorat Untan, kelima pejabat itu mereka sekap dan diinterogasi.
Gawatnya, kendati kelima pejabat berada dalam “tangan” FMIK, eh kapal KM Clover justru berangkat berlayar menuju Singapura. Kabar ini membuat front mahasiswa dari berbagai universitas negeri dan swasta di Pontianak menjadi marah.
Menggunakan bus Untan, sekitar 50-an mahasiswa dipimpin coordinator lapangan FMIK, Budi Satria, berangkat menjemput Kepala BC Pontianak, Hengki J. Tamtelahitu dari kantornya di Jalan Pak Kasih Pontianak.
Tiba di kantor Hengki, mereka langsung ke ruangan Hengki di lantai II. Saat bersamaan, Hengki yang tak mereka kenal wajahnya juga turun ke lantai I. Untunglah, seorang pegawai disitu membisiki bahwa, “itulah Hengki yang mereka cari”.
Tak pelak, Hengki langsung diboyong puluhan mahasiswa itu ke dalam bus. Selanjutnya Hengki dijebloskan ke ruangan sekapan bergabung dengan lima pejabat sebelumnya.
Berbekal keenam pejabat yang disandera itu, FMIK lalu menuntut kapal KM Clover supaya ditarik kembali sandar di pelabuhan. Situasi pun genting. Keluarga para sandera cuma dibolehkan berkomunikasi lewat handphone pun cemas.
Ancaman itu ternyata manjur. Kapolda Kalimantan Barat, Brigjen Atok Rismanto memerintahkan Komandan Satuan Polisi Airud, Letkol John Hendri menarik kembali KM Clover.
Singkat cerita, berkat kontak radio kapl KM Clover yang sudah enam jam berlayar, berada 10 mil dari muara Jungkat, dengan haluan sudah mengarah ke Singapura, berhasil dihentikan dan ditarik pulang. Lalu, malam pukul 22.00 WIB, KM Clover disandarkan di dermaga pelabuhan pintu 04.
Di ruang Rektorat Untan, mahasiswa bersorak-sorai mendengar KM Clover kembali sandar di pelabuhan. Sekitar pukul 22.00—setelah selama sembilan jam disandera—para pejabat yang disekap itu diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.
Ada yang dijemput keluarganya, ada yang pulang sendiri. “Tak ada sandera yang kececer,” kata Kadispen Polda Kalbar, Mayor Suhadi SW, kepada GAMMA.
Mahasiswa kembali berunjukrasa pada Jumat pekan lalu. Nah, mereka menuntut 92 peti kemas muatan KM Clover agar diperiksa. Hasilnya, 42 peti kemas berisi kayu olahan—dan ternyata hanya tujuh peti kemas yang memiliki SAKO.
Peti kemas tak berdokumen diperkirakan bernilai Rp 12 miliar, tercatat milik CV Brata, yang ternyata milik yayasan Polri. Kemudian juga milik PT Sangkar Mas, PT Prestop Bumi Raya, CV Sinar Mulia, CV Indo Project, CV Serba Indah Export, PT Citra Keluarga Corporations, PT Voruna Tirta Prakarsa, dan PT Maju Karya Kita.
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat memeriksa Hengki pula pada Sabtu pekan silam. Tuduhannya pemalsuan dokumen ekspor, sebab jenis barang yang tertera dalam dokumen PEB (pengiriman ekspor barang) yang diterbitkan BC berbeda dengan barang yang ada dalam peti kemas. Jaksa juga memeriksa Kepala Kandor Syahbandar Zainuddin, Kepala Cabang PT Samudra Indonesia Pontianak, Arda Chandra selaku agen KM Clover.
“Kami hanya menyiapkan kapal dan container saja. Yang paling berhak memeriksa dan tahu apa isinya adalah bea cukai,” kata Arda.
Tapi, menurut Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, Untung Udji Santoso, SH, fokus penyelidikan masih sebatas pengumpulan data sejauhmana ada unsure KKN-nya. “Setelah itu baru ada tersangkanya,” kata Untung.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, bidang perhubungan dan pembangunan, Drs. Massardy Kaphat, selama ini kasus serupa kerap terjadi tapi tak jelas juntrungannya.
Ia meminta jaksa jangan mau disuap. Ketua PDI di Pontianak ini juga meminta agar Gandi yang diduga otak penyelundupan diperiksa.
“Kalau perlu, izin PT Sangkar Mas miliknya dicabut saja, karena aktivitasnya merugikan masyarakat,” kata Kaphat kepada GAMMA.
Gandi enggan berkomentar panjang. “Saya pusing, itu bukan urusan saya, tolong jangan ganggu saya,” katanya, seperti dikutip Equator, sebuah media lokal di Pontianak.
Polda membantah keterlibatan Polri. “PT Brata tak tahu menahu soal pengiriman kayu tersebut,” kata Suhadi.
Bila tak ada “main mata” antara petugas dan mereka yang terlibat, yang terbukti melanggar pasal 102 UU nomor 10 Tahun 1995 bisa diancam dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Jangan main tangkap-lepas, seperti selama ini, dong.

○Terbit di Majalah GAMMA nomor 12 Tahun II 10-16 Mei 2000, hal 34.

0 komentar: