BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Wednesday, July 23, 2008

Adidas dan Black Box


Oleh Tanto Yakobus

Semula saya kira Adidas itu merk sepatu. Ternyata itu mimpi Aria Djalil untuk dunia pendidikan Indonesia di masa depan. Adidas (All Day Indonesians Dream About School).
Dalam diskusi pagi bersama kami di kantor Redaksi Harian Borneo Tribune, di Jalan Purnama Dalam 02, pria asal kampung Sekadim, Kabupaten Sambas itu memulainya dengan santai. Cita-citanya sungguh mulia, ingin mengangkat mutu pendidikan Indonesia yang masih di dasar laut itu.

Dia ingin pendidikan di Indonesia lebih maju, lebih bermutu dan bermartabat. Dia ingin pendidikan di Indonesia tidak mencetak pengangguran, tapi tenaga terampil dan siap pakai. Dia ingin pendidikan di Indonesia tidak kejar target, tapi betul-betul membina dan membimbing manusia menjadi profesional.
Dia melihat pendidikan di Indonesia tidak punya arah. Ibarat pesawat terbang yang tidak dilengkapi radar dan terbang bebas di angkasa. Ibarat kapal tanpa nahkoda.
Para pengambil kebijakan lebih sayang membuang duit untuk membangun dunia pendidikan ketimbang menghamburkan uang untuk belanja politik yang justru belum jelas juntrungannya.
Bila musim belanja politik tiba, apakah itu pemilu, pilres maupun pilkada, orang berlomba-lomba menghamburkan uang, tapi giliran memajukan pendidikan, perintah Undang-Undang untuk anggaran pendidikan 20 persen saja tak terpenuhi.
Menurut pria yang pernah bertugas sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di KBRI Canberra, Australia itu, sebetulnya SDM kita tidak beda dengan orang luar. Hanya saja kesalahan pada sekolah kita yang dirancang hanya untuk menelorkan lulusan saja, tapi tidak mencetak lulusan yang siap kerja.
Pria yang disekolahkan JC Oevaang Oeray (gubernur pertama Kalimantan Barat, red) ke IKIP Bandung itu melihat pendidikan di Indonesia seperti dunia yang sepi dan terbuang. Ia seperti ditakdirkan untuk menderita sendirian dan menanggung kemasygulan dari penguasa satu ke penguasa yang lain.
Yang amat menyedihkan, di Republik ini dalam kesulitan ekonomi paling gawat sekalipun, politik selalu bisa dengan mudah menarik orang ramai untuk mendanainya.
Sementara itu, pendidikan dalam keadaan ekonomi amat bagus sekalipun, ia tetap dalam kepapaan. Orang lupa bahwa pendidikan itu untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin di masa depan, termasuk pemimpin politik.
Tak heran bila mutu pendidikan kita rendah dan cendrung menurun. Itu belum lagi akibat faktor lain yang sebetulnya bisa diperbaiki, seperti tingkat kemankiran masih tinggi.
Dalam satu tahun pelajaran, efektivitas pelajaran hanya sekitar 228 hari, itu belum dikurangi masa liburan hari-hari besar keagamaan dan nasional. Termasuk liburan ulangan umum dan ujian sekolah maupun nasional.
Bukti mutu pendidikan kita rendah, dapat dilihat dari tingkat drop out yang masih tinggi. Tingkat mengulang kelas masih tinggi. Nilai tes dan ujian akhir nasional masih rendah.
Tingkat melanjutkan pendidikan masih rendah dan daya serap lapangan kerja masih sangat rendah.
Ini beda sekali dengan model pendidikan di Eropa, mereka mencetak tenaga siap pakai. Dan itu mulai dipersiapkan dari pendidikan tingkat menengah.

Black Box Pesawat Pendidikan.
Saya dan beberapa rekan diskusi, termasuk Fitri Rayuni yang menjembatani pertemuan dengan Aria, juga akademisi dari STAIN Pontianak, kakek yang sejak awal kariernya menekuni dunia pendidikan membuka tayangan presentasinya satu per satu.
Ia mengatakan wajar saja mutu pendidikan Indonesia rendah karena tingkat kemangkiran siswa dan guru masih tinggi, tingkat drop out, mengulang kelas juga masih tinggi, nilai hasil UAN rendah, tingkat pendidikan masyarakat serta daya serap lapangan kerja masih sangat rendah.
Penyebabnya tidak lain, ungkap pria yang menetap di Canberra Australia ini adalah Indonesia melupakan sekolah sebagai black box atau kotak hitam bagi pesawat pendidikan.
“Kalau suatu pesawat jatuh, maka black box yang dicari karena menyimpan semua informasi yang diperlukan. Begitulah metafor yang tepat bagi jatuhnya pendidikan di Indonesia, maka jawabannya adalah sekolah,” ungkap mantan dosen Universitas Terbuka itu.
Di negara-negara maju, sekolah sangat diperhatikan. Mulai dari masuk pintu sudah dihadapkan pada peluang pendidikan dan pengajaran. Para murid dirangsang menulis dan tulisannya dipajang di dinding, di pintu, di majalah dinding, digantung-gantung. “Pokoknya opportunity belajar itu sangat dikedepankan,” katanya seraya mengatakan di Australia ada gerakan kepenulisan di mana kakak kelas membuat pesan tertulis kepada adik-adik kelasnya. “Betapapun sederhananya tulisan itu,” ujarnya.
Kata Aria yang prototipenya mirip Bagir Manan ini, sekolah sebagai lembaga pendidik harus mampu menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang paripurna sesuai visi misi yang ingin dicapai. Visi pendidikan sesuai UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi pada kenyataannya penderitaan pendidikan Indonesia seperti tak habis-habisnya ibarat mencari koin di sinar lampu yang terang.
Aria menilik persoalan mendasar terjadi di sekolah seperti guru belum memiliki kompetensi yang ideal, sarana prasarana sekolah tidak memadai, proses belajar di sekolah belum menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif.
Ada kesalahan dalam pandangan pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru. Pemerintah membuat kebijakan meningkatkan kualitas guru dengan meningkatkan kualifikasi guru. Padahal tidak ada korelasi positif antara kompetensi dengan kualifikasi. Pemerintah juga percaya mutu pendidikan akan meningkat jika anggaran pendidikan 20 persen. Pemerintah mestinya paham meningkatkan mutu pendidikan bukan hanya dari aspek teknis pendanaan tapi aspek dan faktor lain perlu diperhatikan. Aria memberikan solusi sederhana yakni kemauan. Dikutipnya pribahasa, di mana ada kemauan di situ ada jalan.
Dicontohkan Aria dengan Sekadim. Ditunjukkannya gambar-gambar yang dijepretnya sendiri. Dia menunjukkan lahan tani yang luas, kopra yang produktif, ekonomi mulai bergulir, tetapi jalannya belum tersentuh aspal sama sekali sehingga melahirkan ekonomi biaya tinggi. ”Kendati demikian Sekadim produktif melahirkan leader-leader (pemimpin, red),” ungkapnya. Disebutnya nama Ali Anyang, Prof Dr Hadari Nawawi yang mantan Rektor Untan dan dirinya sendiri.
”Rendahnya prestasi siswa bisa disebabkan karena banyak faktor. Misalkan siswa mengantuk dalam belajar mungkin karena lapar atau pola gizi yang kurang,” katanya.
Jadi faktor kesejahteraan ekonomi masyarakat sangat berpengaruh bagi dunia pendidikan. Dicontohkan seperti Australia yang mengkampanyekan pendidikan. Termasuk kampanye Tony Blair ketika menuju posisi Perdana Menteri Inggris, hanya tiga kata, yakni education, education, education.
Aria Djalil mengatakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah maka sekolah perlu membangun modal sosial sekolah yang kuat. Modal ini berupa kapasitas sekolah untuk membangun infrastruktur kolaborasi, kapasitas sekolah membangun kemitraan antara sekolah-sektor swasta dan pemerintah.
”Sekolah yang kaya dengan modal sosial tidak akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan dukungan sosial, moral, material dan finansial dari masyarakat swasta, pemerintah, individu maupun institusi,” katanya.
Modal sosial yang dimaksudkan bertumpu pada dua hal utama. Pertama trust atau kepercayaan. Kedua, networking atau jaringan.
Aria menilai hasil UAN masih banyak di bawah nilai minimal karena keterlibatan aktif dan pemahaman yang tinggi tentang arti pentingnya belajar belum dimiliki siswa. Baik siswa maupun orang tua dan guru juga belum memiliki harapan, tekad dan semangat yang tinggi. Jika siswa, guru dan orang tua memiliki harapan, tekad dan semangat untuk maju tinggi maka hasil belajarnya akan maksimal.
Waktu belajar di sekolah, kata Aria sering mengalami penguapan waktu. Lihat saja hari kalender sekolah sudah pasti menyusut dipotong hari libur, hari kalender sekolah ini akan mengerucut menjadi hari buka sekolah, hari pembelajaran sekolah mengkerucut lagi menjadi jam pembelajaran sekolah kemudian jam interaksi belajar, jam nyata belajar dan akhirnya mengkerucut menjadi jam belajar aktif siswa. Artinya waktu satu tahun harus dipotong ini dan itu sehingga jam belajar aktif siswa sangat kurang.
Bagi Aria solusi meningkatkan hasil UAN sebenarnya mudah yaitu lakukan pelatihan untuk guru, miliki strategi belajar mengajar yang andal, punya tekad, harapan dan semangat yang tinggi, punya bahan cakupan utama dan punya bahan prediksi ujian untuk siswa. Untuk menuju kesana, maka perlu kerjasama. Bersama kita bisa. Adidas!
Aria Djalil hadir di diskusi pagi Borneo Tribune pada pukul 08.15 WIB dan berakhir pukul 11.30 WIB. Ia bergegas ke Bandara Supadio untuk selanjutnya terbang ke Jakarja dan kemudian kembali ke kediamannya di Canberra, Australia.□

0 komentar: