BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Monday, June 9, 2008

Sambut Peh Cun dengan Pesta Bak Cang


Oleh Tanto Yakobus


PENANGGALAN Imlek 5 bulan 5 tahun 2559 atau 08 Juni 2008, merupakan hari Duan Wu Jie yakni perayaan musim panas bagi warga Cina.

Di Indonesia perayaan musim panas selalu diperingati warga keturunan Cina--Tionghoa sebagai hari ‘Peh Cun’ yang juga dikenal dengan pesta makan bak cang—yang panganan yang terbuat dari ketan dibungkus daun bambu.
Memperingati perayaan musim panas (Duan Wu Jie) termasuk sebuah perayaan yang ditunggu-tunggu setahun sekali. Sebab perayaan musim panas seperti ini semangat patriotisme, kebersamaan dan kesetiakawanan. Maka warga Tionghoa dengan senang hati menyantap makan bak cang atau khie cang (isi bak cang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging babi, ada yang isinya sayur-sayuran. Sedangkan khie cang yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi untuk kemudian dimakan bersama serikaya, gula manis), lalu warga biasabta melanjutkan dengan mandi bersama.
Kalau di Kota Pontianak, tujuan mandi bersama warga Tionghoa, tentu tak ada pilihan lain selain Sungai Kapuas. Mereka mandi dan bersampai (Peh Cun) sepuas-puasnya. Tak peduli laki perempuan, tua muda. Semua bersukaria mandi bersama.
Bila acara seperti ini dikemas dengan baik, bisa menjadi aset wisata bagi Kota Pontianak khususnya dan Kalbar umumnya. Sebab sebagaimana diketahui Kalbar ini dihuni oleh tiga suku besar, yakni Dayak, Melayu dan Tionghoa. Peh Cun salah satu daya tarik selain Imlek dan Cap Go Meh.
Ho Liong Hin salah seorang tetua Tionghoa di Pontianak kepada saya mengatakan, permulaan perayaan musim panas bermula dari Kelenteng Toa Pek Kong. Warga Tionghoa selalu memulainya dengan memakan bak cang atau khie cang bersama, setelah itu, warga akan berduyun-duyun turun ke Sungai Kapuas dan tepat jam 12.00 WIB warga akan menceburkan diri ke Sungai Kapuas dan ada pula yang mendayung sampan (Peh Cun).
Ritual seperti itu telah dilakukan warga Tionghoa secara turun temurun, selain mereka mandi di tengah hari, sebagian warga juga ada mengambil dan menyimpan air pada saat mandi. Konon air tengah hari pada perayaan musim panas dipercaya bisa menyembuhkan penyakit bila diminum setelah dimasak.
Tradisi warga Tionghoa yang berkaitan dengan hari Duan Wu Jie ini tidak sedikit, dan tidak hanya satu dongeng saja, umumnya diperkirakan hari Duan Wu Jie berawal dari peringatan Qu Yuan (Chu Yuen).
Warga Tionghoa percaya pada zaman Qun Chiu (722-481 SM), pembuatan bak cang atau khie cang menggunakan daun untuk membungkus beras ketan yang berbentuk tanduk sapi, juga ada yang menggunakan bambu ditutup rapat dan dipanggang sampai matang, disebut “bacang tabung”.
Ini boleh dibilang adalah cikal bakal kue bacang ini lahir dan dikenal di kalangan warga Tionghoa di Indonesia khususnya Kota Pontianak.
Pada bulan 5 tanggal 5 Imlek, saat musim panas memakan kue pendingin tubuh yang terbuat dari beras ketan, yang dibungkus dengan daun dan dimasak sampai matang, aroma wanginya terasa unik, sesudah menyantapnya bisa menetralisir panas dalam dan menurunkan sifat api dalam tubuh, terasa nyaman bagi pencernaan, sungguh suatu makanan yang sesuai dengan musimnya.
Pada saat itu, orang-orang berganti busana musim kemarau dan mengutamakan yang serba ringan dan sejuk. Dilihat dari tradisi berpakaian dan makananya, hari Duan Wu Jie (perayaan musim panas) dianggap ada hubungannya dengan tibanya musim kemarau.□

Foto: Keluarga Tionghoa tengah membuat bak cang di kediamannya di Sintan Tengah, Pontianak. Foto by Andika Lay.

0 komentar: