BERPEGANGLAH PADA DIDIKAN, JANGANLAH MELEPASKANNYA, PELIHARALAH DIA, KARENA DIALAH HIDUPMU...Amsal 4:13

Monday, October 29, 2007

Dayak Kalbar-Kalteng Ketinggalan Pengkaderan


Oleh: Tanto Yakobus

Suasana hiruk pikuk pengunjung resto tidak menyurutkan semangat kekeluargaan dalam acara temu kangen Kapolda Kalteng Brigjen Pol. Drs. Dinar, SH, MBA dengan pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat tadi malam di resto Gajah Mada Jalan Gajah Mada Pontianak.

“Sudah 30 tahun saya meniti karier sebagai polisi dan baru sekarang bisa bertemu dengan abang, kakak dan para senior di Pontianak ini. Acara ini tidak ada maksud apa-apa, hanya silaturahmi dan temu kangen saja dengan para senior,” kata Dinar dalam sambutannya di hadapan belasan pemuka masyarakat Dayak.
Sebelumnya, Ketua DAD Provinsi Kalbar, Thadeus Yus, SH, MPH mengatakan, acara ini adalah murni keinginan Dinar yang kebetulan berlibur ke kampung halamannya di Anik, Darit Kabupaten Landak.
“Sebelum bertolak ke Jakarta dan selanjutnya ke Kalteng besok, beliau menghubungi saya dan menyampaikan niat ingin bertemu para tetua dan tokoh-tokoh masyarakat Dayak yang ada di Pontianak. Dan saya fasilitasi dengan pertemuan malam ini,” jelas Thadeus.
Thadeus juga mengatakan rasa bangganya, karena Brigjen Dinar adalah orang Dayak yang pertama menjadi Kapolda. “Mudah-mudahan beliau kelak bisa pindah menjadi Kapolda Kalbar dan malam ini saya minta izin, kami dari DAD akan menghadap Kapolri meminta supaya pak Dinar menjadi Kapolda Kalbar,” kata Thadeus disambut tepuk tangan para tokoh diantaranya, Pdt. Barnabas Simin, SM Kaphat, Rahmat Sahudin, Alamsyah HB dan lain-lain.
Di sisi lain, Dinar mengatakan, dulu susah sekali mencari senior, tidak seperti sekarang ini. “Kita sudah mulai muncul di mana-mana. Ada yang jadi Gubernur (Kalteng), Bupati, politisi dan akademisi. Walau demikian, kita masih jauh ketinggalan soal pengkaderan,” jelas Dinar.
Dinar lalu bernostalgia ketika tahun 1974 setelah dirinya selesai dari SMAN 1 Pontianak, dirinya satu-satunya dari Kalimantan yang lulus Akpol. “Saya berjuang sendirian dari bawah. Hidup serba susah dan tak jarang tinggal di emperan tokoh di Jalan Tanjungpura itu,” kenangnya.
Belajar dari pengalamannya itulah, Dinar berpesan kepada siapa pun orang Dayak yang menduduki jabatan strategis, baik tentara, polisi, gubernur atau bupati/walikota, agar menyiapkan kader untuk menjadi pemimpin di masa depan. “Belum bisa memberi bantuan materi, dorongan moril sudah cukup. Tidak ada orang yang memperhatikan kita kalau tidak dimulai dari kita (Dayak, red) sendiri yang harus mempersiapkan pengkaderan itu,” tegasnya.
Dinar dalam sambutan yang dibawanya dengan gaya santai itu lebih banyak menceritakan perjuangannya semasa kecil di Pontianak. Usia 2 tahun ibunda tercintanya meninggal dunia, tamat SD ayahandanya lagi yang meninggal. Jadilah Dinar sebatangkara. Ia pun hijrah ke Pontianak dan menumpang dengan orang Padang—yang selanjutnya menjadi orangtua angkatnya.
Sambil bekerja sebagi kuli di pasar, ia sekolah di SMPN 1 Pontianak. Selanjutnya ia meneruskan ke SMAN1. “Waktu itu SPP Rp 180 ribu. Saya tidak mampu bayar, alhasil disubsidi oleh mereka yang mampu dan saya tetap sekolah,” katanya.
Tamat SMA, ia tes di Akpol. Dari Kalbar dikirim 5 orang, hanya 1 orang yang diterima. “Saya satu-satunya yang diterima dan Dayak lagi,” katanya bangga.
Lebih lanjut Dinar menceritakan pengalamannya memimpin Polda Kalteng. Ia bukan sektarian, tapi demi pemerataan dan maju bersama membangun bangsa ini, tak salah memberi kesempatan kepada putra-putri terbaik daerah untuk menjadi pemimpin di daerahnya.
“Dari 14 Polres di Kalteng, cari 4 Dayak saja susah. Pengalaman itu saya membuat kebijakan setiap penerimaan 80 persen putra daerah Kalteng,” jelasnya.
Dalam pengalaman itu pula Dinar minta di Kalbar supaya menyiapkan kader sejak dini. “Sejak SMA siapkan kader terbaik untuk menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing,” ingatnya.
“Sedih juga lebih setengah abad kita merdeka, baru saya orang Dayak Kalbar pertama yang menjadi Kapolda,” ujarnya seraya mengatakan lima tahun lagi dirinya bakal pensiun dan belum ada lagi Dayak lain yang mengikuti jejaknya.
Namun begitu, Dinar cukup bangga dengan generasi penerusnya. “Saat ini, anak bungsu saya Akpol dan satunya lagi menantu saya juga Akpol,” kata pria berwajah “pasar” yang pernah menjadi Kapolres Bukit Tinggi itu.
Kebanggaan juga dikemukakan Pdt. Barnabas Simin. “Pak Dinar patut menjadi teladan para generasi muda kita. Belajarlah dari pengalamannya sampai mampu menjadi Kapolda pertama dari Kalangan Dayak Kalbar. Bukan hanya kita Dayak, dari sahabat kita Melayu Kalbar juga mengalami hal sama, soal pengkaderan itu. Setahu saya belum ada Melayu dari Kalbar yang menjadi Kapolda,” timpal Dinar.
“Jadi ke depan, marilah kita bersama-sama mempersiapkan kader kita sejak dini, sesuai dengan bidang masing-masing,” kata Dinar lagi. □

1 komentar:

Yackpakit said...

Mengutip tulisan bung Tanto sebagai berikut:"Selanjutnya ia meneruskan ke SMAN1. “Waktu itu SPP Rp 180 ribu."

Saya kira sedikit keliru, seingat saya yang juga satu sekolah (satu leting)sama bung Dinar di SMA I dan teman jalan kaki bareng ke sekolah dari daerah Sei Bangkong ke Jl.Sumatera (SMAN I), uang SPP waktu itu hanya beberapa ratus rupiah aja kok (nilai wang saat itu). Tapi yaitu tadi karena saking susahnya hidup sebagai anak pedalaman yang tinggal di"kota",namun tidak sia-sia karena akhirnya ternyata salam sukses buat bung Dinar.