BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Thursday, June 12, 2008

Aku Merasa Enjoy…


SETELAH menyingkir selama dua malam sekaligus wiken di pinggir kota, aku betul-betul merasakan fresh alias enjoy secara fisik maupun mental. Untuk sejenak aku melepas penat dan stres akibat pekerjaan yang bejibun.

Maklum hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun aku bergulat dengan rutinitas kantorku. Kesempatan outbond di akhir pekan sungguh mengasyikan. Walau sebetulnya aku dan teman-teman sepakat memanfaatkan waktu sedikit itu untuk menyelesaikan pembahasan program kerja kami yang masih tersisa. Tapi itu bukanlah halangan untuk berenjoyria.
Bagiku yang hobi mancing, kesempatan itu betul-betul aku maksimalkan untuk memancing. Maklum, setelah terjun ke dunia kerja, apalagi kerja sebagai wartawan yang butuh mobilitas tinggi dan totalitas kerja yang tidak bisa ditawar-tawar, suatu ketika aku juga merasa kejenuhan pada diriku.
Wartawan itu tidak mengenal libur. Ya dapat dikatakan, kalau pegawai lain kerjanya 7-8 jam, maka wartawan kerjanya kalau ada jam yang ke 26, mungkin kerjanya 26 jam itu. Waktu 24 jam masih kurang bagi wartawan yang ingin menyuguhkan informasi atau berita terbaru dan terlengkap kepada masyarakat pembacanya.
Orang sudah ngorok tidur pulas, wartawan masih berkutat dengan tut komputer. Orang fresh ketika bangun pagi, maka wartawan dengan perasaan yang masih oleng harus siap-siap mengejar informasi sesuai pesan dari HP maupun HT polisi.
Pekerjaan itu sebetulnya sudah tidak aku jalankan, maklum sudah di posisi editor. Aku mengerjakan pekerjaan seperti itu, tiga atau empat tahun lalu. Tapi yang namanya kerja di industri pers, yang penuh dengan rutinitas dan mobilitas yang tinggi, rasa jenuh pasti ada.
Nah, ketika perasaan ku enjoy kembali, maka aku pun bisa membuat tulisan yang berkualitas untuk koranku. Aku bisa membuat laporan panjang. Memakai istilah pak Budiman S Hartoyo—redakturku di majalah GAMMA dulu, maka laporanku bisa basah dan berdaging. Artinya, laporan yang aku buat sangatlah lengkap. Aku bisa membawa bayang-bayang pembaca ke dalam peristiwa yang aku tuliskan. Bila aku dilanda stes, so sudah pasti aku tidak bisa mengerjakan laporan seperti itu.
Lokasi yang kami tuju sangat cocok untuk memulihkan keletihan dan stres. Sebuah villa yang terletak di tengah hutan, jelas jauh dari kebisingan kota. Apalagi suara hingar bingar tetangga. Yang ada hanyalah suara burung dan kodok-kodok hutan yang sahut-menyahut dari persembunyiannya.
Villa itu berada di komplek Rumah Letret yang dikelola oleh Pastoran Katolik di daerah Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya. (Dulu masuk wilayah Kabupaten Pontianak). Di villa itu, aku dan 11 temanku sepakat untuk mematikan HP. Itu dilakukan agar kami tidak berhubungan dengan dunia luar, termasuk keluarga.
Sebelum berangkat aku pun sudah berpesan dengan keluarga, bahwa disana tidak ada signal HP, walau sebetulnya komunikasi di sana sangat lancar. Kami ingin susana lain, yakni kesunyian yang jauh dari gangguan, baik lingkungan maupun komunikasi. Pokoknya kami ingin menyepilah.
Suasana demikian mengingatkanku akan kampung halamanku di masa kecil. Ketika menginjakan kaki disana, aku terasa terlahir di kampung kembali. Kebiasaanku yang belakangan menjadi hobiku aku lakukan kembali di sungai besar belakang villa. Kebetulan di belakang villa itu mengalir Sungai Ambawang, anak Sungai Landak yang bermuara ke Sungai Kapuas. Aku dan teman-teman mancing sepuas-puasnya di sungai itu.
Untuk menyemangati kami memancing, bang Kristianus memasang taruhan dengan kami. “Ayo….siapa yang duluan dapat aku bayar Rp 20 ribu, tak peduli besar kecil, yang penting ikan,” ujar Kris kepada kami.
Kami pun dengan semangat memancing, entah karena tabu atau apa, yang jelas menurut kebiasaan orang kampung, mancing itu banyak pantangnya. Terutama umpan tidak boleh diperolokan. Sementara aku dan teman-teman sebelum mancing sudah menakutkan teman dengan umpan dari kecoa itu.
Kurang lebih 3 jam kami memancing, tak satu pun ikan didapat. “Wah payah, tak ada yang dapat ini, bagaimana bang taruhannya,” kata Hentakun mengomentari tantangan bang Kris.
“Kalau gitu, kalian yang pemain itu yang kalah, sini-sini Rp 5 ribu, nanti uangnya untuk kita beli bir,” kata Kris.
Kami pun sepakat mengumpulkan uang untuk membeli bir dan melanjutkan diskusi pada malam harinya. Walau tak dapat ikan, tapi hati sungguh senang, beben hidup yang menjadi pikiran hilang seketika.
Kami kembali ke villa. Rekan Hentakun dan Gery membeli bir. Tapi anehnya, mereka membeli 9 botol bir bintang, sampai di villa, hanya 8 botol lagi. Raib satu batol. Hentakun ngomel-ngomel birnya kurang satu botol. “Tak apalah, relakan jak,” kataku kepada Hentakun.
Setelah semua program rampung, kami pun bikin suasana enjoy dengan berbagai diskusi ringan sambil minum bir yang dibeli beberapa jam lalu. Mulai dari cerita ngelantur sampai yang agak serius. Kami 12 orang duduk melantai di raung tamu villa itu. Tak terasa jam pun menunjukan pukul 00.00 WIB, dan kami pun beranjak tidur ke kamar masing-masing.
Eh ternyata diantara teman-teman ada yang penakut juga. Terutama bang Kris, dia harus ditemani tidur malam itu. Ke kamar kecil di belakang saja dia minta ditemani.
Aku maklum, villa itu memang terletak di tengah hutan. Kalau malam suasananya seram sekali. Rumahnya terasa angker.
Walau di tengah hutan, fasilitas villa itu tidak kalah dengan hotel di tengah kota. Semua kebutuhan baik untuk keluarga, organisasi atau perusahaan tersedia di villa itu. Demikian juga dengan urusan perut. Kita tinggal terima bersih, sebab sudah ada yang mengurusnya.
Aku juga senang dengan pelayanan yang dilakukan pegawai villa itu. Mereka sepertinya sangat memahami setiap orang yang memakai villa tersebut. Sebagai tamu, kita dibuat seperti di rumah sendiri. Dalam hati aku menguman, kapan-kapan aku akan berlibur ke situ lagi.
Setelah makan siang, kami pun bersiap-siap membereskan barang-barang kami untuk kembali ke Kota Pontianak. Sementara rekan Nuris, Mering dan Dwi mengurus pembayaran villa.
Pelan tapi pasti dengan mendarai kendaraan masing-masing kami konvoi menuju Kota Pontianak. Waw…fresh sekali. Aku sungguh merasa enjoy sekarang…..□Foto by HenTakun

0 komentar: