BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Sunday, June 1, 2008

Dayak Kalimantan Minta Otonomi Khusus

Oleh Tanto Yakobus

RAPAT kerja nasional (Rakernas) pertama Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) yang berlangsung dari tanggal 26 hingga 29 Mei 2008 di Palangka Raya telah mendeklarasikan sembilan tuntutan kepada pemerintah pusat. Diantara tuntutnan agar pemerintah pusat memberikan otonomi ksusus kepada wilayah kawasan Kalimantan, yang meliputi Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.

Permintaan otonomi khusus tersebut erat kaitannya dengan pembangunan perbatasan di dua provinsi, yakni Kalbar dan Kaltim, yang selama ini terkesan tertinggal atau terbelakang.
Pemerintah provinsi atau daerah tidak bisa berbuat apa-apa dengan kawasan perbatasan, karena kewenangannya ada di tangan pemerintah pusat. Pemikiran lain, otonomi khusus layak diterima masyarakat kawasan Kalimantan, karena kawasan ini termasuk daerah tertinggal di Indonesia, kecuali Kaltim. Padahal keempat provinsi kawasan Kalimantan ini merupakan daerah yang kaya potensi mulai dari sumberdaya alam, perkebunan hingga pertambangan.
Tapi karena tidak punya kewenangan, daerah tidak bisa berbaut banyak dengan kawasan perbatasan. “Bila kondisi ini dibiarkan berlarut, bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), itu yang melatari kita minta otonomi khusus untuk kawasan Kalimantan ini,” jelas Makarisus Sintong, SH, MH kepada saya di rumah Betang Jalan Sutoyo, Pontianak, Minggu (1/6) kemarin sore.
Selain menuntut otonomi khusus, Rakernas yang dipimpin langsung Ketua Umum MADN, Agustin Terang Narang, SH itu melihat selama ini hak-hak masyarakat adat Dayak terabaikan, baik akibat pembangunan maupun politik. Dengan otonomi khusus bisa mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang sepenuhnya diperuntukan bagi peningkatkan kesejahteraan masyarakat, tentu dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan alam, sehingga pembangunan tetap berkelanjutan dan hak-hak masyarakat adat terjamin.
Rakernas yang diikuti 400 utusan DAD mulai baik dari provinsi maupun kabupaten/kota se-Kalimantan itu juga menuntut dilakukan audit lingkungan dan audit hukum terhadap ekspoitasi sumberdaya pertambangan dan hutan dengan mempertimbangkan parahnya kerusakan lingkungan dan manfaat yang kecil bagi masyarakat serta perlunya hutan penyangga bagi kelestarian hutan di Kalimantan.
“Kita tidak mau hutan Kalimantan ini rusak, padahal hutan kita ini katanya sebagai paru-paru dunia dan itu erat kaitannya dengan global warning oleh pemerintah,” jelas Makarius yang menjadi utusan DAD dan MADN Kalbar bersama tujuh rekannya, Thadeus Yus, SH, MPA (ketum DAD Kalbar), Drs. Herman Ivo, MPd (wakil ketua DAD Kalbar), Drs. Yoseph Alexander, M.Si (ketua DAD Kapuas Hulu), Drs. Antonius Rawing, M.Si (sekretaris DAD Kapuas Hulu), Martin Rantan (ketua DAD Ketapang), Donatus Gasa, SH, MH (sekretaris DAD Ketapang) dan Kanisius Kuan juga dari DAD Ketapang.
Deklarasi yang berisi sembilan tuntutan itu, juga minta agar pemerintah membuat kebijakan untuk mengubah pola pengelolaan perkebunan sawit dari perkebunan besar swasta menjadi perkebunan rakyat. Perubahan pola tersebut dimaksudkan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam forus Rakernas tersebut cukup alot membahas persoalan sawit ini, mereka melihat selama ini belum ada bentuk pemberdayaan masyarakat di sekitar kebun. Bahkan masyarakat terutama masyarakat adat Dayak cenderung menjadi korban. Karena ketidaktauan mereka. Sudahlah menyerahkan tanah, ujung-ujungnya menjadi kuli di tanahnya sendiri. “Tragisnya malah menjadi penonton di daerahnya sendiri,” ulas Makarius.
Selanjutnya, MADN juga minta agar pemerintah mencabut peraturan pemerintah No. 2 tahun 2008 tentang pemanfaatan kawasan hutan lindung untuk pengelolaan hasil pertambangan. Penolakan ini didasarkan atas pertimbangan kerusakan ekosistem dan punahnya keanekaragaman sumberdaya hayati guna mempertahankan kawasan hutan lindung. Sebab PP tersebut bertentangan dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
“Kita masyarakat adat Dayak minta kawasan yang sudah ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung agar tidak lagi dialihfungsikan, apalagi dirusak. Sebab bila itu terus terjadi, maka kerusakan hutan bukan hanya pada kawasan hutan komersial, tapi juga kawasan lindung dan itu berbahaya untuk jangka panjang,” demikian pemikiran dalam Rapimnas yang berlangsung di gedung Lembaga Pengendalian Mutu Pendidikan (LPMP) Kalteng itu.
Selanjutnya, MADN juga mendesak pemerintah pusat agar membentuk badan pertahanan masyarakat adat Dayak Kalimantan untuk mengawal proses perjuangan masyarakat adat Dayak dan menjaga kedaulatan dan wibawa negara kesatuan Republik Indonesia di daerah-daerah perbatasan.
Masyarakat Dayak yang ada di perbatasan harus dilibatkan dalam tugas bela negara dengan tugas utama mejaga kawasan yang rentan diklaim oleh Malaysia, terutama soal patok batas.
Untuk itu, MADN juga mendesak agar pemerintah pusat segera menerbitkan payung hukum tentang daerah perbatasan yang ditindaklanjuti dnegan pembuatan rencana tata ruang kawasan perbatasan serta membentuk satu lembaga/badan yang mengelola secara khusus wilayah perbatasan guna terpelihara, terciptanya keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan serta bermartabat masyarakat adat Dayak di wilayah perbatasan.
Selanjut MADN juga mendeklarasikan pengakuan dan pelibatan Majelis Adat Dayak Nasional dan perangkat sampai ke tingkat bawah pada setiap penyusunan kebijakan pemerintah, baik pada tingkat daerah maupun pada tingkat nasional.
MADN mendesak pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota agar membuat dan merubah kebijakan pembangunan nasional untuk berpihak dan memberhatikan pembangunan di wilayah Kalimantan yaitu dengan membuat kebijakan agar pembangunan di wilayah Kalimantan dilaksanakan dari industri hulu sampai ke industri hilir. Dengan demikian, kita tidak melulu menjadi negara penghasil, tapi negara lain yang menikmati hasilnya.
MADN juga mendesak agar pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mengkaji kembali kebijakan yang menyangkut program transmigrasi di wilayah Kalimantn, dengan mempertimbangkan kebersamaan, keadilan serta programnya tidak hanya sekedar untuk memindahkan penduduk yang hidupnya sulit di satu daerah ke daerah yang lainnya. “Kedepan kita tidak mau lagi pemerintah hanya sekedar memindahkan penduduk miskin kedaerah baru, yang pada akhirnya menjadi beban pemerintah daerah. Kita mau transmigrasi juga dibarengi dengan SDM yang memadai, sehingga dia bertanggungjawab dengan pembanguan daerah tujuannya,” jelas Makarius.
Lebih jauh Makarius mengatakan, hasil Rakernas ini sangat strategis bagi kemajuan pembangunan Kalimantan, sebab hasilnya akan disampaikan langsung Teras Narang yang juga Gubernur Kalteng kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.
Dua bulan lalu Teras Narang juga memimpin empat gubernur se-Kalimantan menghadap Presiden SBY minta percepatan pembangunan di kawasan Kalimantan, terutama pembangunan pendidikan, penuntasan jalan trans Kalimantan, dan persoalan kelistrikan.
Dihadap empat gubernur, Drs. Cornelis, MH dari Kalbar, Drs.Yupenalis Ngayoh dari Kaltim, Rudi Ariffin dari Kalsel dan Teras Narang sendiri dari Kalteng, SBY menjanjikan percepatan pembangunan jalan trans Kalimantan dengan mengucurkan daya awal sekitar Rp 1,3 Triliun. “Dari dana tersebut, Kalbar yang paling banyak, karena harus menuntaskan jalan Tayan hingga ke perbatasan Kalteng,” jelas Terang Narang pada kesempatan lain kepada saya.
Kembali ke Rakernas MADN, selain menghasilkan deklarasi yang berisi sembilan point tuntutan kepada pemerintah pusat, juga dibahas program kerja MADN hingga tahun 2010. dan Rakernas ini dilaksanakan setelah dilakukan Rapimnas dua bulan sebelumnya.
Banyak hal yang dibahas dan disepakati dalam Rakernas tersebut, program jangka pendek, pada September 2008, akan diselenggarakan Raker Budaya se-Kalimantan, selanjutnya pada November 2008, kunjungan hibah budaya ke Kuching dan Sabah. “Disana kita akan melakukan pagelaran tari kolaborasi empat provinsi Kalimantan ini,” jelasnya lagi.
Adapun tim perumus sekaligus penyusunan naskah deklarasi adalah, utusan DAD yang mewakili provinsi masing-masing, yakni Walman Narang, Drs. Lukas Tingkes dan Sidik R. Usop dari Kalteng, Prof. Dr. Ellyono S. Lasan, SE, M.Si, Sony Sebilang, S.Hut dari Kaltim, Rustam Acong, S.Pi dan Admadi Sastra, SE, MM dari Kalsel, Makarius Sintong, SH, MH dari Kalbar.□

0 komentar: